BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tokoh-tokoh
Humanistik
1.
Arthur
Combs (1912-1999)
Arthur
combs Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak
perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar
yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru
tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan
kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh
tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan
penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain
hanyalah dati ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan
memberikan kepuasan baginya.
Untuk
itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi
siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha
merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan
seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan
dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan
disajikan sebagaimana mestinya.
Padahal
arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah
bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi
pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.
Combs
memberikan lukisan persepsi dir dan dunia seseorang seperti dua lingkaran
(besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah
gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia.
Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang
pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan
dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
2.
Abraham
Maslow(1908-1970)
Abraham
Maslow dilahirkan di Brooklyn, New York, pada tahun 1908 dan wafat pada tahun
1970 dalam usia 62 tahun. Maslow dibesarkan dalam keluarga Yahudi dan merupakan
anak tertua dari tujuh bersaudara.
Masa
muda Maslow berjalan dengan tidak menyenangkan karena hubungannya yang buruk
dengan kedua orangtuanya. Semasa kanak-kanak dan remaja Maslow merasa bahwa
dirinya amat menderita dengan perlakuan orangtuanya, terutama ibunya. Keluarga
Maslow amat berharap bahwa ia dapat meraih sukses melalui dunia pendidikan.
Untuk
menyenangkan kemauan ayahnya, Maslow sempat belajar di bidang Hukum tetapi
kemudian tidak dilanjutkannya. Ia akhirnya mengambil bidang studi psikologi di
University of Wisconsin, dimana ia memperoleh gelar Bachelor tahun 1930, Master
tahun 1931, dan Ph.D pada tahun 1934.Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor
aliran psikologi humanistik. Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk
memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang sangat terkenal
sampai dengan hari ini adalah teori tentang Hierarchy of Needs (Hirarki
Kebutuhan). Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidupnya.
Kebutuhan-kebutuhan
tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah
(bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri).
Hierarchy of needs (hirarki kebutuhan) dari Maslow menyatakan bahwa manusia
memiliki 5 macam kebutuhan yaitu physiological needs (kebutuhan fisiologis),
safety and security needs (kebutuhan akan rasa aman), love and belonging needs
(kebutuhan akan rasa kasih sayang dan rasa memiliki), esteem needs (kebutuhan
akan harga diri), dan, self-actualization (kebutuhan akan aktualisasi diri).[1]
3.
Carl
Ransom Rogers (1902-1987)
Carl
Ransom Rogers ,lahir di Oak Park, Illinois pada tanggal 8 Januari 1902 di
sebuah keluarga Protestan yang fundamentalis. Kepindahan dari kota ke daerah
pertanian diusianya yang ke-12, membuat ia senang akan ilmu pertanian. Ia pun
belajar pertanian di Universitas Wisconsin. Setelah lulus pada tahun 1924, ia
masuk ke Union Theology Seminary di Big Apple dan selama masa studinya ia juga
menjadi seorang pastor di sebuah gereja kecil. Meskipun belajar di seminari, ia
malah ikut kuliah di Teacher College yang bertetangga dengan seminarinya.
Tahun
1927, Rogers bekerja di Institute for Child Guindance dan mengunakan
psikoanalisa Freud dalam terapinya meskipun ia sendiri tidak menyetujui teori
Freud. Pada masa ini, Rogers juga banyak dipengaruhi oleh Otto Rank dan John
Dewey yang memperkenalkan terapi klinis. Perbedaan teori yang didapatkannya
justru membuatnya menemukang benang merah yang kemudian dipakai untuk
mengembangkan teorinya kelak.
Tahun
1957, Rogers pindah ke Universitas Wisconsin untuk mengembangkan idenya tentang
psikiatri. Setelah mendapat gelar doktor, Rogers menjadi profesor psikologi di
Universitas Universitas Negeri Ohio. Kepindahan dari lingkungan klinis ke
lingkungan akademik membuat Rogers mengembangkan metode client-centered
psychotherapy. Disini dia lebih senang menggunakan istilah klien terhadap orang
yang berkonsultasi dibandingkan memakai istilah pasien. Rogers membedakan dua
tipe belajar, yaitu: Kognitif
(kebermaknaan) dan experiential ( pengalaman atau signifikansi)
Kecewa
karena tidak bisa menyatukan psikiatri dengan psikolog, Rogers pindah ke
California tahun 1964 dan bergabung dengan Western Behavioral Science
Institute. Ia lalu mengembangkan teorinya ke bidang pendidikan. Selain itu ia
banyak memberikan workshop di Hongaria, Brazil, Afrika Selatan, dan bahkan ke
eks Uni Soviet. Rogers wafat pada
tanggal 4 Februari 1987.
