Kamis, 19 Juni 2014

MATERI UAS

Standard
Teman-teman link download dibawah "TEKAN AJA"adalah kumpulan materi yang ada diblog, so jadi teman tak perlu lagi lihat blog lalu copy di word.Disitu semuanya sudah ada, mulai dari :
- Patologi Muslim
- Bimbingan Konseling Sosial
- Teori Konseling (Kecuali Adler, sebab aku kurang bisa mendapatkan filenya secara lengkap, adapun yang punya mohon di tag di Facebook dengan nama saya nanti saya uploud).
- Sejarah Peradaban Islam
- Psi. Kepribadian (Hny Sigmaun Freud dan Alport sebab itu bahan UAS kata P. Toyib)
Untuk kesehatan mental saya belum uploud sebab bingung saya mau ngapain 
File berbentuk RAR jadi teman-teman harus Extract dulu
Caranya :
  • Klik kanan file "TANPA LIHAT" nanti akan muncul tabe, terus pilih Extract Here 
  • Setelah itu nanti akan muncul perintah masukkin pasword (pasword dikirm lewat sms demi keamanan) saat masukin pasword jangan lupa centang dulu show pasword biar jelas 
  • setelah proses 1 dan 2 dilakukan beres deh...
dibawah ini adalah link downloadnya :
TEKAN AJA
MATERI KESMEN



Selasa, 17 Juni 2014

SOSIAL KOGNITIF ALBERT BANDURA DAN JULIAN ROTTER

Standard
" SOSIAL KOGNITIF ALBERT BANDURA DAN JULIAN ROTTER "

BAB I
PEMBAHASAN
A.    BIOGRAFI ALBERT BANDURA
Albert Bandura lahir tanggal 4 Desember 1925 di kota kecil Mundare bagian selatan Alberta, Kanada. Di sekolah menengah yang sederhana, dengan fasilitas pendidikan yang sangat terbatas, namun dengan hasil rata-rata yang sangat memuaskan. Setelah selesai SMA, dia bekerja pada perusahaan penggalian jalan raya Alaska  Highway di yukon.
Dia menerima gelar sarjana muda di bidang psikologi dari University of Britsh of Columbia 1949. Kemudian dia masuk di University of Lowa, tempat dimana dia meraih gelar Ph.D tahun 1952. Baru setelah itu dia menjadi sangat berpengaruh dalam tradisi behavioris dan teori pembelajaran.
Waktu di lowa, dia bertemu dengan Virgina Varns, seorang instruktur sekolah perawat dan menikah. Mereka kemudian di karuniai dua orang putri. Setelah lulus dia meneruskan pendidikannya ke tingkat post-doktoral di Wicth Guidance Center di Wichita, Kansas Tahun 1953, dia mulai bekerja di Stanford University. Disinilah dia kemudian bekerja sama dengan salah seorang anak didiknya, Richard Walters. Buku pertama hasil kerja sama mereka berjudul Adolescent Aggression terbit tahun 1959. Sayangnya, Walters mati muda karena kecelakaan sepeda motor.
Albert Bandura menjadi presiden APA tahun 1973, dan menerima APA Award atas jasa-jasanya dalam Distinguished Scintific Contributions tahun 1980. Sampai sekarang dia masih mengajar di Stanford University.[1]
                                