Meskipun teori yang dikemukan Rogers adalah
salah satu dari teori holistik, namun keunikan teori adalah sifat humanis yang
terkandung didalamnya. Teori humanistik Rogers pun menpunyai berbagai nama
antara lain : teori yang berpusat pada pribadi (person centered),
non-directive, klien (client-centered), teori yang berpusat pada murid
(student-centered), teori yang berpusat
pada kelompok (group centered), dan person to person). Namun istilah person
centered yang sering digunakan untuk teori Rogers.
Rogers
menyebut teorinya bersifat humanis dan menolak pesimisme suram dan putus asa
dalam psikoanalisis serta menentang teori behaviorisme yang memandang manusia
seperti robot. Teori humanisme Rogers lebih penuh harapan dan optimis tentang
manusia karena manusia mempunyai potensi-potensi yang sehat untuk maju. Dasar
teori ini sesuai dengan pengertian humanisme pada umumnya, dimana humanisme
adalah doktrin, sikap, dan cara hidup yang menempatkan nilai-nilai manusia
sebagai pusat dan menekankan pada kehormatan, harga diri, dan kapasitas untuk
merealisasikan diri untuk maksud tertentu.
a)
Asumsi
dasar teori Rogers adalah:
- · Kecenderungan formatif
Segala
hal di dunia baik organik maupun non-organik tersusun dari hal-hal yang lebih
kecil
- · Kecenderungan aktualisasi
Kecenderungan
setiap makhluk hidup untuk bergerak menuju ke kesempurnaan atau pemenuhan
potensial dirinya. Tiap individual mempunyai kekuatan yang kreatif untuk
menyelesaikan masalahnya.
b)
Struktur
Kepribadian
Sejak
awal Rogers mengamati bagaimana kepribadian berubah dan berkembang, dan ada
tiga konstruk yang menjadi dasar penting dalam teorinya: Organisme, Medan
fenomena, dan self.
1.
Organisme
Pengertian organisme mencakup tiga hal:
a.
mahkluk
hidup
Organisme
adalah mahkluk lengkap dengan fungsi fisik dan psikologisnya dan merupakan
tempat semua pengalaman, potensi yang terdapat dalam kesadaran setiap saat,
yakni persepsi seseorang mengenai kejadian yang terjadi dalam diri dan dunia
eksternal
b.
Realitas
Subyektif
Oranisme
menganggap dunia seperti yang dialami dan diamatinya. Realita adalah persepsi
yang sifatnya subyektif dan dapat membentuk tingkah laku.
c.
Holisme
Organisme
adalah satu kesatuan sistem, sehingga perubahan dalam satu bagian akan
berpengaruh pada bagian lain. Setiap perubahan memiliki makna pribadi dan
bertujuan, yaitu tujuan mengaktualisasi, mempertahankan, dan mengembangkan
diri.
2.
Medan
Fenomena
Medan
fenomena adalah keseluruhan pengalaman, baik yang internal maupun eksternal,
baik disadari maupun tidak disadari. Medan fenomena ini merupakan seluruh
pengalaman pribadi seseorang sepanjang hidupnya di dunia, sebagaimana persepsi
subyektifnya.
3.
Diri
Konsep
diri mulai terbentuk mulai masa balita ketika potongan-potongan pengalaman
membentuk kepribadiannya dan menjadi semakin mawas diri akan identitas
dirinya begitu bayi mulai belajar apa
yang terasa baik atau buruk, apa ia merasa nyaman atau tidak. Jika struktur
diri itu sudah terbentuk, maka aktualisasi diri mulai terbentuk. Aktualisasi
diri adalah kecenderungan untuk mengaktualisasikan sang diri sebagai mana yang
dirasakan dalam kesadaran. Sehingga kecenderungan aktualisasi tersebut mengacu
kepada pengalaman organik individual, sebagai suatu kesatuan yang menyeluruh,
akan kesadaran dan ketidak-sadaran, psikis dan kognitif.
Diri dibagi atas 2 subsistem :
- · Konsep diri yaitu penggabungan seluruh aspek keberadaan dan pengalaman seseorang yang disadari oleh individual (meski tidak selalu akurat).
- · Diri ideal yaitu cita-cita seseorang akan diri.
Terjadinya
kesenjangan antara akan menyebabkan ketidak-seimbangan dan kepribadian menjadi
tidak sehat. Menurut
Carl Rogers ada bebeapa hal yang mempengaruhi Self, yaitu:
1.
Kesadaran
Tanpa
adanya kesadaran, maka konsep diri dan diri ideal tidak akan ada. Ada 3 tingkat
kesadaran.
- Pengalaman yang dirasakan dibawah ambang sadar akan ditolak atau disangkal.
- Pengalaman yang dapat diaktualisasikan secara simbolis akan secara langsung diakui oleh struktur diri.
- Pengalaman yang dirasakan dalam bentuk distorsi. Jika pengalaman yang dirasakan tidak sesuai dengan diri (self), maka dibentuk kembali dan didistorsikan sehingga dapat diasimilasikan oleh konsep diri.
2.
Kebutuhan
- Pemeliharaan
Pemeliharaan
tubuh organismik dan pemuasannya akan makanan, air, udara, dan keamanan, sehingga
tubuh cenderung ingin untuk statis dan menolak untuk berkembang
- Peningkatan diri
Meskipun
tubuh menolak untuk berkembang, namun diri juga mempunyai kemampuan untuk
belajar dan berubah.
- Penghargaan positif (positive regard)
Begitu
kesadaran muncul, kebutuhan untuk dicintai, disukai, atau diterima oleh orang
lain.
- Penghargaan diri yang positif (positive self-regard)
Berkembangannya
kebutuhan akan penghargaan diri (self-regard) sebagai hasil dari pengalaman
dengan kepuasan atau frustasi. Diri akan menghindari frustasi dengan mencari
kepuasan akan positive self-regard.
3.
Stagnasi
Psikis
Stagnasi psikis terjadi bila :
·
ada
ketidak seimbangan antara konsep diri dengan pengalaman yang dirasakan oleh
diri organis.
·
Ketimpangan
yang semakin besar antara konsep diri dengan pengalaman organis membuat
seseorang menjadi mudah terkena serangan. Kurang akan kesadaran diri akan
membuat seseorang berperilaku tidak logis, bukan hanya untuk orang lain namun
juga untuk dirinya.
Jika
kesadaran diri tersebut hilang, maka muncul kegelisahan tanpa sebab dan akan
memuncak menjadi ancaman. Untuk
mencegah tidak konsistennya pengalaman organik dengan konsep diri, maka perlu
diadakan pertahanan diri dari kegelisahan dan ancaman adalah penyangkalan dan distorsi terhadap pengalaman
yang tidak konsisten. Distorsi adalah salah interpretasi pengalaman dengan
konsep diri, sedangkan penyangkalan adalah penolakan terhadap pengalaman.
Keduanya menjaga konsistensi antara pengalaman dan konsep diri supaya
berimbang.
Cara
pertahanan adalah karakteristik untuk orang normal dan neurotik. Jika seseorang
gagal dalam menerapkan pertahanan tersebut, maka individu akan menjadi tidak
terkendali atau psikotik. Individu dipaksakan untuk menerima keadaan yang tidak
sesuai dengan konsep dirinya terus menerus dan akhirnya konsep dirinya menjadi
hancur. Perilaku tidak terkendali ini dapat muncul mendadak atau dapat pula
muncul bertahap.
- Dinamika Kepribadian
- Penerimaan Positif (Positive Regard) → Orang merasa puas menerima regard positif, kemudian juga merasa puas dapat memberi regard positif kepada orang lain.