  • TEORI

Albert Bandura mengenalkan teorinya dengan teori kognitif sosial. Dalam hal ini bandura menekankan kejadian-kejadian yang tidak disengaja walaupun juga menyadari bahwa pertemuan dan kejadian ini tidak selalu mengubah dalam hidup seseorang. Teori ini memiliki beberapa asumsi dasar. Pertama, karakteristik yang paling menonjol dalam diri manusia adalah plastisitas, yaitu bahwa  manusia mempunyai fleksibilitas untuk belajar berbagai jenis perilaku dalam situasi yang berbeda.
Kedua, melalui model triadic reciprocal causation yang meliputi prilaku, lingkungan dan faktor pribadi, dapat terlihat bahwa manusia mempunyai kapasitas untuk mengontrol kehidupannya. Ketiga, teori kognitif sosial menggunakan perspektif agen, yaitu manusia mempunyai kapasitas untuk mengontrol sifat dan kualitas hidup mereka.
Keempat, manusia mengontrol tingkah lakunya bersasarkan faktor-faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal meliputi lingkungan fisik dan sosial dari seseorang, sementara faktor internal meliputi observasi diri, proses nilai dan reaksi diri. Kelima, saat seseorang menemukan dirinya dalam situasi yang ambigu secara moral, mereka biasanya berusaha untuk mengontrol prilaku mereka melalui agensi moral, yang meliputi mendefinisi ulang suatu prilaku, merendahkan atau mendistorsi konsekuensi dari perilaku mereka, melakukan dehumanisasi atau menyalahkan korban dari perilaku mereka.[2]
Teori kepribadian menurut Albert Bandura adalah sebagai berikut : 

a)    Belajar
Salah satu asumsi awal dan dasar teori kognitif sosial Bandura adalah manusia cukup fleksibel dan mampu mempelajari berbagai sikap, kemampuan dan prilaku serta cukup banyak dari pembelajaran tersebut yang merupakan hasil dari pengalaman tidak langsung.[3]
Sosial kognitif (Belajar sosial) adalah perilaku dibentuk melalui konteks sosial. Perilaku dapat dipelajari baik sebagai hasil reinformecement maupun reiforcement. Bandura berpendapat bahwa manusia dapat berfikir dan mengatur tingkah lakunya sendiri, sehingga mereka bukan semata-mata bidak yang menjadi objek pengaruh lingkungan. Sifat kausal bukan dimiliki sendirian oleh lingkungan, karena orang dan lingkungan saling mempengaruhi. Bandura menyatakan, banyak aspek fungsi kepribadian melibatkan interaksi dengan orang lain. Dampaknya, teori kepribadian yang memadai harus memperhitungkan konteks sosial di mana tingkah laku itu diperoleh dan dipelihara.[4]

b)   Belajar Melalui Observasi
Menurut Bandura, kebanyakan belajar terjadi tanpa reinforcement yang nyata. Dalam penelitiannya, ternyata orang dapat mempelajari respon baru dengan melihat respon orang lain, bahkan belajar tetap terjadi tanpa ikut melakukan hal yang dipelajari itu, dan model yang diamatinya juga tidak mendapat reinforcement dari tingkah lakunya. Belajar melalui observasi jauh lebih efisien dibanding belajar melalui pengalaman langsung. Melalui observasi orang dapat memperoleh respon yang tidak terhingga banyaknya, yang mungkin diikuti dengan hubungan atau penguatan.

c)    Peniruan (Modelling)
Inti dari belajar melalui observasi adalah modeling. Peniruan atau meniru sesungguhnya tidak tepat untuk mengganti kata modeling, karena modeling bukan sekedar menirukan atau mengulangi apa yang dilakukan seorang model (orang lain), tetapi modeling melibatkan penambahan dan atau pengurangan tingkah laku yang teramati, menggeneralisir berbagai pengamatan sekaligus, melibatkan proses kognitif.
Contoh lain, berdasarkan social learnig theory menyatakan bahwa tingkah laku manusia bukan semata – mata bersifat refleks atau otomatis, melainkan juga merupakan akibat dari reaksi yang tombul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif. Menurut Bandura, sebagian besar tingkah laku manusia dipelajari melalui peniruan (imitation) maupun penyajian contoh perilaku (modelling). Dalam hal ini orang tua dan guru memainkan peranan penting sebagai seorang model atau tokoh bagi anak untuk menirukan perilaku membaca. Anggota keluarga yang sering dilihat oleh anak membaca atau memegang buku di rumah akan merangsang anak untuk mencoba mengenal buku.[5]