- Konsistensi dan Salingsuai Self (Self Consistensy and Congruence) → organisme berfungsi untuk memelihara konsistensi (keajegkan = keadaan tanpa konflik ) dari persepsi diri, dan kongruen (salingsuai) antara persepsi self dengan pengalaman.
- Aktualisasi Diri (Self Actualization) → Freud memandang organisme sebagai sistem energi, dan mengembangkan teori bagaimana energi psikik ditimbulkan, ditransfer dan disimpan. Rogers memandang organisme terus menerus bergerak maju. Tujuan tingkahlaku bukan untuk mereduksi tegangan enerji tetapi mencapai aktualisasi diri yaitu kecenderungan dasar organisme untuk aktualisasi: yakni kebutuhan pemeliharaan (maintenance) dan peningkatan diri (enhancement).[2]
- Perkembangan Kepribadian
Rogers
meyakini adanya kekuatan yang tumbuh pada semua orangyang mendorong orang untuk
semakin kompleks, ekspansi, sosial, otonom, dan secara keselutuhan semakin
menuju aktualisasi diri atau menjadi Pribadi yang berfungsi utuh (Fully
Functioning Person) Ada
lima ciri kepribadian yang berfungsi sepenuhnya:
- Terbuka untuk mengalami (openess to experience) : Orang yang terbuka untuk mengalami mampu mendengar dirinya sendiri, merasakan mendalam, baik emosional maupun kognitif tanpa merasa terancam. Mendengar orang membual menimbulkan rasa muak tanpa harus diikuti perbuatan untuk melampiaskan rasa muak tersebut.
- Hidup menjadi (Existential living): Kecenderungan untuk hidup sepenuhnya dan seberisi mungkin pada seiap eksistensi. Disini orang menjadi fleksibel, adaptable, toleran, dan spontan.
- Keyakinan Organismik (Organismic trusting) : Orang mengambil keputusan berdasarkan pengalaman organismiknya sendiri, mengerjakan apa yang dirasanya benar sebagai bukti kompetensi dan keyakinannya untuk mengarahkan tingkah laku. Orang mampu memakai perasaan yang terdalam sebagai sumber utama membuat keputusan
- .Pengalaman kebebasan ( Experiental Freedom) : Pengalaman hidup bebas dengan cara yang diinginkan sendiri, tanpaperasan tertekan atau terhambat. Orang itu melihat banyak pilihan hidup dan merasa mampu mengerjakan apa yang ingin dikerjakannya.
- Kreatifitas (Creativity) : Merupakan kemasakan psikologik yang optimal. Orang dengan good life kemungkinan besar memunculkan produk kreatif dan hidup kreatif.
- Terapi yang Diberikan
Seperti
disebutkan di atas, bahwa Rogers menolak psikoanalisis Freud dan behavioris
dalam teorinya, sehingga terapi yang digunakannya juga berbeda. Rogers tidak
mempermasalahkan bagaimana klien menjadi seperti ini, namun lebih menekankan
bagaimana klien akan berubah. Terapis hanya menolong dan mengarahkan klien dan
yang melakukan perubahan adalah klien itu sendiri. Itulah sebabnya teori Rogers
disebut sebagai person-centered theory.[3]
B.
Kepribadian Sehat Menurut Teori Humanistik
Menurut Carl
Rogers (tokoh humanistik) kepribadian sehat itu bukan merupakan suatu keadaan
langsung ada, melainkan suatu proses, suatu arah bukan tujuan. Aktualisasi-diri
berlangsung terus, tidak pernah merupakan suatu kondisi yang selesai atau
statis. Tujuan ini, yakni orientasi ke masa depan dan menarik individu ke
depan, selanjutnya mendiferensiasikan dan mengembangkan segala segi dari diri.
Aktualisasi merupakan suatu ujian, rintangan, dan pecutan terus menerus
terhadap semua kemampuan seseorang.
Aktualisasi diri
adalah proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat serta
potensi-potensi psikologisnya yang unik. Rogers percaya bahwa manusia memiliki
dorongan yang dibawa sejak lahir untuk menciptakan dan bahwa hasil ciptaan yang
sangat penting adalah diri orang sendiri, suatu tujuan yang dicapai jauh lebih
sering oleh orang-orang yang sehat daripada oleh orang-orang yang sakit secara
psikologis.
Rogers (tokoh humanistik) memberikan lima sifat
orang yang berfungsi sepenuhnya. Diantaranya adalah:
- Keterbukaan pada pengalaman : Lawan dari sikap defensif. Setiap pendirian dan perasaan yang berasal dari dalam dan dari luar disampaikan ke sistem syaraf organisme tanpa distorsi atau rintangan. Orang yang demikian mengetahui segala sesuatu tentang kodratnya, tidak ada segi kepribadian yang tertutup. Itu berarti bahwa kepribadian adalah fleksibel, tidak hanya mau menerima pengalaman-pengalaman yang diberikan oleh kehidupan, tetapi juga dapat menggunakannya dalam membuka kesempatan-kesempatan persepsi dan ungkapan baru.
- Kehidupan eksistensial : Orang yang berfungsi sepenuhnya dapat menyesuaikan diri karena struktur diri terus menerus terbuka kepada pengalaman baru. Kepribadian yang demikian itu tidak kaku atau tidak dapat diramalkan. Rogers percaya bahwa kualitas dari kehidupan eksistensial ini merupakan segi yang sangat esensial dari kepribadian yang sehat. Kepribadian terbuka kepada segala sesuatu yang terjadi pada momen itu dan dia menemukan dalam setiap pengalaman suatu struktur yang dapat berubah dengan mudah sebagai respon atas pengalaman momen yang berikutnya.
- Kepercayaan terhadap organisme orang sendiri : Dalam memutuskan suatu tindakan, organisme tidak mengabaikan faktor-faktor seperti sadar, tak sadar, emosional, dan juga intelektual. Karena data yang digunakan untuk mencapai suatu keputusan adalah tepat. Orang-orang yang sehat percaya akan keputusan mereka, seperti mereka percaya akan diri mereka sendiri.
- Perasaan bebas : Semakin seorang sehat secara psikologis, semakin juga ia mengalami kebebasan untuk memilih dan bertindak. Karena merasa bebas dan berkuasa maka orang yang sehat melihat sangat banyak pilihan dalam kehidupan dan merasa mampu melakukan apa saja yang mungkin ingin dilakukannya.
- Kreativitas Orang-orang yang kreatif dan spontan tidak terkenal karena konformitas atau penyesuaian diri yang pasif terhadap tekanan-tekanan sosial dan kultural. Karena mereka kurang bersikap defensif, maka mereka tidak menghiraukan kemungkinan tingkah laku mereka diterima dengan baik oleh orang lain. Akan tetapi, mereka dapat dan kerap kali benar-benar menyesuaikan diri dengan tuntutan dari situasi khusus apabila konformitas yang demikian itu akan membantu memuaskan kebutuhan mereka dan memungkinkan mereka mengembangkan diri mereka sampai ke tingkat yang paling penuh.[4]
Kepribadian
yang sehat menurut humanistik, perilaku yang mengarah pada aktualisasi diri:
- Menjalani hidup seperti seorang anak, dengan penyerapan dan konsentrasi sepenuhnya.
- Mencoba hal-hal baru ketimbang bertahan pada cara-cara yang aman dan tidak berbahaya.
- Lebih memperhatikan perasaan diri dalam mengevaluasi pengalaman ketimbang suara tradisi, otoritas, atau mayoritas.
- Jujur ; menghindari kepura-puraan dalam “bersandiwara”.
- Siap menjadi orang yang tidak popular bila mempunyai pandangan sebagian besar orang.
- Memikul tanggung jawab.
- Bekerja keras untuk apa saja yang ingin dilakukan.
Mencoba
mengidentifikasi pertahanan diri dan memiliki keberanian untuk menghentikannya.[5]
C.