d)     Pembelajaran Langsung
Pembelajaran langsung dikembangkan berdasarkan teori belajar social dari Albert Bandura. Pembelajaran langsung adalah model pembelajaran yang dirancang untuk mengajarkan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang diajarkan setahap demi setahap. Ciri khas pembelajaran ini adalah adanya modeling, yaitu suatu fase di mana Dosen memodelkan atau mencontohkan melalui demonstrasi bagaimana suatu keterampilan itu dilakukan.
Pada saat Dosen melakukan modeling Mahasiswa melakukan pengamatan terhadap keterampilan yang dimodelkan itu. Selanjutnya Mahasiswa diberi kesempatan untuk meniru model yang dilakukan oleh Dosen melalui kesempatan latihan di bawah bimbingan Dosen.[6]

e)      Belajar Observasional Modeling
Teoritikus sosial kognitif menggunakan berbagai prinsip teoritis ini untuk memahami 2 aktivitas psikologis utama, atau yang disebut disini sebagai 2 fungsi psikologi :
1.      Menguasai pengetahuan dan keterampilan baru, khususnya melalui proses belajar obsevasional.,
2.      Menggunakan kontrol atau regulasi diri, terhadapap tindakan dan pengalaman emosional sendiri.
Teori yang menangani isu ini secara lebih eksplisit adalah behaviorisme. Behavioris mengklaim bahwa orang belajar sesuatu melalu proses belajar trial and erorr yang disebut shaping atau succesive approximation (aproksimasi berturutan). Albert Bandura telah berhasil menjelaskan kelemahan teori behavioris ini dan memberikan penjelasan teoritis alternative bagi psikologi.  Teori sosial kognitif menjelaskan bahwa orang dapat belajar dengan hanya mengobservasi prilaku orang lain. Orang yang diamati disebut model dan proses belajar observasional itu juga dikenal dengan “modelling”(pemodelan). [7]
Albert Bandura berbeda dengan kebanyakan peneliti kepribadian lainnya, ia tidak mempercayai karakteristik pribadi individu atau lingkungan saja yang akan mempengaruhi kepribadian. Ia mengajukan konsep determinisme resiprocal, beyond reinforcement, dan self regulation.

1.      Determinis Resiprocal
Pendekatan yang menjelaskan tingkah laku manusia dalam bentuk interaksi timbal balik yang terus menerus antara determinan kognitif, behavioral dan lingkungan. Orang menentukan / mempengaruhi tingkah lakunya dengan mengontrol lingkungan, tetapi orang itu juga dikontrol oleh kekuatan lingkungan itu. Determenis resiprokal adalah konsep penting dalam teori belajar sosial Bandura, menjadi pijakan Bandura dalam memahami tingkah laku. Teori belajar sosial memakai saling detirminis sebagai prinsip dasar untuk menganalisis fenomena psiko-sosial di berbagai tingkat kompleksitas, dari perkembangan interpersonal sampai tingkah laku interpersonal serta fungsi interaktif sari organisasi dan sistem sosial.
Gambar berikut menunjukkan Nilai komperhensif dari determinis resiprokal Bandura dibandingkan dengan teori Behaviorisme lainnya. Hubungan antara tingkah laku (T) – Pribadi (P) – Lingkungan (L) menurut Pavlov, Skinner, Lewin dan Bandura[8]





Skinner : Pribadi mempengaruhi tingkah laku melalui manipulasi lingkungan



2.      Beyond Reinforcement (Tanpa Reinforcement)
Bandura memandang teori Skinner dan Hull terlalu bergantung pada reinforcement. Jika setiap unik respon sosial yang orang malah tidak belajar apapun. Menurutnya reinforcement penting dalam menentukan apakah suatu tingkah laku akan terus terjadi atau tidak, tetapi itu bukan satu – satunya pembentuk tingkah laku. Orang dapat belajar melakukan sesuatu hanya dengan mengamati dan kemudian mengulang apa yang dilihatnya. Belajar melalui observasi tanpa ada reinforsement yang terlibat, berarti tingkah laku ditentukan oleh antisipasi konsekuensi, itu merupakan pokok teori belajar sosial.