Fungsi dan pendekatan seorang konselor dalam teori humanistik (person
centered)
Istilah humanistik dalam hubungannya dengan
konseling memfokuskan pada potensi individu untuk secara aktif memilih dan
membuat keputusan tentang hal-hal yang berkaitan dengan dirinya sendiri dan
lingkungannya.[6]
Humanistik sangat luas dan memfokuskan pada individu
sebagai pembuat keputusan dan pencetus pertumbuhan dan perkembnagan diri mereka
sendiri. Carl Ransom Rogers adalah orang yang diidentikan dengan konseling tipe
ini, pada tahun 1942 bertujauan untuk membina kepribadian konseli secara
integral, berdiri sendiri, dan mempunyai kemampuan memecahkan masalah sendiri.[7]
Implisit dalam person-centered counseling
adalah pandangan bahwa manusia pada dasarnya, yaitu: [8]
- Filsafat existensialis memandang manusia sebagai individu dan merupakan problema yang unik dari existensi dari kemanusiaan. Manusia merupakan seorang yang ada, yang sadar dan waspada akan keberadaannya sendiri. Setiap orang menciptakan tujuannya sendiri dengan segala kreatifitasnya, menyempurnakan esensi dan fakta existensinya.
- Manusia dianggap sebagai makhluk hidup, menentukan apa yang ia kerjakan dan yang tidak ia kerjakan, dan bebas untuk menjadi apa yang ia inginkan. Jadi yang pokok adalah apakah seorang berkeinginan atau tidak, sebab filsafat existensialis percaya bahwa setiap orang bertanggung jawab atas segala tindakannya.
- Teori humanistik mendasarkan pendapat bahwa manusia tidak pernah statis, ia selalu menjadi sesuatu yang berbeda.
- Menekankan pada kesadaran manusia, pengalaman personal yang berhubungan dengan existensi dalam dunia orang lain.
- Manusia adalah makhluk yang baik dan dapat dipercaya, pada dasarnya manusia adalah makhluk yang baik dan berupaya menjalin hubungan yang bermakna dan konstruktif dengan orang lain.
- Manusia lebih bijak dari pada inteleknya, manusia lebih bijak dari pikiran-pikiran yang disadarinya bilamana manusia berfungsi dengan cara yang baik dan tidak disentrif.
- Manusia adalah makhluk yang mengalami, yaitu makhluk yang memikirkan, berkehendak, merasakan dan mempertanyakan. Rogers yakin bahwa inti dari kehidupan yang bernilai terletak dalam mengalami sebagai pribadi yang mendalam.
- Kehidupan ada pada saat ini, kehidupan ialah hidup sekarang, kehidupan itu lebih dari sekedar tingkah laku otonistik yang ditentukan oleh peristiwa masa lalu, dan nilai kehidupan terletak pada saat sekarang, bukan pada masa lalu atau pada saat yang akan datang.
- Manusia adalah makhluk yang bersifat subyektif, tingkah laku manusia hanya dapat dipahami berdasarkan dunia subyektifnya, yaitu bagaimana individu itu memandang diri dan lingkungan.
- Hubungan manusiawi yang mendalam merupakan salah satu kebutuhan yang terpokok manusia, meningkatkan hubungan antar pribadi yang mendalam memiliki potensi yang sangat besar sebagai sumber kesejahteraan mental manusia.
- Manusia memiliki kecenderungan kearah aktualisasi, kecenderungan manusia adalah bergerak kearah pertumbuhan, kesehatan, penyesuaian, sosialisasi, realisasi diri, kebebasan dan otonomi.
D.
Fungsi
Teori Humanistik
- Mengutamakan potensi kreatif manusia : Pengutamaan kreativitas atau potensi manusia merupakan salah satu prinsip yang penting dari psikologi humanistik, Maslow, dari studinya atas sejumlah orang tertentu, menemukan bahwa satu ciri umum yang terdapat pada semua orang ditelitinya adalah kreatif. Kreativitas menurut Maslow tidak memerlukan bakat atau kemampuan khusus melainkan kekuatan yang mengarah manusia kepada pengekspresian dirinya.[9]
- Memberikan Peran pada Jiwa Manusia : Pendekatan humanistic berfokus pada sifat dasar manusia yang kreatif, spontan dan aktif, Pendekatan ini biasanya bersifat optimis ketika memberikan fokus kepada kapasitas manusia dalam mengatasi masalah dan keputusasaan. Tetapi, pendekatan ini terkadang bersifat pesimis ketika harus memikirkan tentang kesiasiaan dari perilaku manusia. Bagaimanapun juga, pendekatan ini bersedia melihat aspek spiritual dan filosofis dasar manusia.
- Relasi dengan orang lain menggambarkan kemanusiaan kita : Pendekatan Humanistik menekankan kata “being” dari kata human being (manusia). Pendekatan ini berfokus pada kualitas manusia yang aktif dan siaga. Kehidupan berkembang saat orang menciptakan dunia mereka sendiri. Pandangan ini sering kali mengubah manusia dari “being” menjadi “becoming”, maksudnya kepribadian yang sehat akan melakukan usaha aktif menuju pemenuhan diri. Pendekatan humanistic mengadopsi pemikiran eksistensial kita berasal dari relasi kita dengan manusia lain. [10]
- Manusia memiliki pilihan: Para ahli psikologi humanistik bersepakat bahwa manusia memiliki dorongan bawaan untuk mengembangkan diri, memiliki kebebasan untuk merancang atau mengembangkan tingkah lakunya, dalam hal ini manusia bukan pion (sangkaan teori behavoriarisme dan psikoanalisis) yang diatur sepenuhnya oleh lingkungan dan ahli psikolog menyatakan juga bahwa manusia adalah makhluk rasional dan sadar, tidak dikuasai oleh ketidaksadaran, kebutuhan irasional dan konflik.
E.
Hakikat
pendekatan humanistik
Hakekat
konseling: konseling eksistensial berfokus pada sifat dari kondisi manusia yang
mencakup kesanggupan untuk menyadari diri, bebas memilih untuk penjelasan diatas dapat diuraikan secara rinci sebagai berikut :[11]
1. Manusia dilahirkan dengan pembawaan dasar yang baik.
2. Manusia memiliki kecenderungan yang bertujuan positif, konstruktif, rasional dan sosial.
3. Manusia berkeinginan untuk maju.
4. Manusia memiliki kemampuan untuk menilai diri dan mampu membawa dirinya
menuju aktualisasi diri.
5. Memiliki kesadaran diri.
6. Memiliki kebebasan dan bertanggung jawab untuk memilih atau menentukan
nasib sendiri, kebebasan dan tanggung jawab, dan kecenderungan
mengaktualisasikan diri.
7. Pada memutuskan nasibnya
sendiri.
8. Mencari makna yang unik dalam hidupnya.
F.
Peran konselor dalam teori humanistik (person centered)
Peran konselor bersifat holistik, berakar pada cara
mereka berada dan sikap-sikap mereka, tidak pada teknik-teknik yang dirancang
agar klien melakukan sesuatu. Terapis menggunakan dirinya sendiri sebagai
instrumen perubahan.[12]
Konselor menyadari bahasa verbal dan nonverbal klien
dan mereflesikannya kembali. Konselor dan konseli tidak tahu sesi kemana akan
terarah dan sasaran apa yang akan dicapai. Konselor yakin bahwa konseli akan
mengembangkan agenda mengenai apa yang ingin dicapai, konselor hanya
fasilitator dan kesabaran adalah esensial.
Tujuan utama seorang konselor menggunakan teori humanistik :
- Mengoptimalkan kesadaran individu akan keberadaanya, dan menerima keadaan dirinya menurut apa adanya “saya adalah saya”.
- Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan individu, yang tidak atau kurang sesuai dengan dirinya agar individu dapat mengembangkan diri dan meningkatkan self-actualization seoptimal mungkin.
- Menghilangkan hambatan-hambatan yang dirasakan dan dihayati oleh individu dalam proses aktualisasi tersebut.
- Membantu individu dalam menemukan pilihan-pilihan bebas yang mungkin dapat dijangkau, menurut kondisi dirinya.
G.
Hubungan antara
konselor dan konseli
Dalam pendekatan
humanistik ini hubungan antara konselor
dan konseli antara lain:
- Adanya hubungan psikologis yang akrab antara konselor dan klien.
- Adanya kebebasan secara penuh bagi individu untuk mengemukakan problemnya dan apa yang diinginkan.
- Konselor berusaha sebaik mungkin menerima sikap dan keluhan serta perilaku individu dengan tanpa memberikan sanggahan.
- Unsur menghargai dan menghormati keadaan diri individu dan keyakinan akan kemampuan individu merupakan kunci atau dasar yang paling menentukan dalam hubungan yang diadakan.
- Pengenalan tentang keadaan individu sebelumnya juga keadaan lingkungannya sangat diperlukan oleh konselor.[13]
H. Teknik-teknik
konseling yang digunakan dalam teori humanistik (person centered)
Untuk terapis person-centered, kualitas
hubungan konseling jauh lebih penting dari pada teknik. Rogers (1957) percaya
bahwa ada tiga kondisi yang perlu dan udah cukup untuk konseling, yaitu: empathy,
positive regard (acceptance), dan congruence (genuineness).
a) Empathy
Empati adalah kemampuan konnselor untuk
merasakan bersama dengan klien dan menyampaikan pemahaman ini kembali kepada
mereka.
b) Congruence
(genuineness)
Genuineness atau kongruen artinya karakter seorang konselor adalah pemandu,
sesuaikata dengan perbuatan dan konsisten. ia sungguh-sungguh menjadi dirinya,
tanpa tutup terhadap dirinya sendiri. Dalam literatur, kadang-kadang ditemukan
istilah autentik, dimana orang yang autentik addalah seorang yang memahami
dirinya sendiri.
c)
Positive regard (acceptance atau penerimaan)
Positive regard adalah persyaratan kedua seorang konselor yaitu
penerimaan tanpa syarat atau resfek kepada klien harus mampu ditunjukan oleh
seorang konselor kepada konseli. Menurut rogers, manusia mempunyai tendensi
untuk mengaktualisasi diri dan untuk tumbuh kearah yang positif. Konselor harus
memberi kepercayaan kepada kliennya untuk memilih perkembangan diri mereka.
Acceptance merupakan suatu motivasi spontan yang berasal dari struktur sikap dasar
dari konselor. Acceptance bersifat tidak menilai, dalam arti konselor
bersikap netral terhadap nilai-nilai yang dipegang klien.[14]
I.
Proses konseling
Berikut ini akan dikemukakan tahap-tahap konseling terapi berpusat pada
klien:
- Klien datang kepada konselor atas kemauan sendiri. Apabila konseli datang atas suruhan orang lain, maka konselor harus mampu menciptakan situasi yang sangat bebas dan permisif dengan tujuan agar klien memilih apakah ia akan terus minta bantuan atau akan membatalkannya.
- Konselor memberikan klien agar ia mampu mengemukakan perasaannya. Konselor harus bersikap ramah, bersahabat, dan menerima klien sebagaimana adanay.
- Konselor menerima perasan klien serta memeahaminya.[15]
[1]
http://facultyweb.cortland.edu/~andersmd/maslow/explain.html
[2] www.
Infred.org/thinkers/et-rogers.htm#intro.
[3] Alwilsol
(2004), Psikologi Kepribadian, UMM Press
Sehat.Yogyakarta: Kanisius
[6] Jeanette Murad
Lesmana, Dasar-Dasar Konseling, Ui Press, Jakarta: 2005, Hal: 24.
[7] Sofyan S. Willis,
Konseling Keluarga, Alfabeta, Bandung: 2009, Hal: 100.
[8] E. Koeswara,
Teori-Teori Kepribadian, Pt. Eresco, Bandung: 1986, Hal: 117.
[9] Teori-teori Kepribadian, Koeswara. E, Bandung1991,Bandung, H.117
[10] Kepribadian Teori Klasik dan Riset Modern, Howard S. Friedman,
Miriam W. Schustack, H.337
[11] Gerald Corey, Teori Dan Praktek Konseling Psikoterapi,
Reflika Aditama, Bandung: 2009, Hal: 94.
[12] Jeanette Murad Lesmana, Dasar-Dasar Konseling, Ui Press, Jakarta:
2005, Hal: 26.
[13] Teori Kepribadian, Prof Dr. H Syamsul Yusuf L.N, 2007, PT Remaja
Rosdakarya, H.164
[14] Jeanette Murad Lesmana, Dasar-Dasar Konseling, UI Press,
Jakarta: 2005, Hal: 61.
[15] Sofyan S. Willis, Konseling
Keluarga, Alfabeta, Bandung: 2009, Hal: 101.
0 komentar:
Posting Komentar