3.      Self Regulation (Regulasi diri)
Teori belajar  tradisional sering terhalang oleh ketidak senangan atau ketidak mampuan mereka untuk menjelaskan proses kognitif. Konsep Bandura menempatkan manusia sebagai pribadi yang dapat mengatur diri sendiri (self regulation), mempengaruhi tingkah laku dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, mengadakan konsekuensi bagi tingkah lakunya sendiri. Kemampuan kecerdasan untuk berfikir simbolik menjadi sarana yang kuat untuk menangani lingkungan, misalnya dengan  menyimpan pengalaman (dalam ingatan) dalam wujud verbal dan gambaran imajinasi untuk kepentingan tingkahlaku pada masa yang akan datang. Kemampuan untuk menggambarkan secara imajinatif hasil yang diinginkan pada masa yang akan datang mengembangkan strategi tingkah laku yang membimbing ke arah tujuan jangka panjang.

Selain itu, Bandura menambahkan satu elemen kognitif penting kedalam formula tersebut: karakteristik kepribadian tentang self efficacy,yaitu keyakinan (ekspektasi) seberapa kompeten seseorang mampu melakukan perilaku dalam situasi tertentu. self efficacy yang positif adalah keyakinan untuk mampu melakukan perilaku yang dimaksud. Menurut Bandura self efficacy menentukan apakah kita akan menunjukkan perilaku tertentu, sekuat apa kita dapat bertahan saat kita menghadapi kesulitan atau kegagalan, dan bagaimana kesuksesan atau kegagalan dalam satu tugas tertentu mempengaruhi perilaku kita dimasa depan. Keyakinan tentang self efficacy adalah hasil dari empat jenis informasi yaitu :[9]

1. Pengalaman kita dalam melakukan perilaku yang diharapkan atau periku yang serupa ( kesuksesan dan kegagalan dimasa lalu)
2.      Melihat orang lain melakukan perilaku tersebut atau perilaku yang kurang lebih sama (vicarious experience)
3.  Persuasi verbal (bujukan orang lain yang bertujuan untuk menyemangati atau menjatuhkan performa)
4.      Apa perasaan tentang perilaku yang dimaksud (reaksi emosional)

  • TERAPI

Terapi Kontrol-diri
Gagasan-gagasan yang tercakup di dalam konsep regulasi diri diwujudkan ke dalam teknik terapi yang disebut terapi kontrol-diri. Terapi ini cenderung lebih berhasil pada persoalan-persoalan sederhana, seperti merokok, banyak makan atau kebiasaan belajar yang buruk.

1.       Grafik-grafik behavioral. Pengamatan-diri mengharuskan Anda terus menerus mengawasi perilaku Anda sendiri, baik sebelum Anda berubah maupun setelahnya. Cara ini mencakup hal-hal yang sederhana seperti menghitung berapa batang rokok yang anda habiskan dalam sehari sampai pada hal-hal yang lebih rumit, seperti membuat catatan harian tentang prilaku anda sendiri.
2.       Perencannaan lingkungan. Ambil salah satu kartu atau catatan harian perilaku anda dan jadikan sebagai patokan. Setelah itu, anda merusaha mengubah lingkungan anda. Misalnya, anda bisa menghilangkan atau menghindari factor-faktor yang akan membawa kita pada perilaku yang jelek, seperti menyingkirkan asbak, tidak lagi minum kopi, menghindari pergaulan dengan teman-teman yang merokok.
3.       Perjanjian diri. Akhirnya anda harus bersiap untuk memberiimbalan kepada diri anda sendiri ketika anda berhasil melaksanakan rencana-rencana anda sendiri, dan siap pula menghukum diri sendiri ketika tidak berhasil menjalankannya.[10]

B.     SEJARAH JULIAN ROTTER
Julian Rotter dilahirkan di Brooklyn pada 22 Oktober 1916, sebagai anak ketiga dan anak laki-laki pertama dari pasangan orang tua imigran yahudi. Rotter mengingat bahwa ia sangat sesuai dengan deskripsi dari Adler mengenai anak paling kecil yang sangat kompetitif dan selalu berjuang.
Ketika menjadi junior disekolah menengah atas, ia telah membaca hampir semua buku fiksi diperpustakaan lokal, kemudian berpaling kerak buku psikologi dan menemukan buku karya Adler dan Freud dan ia sangat mengaguminya kemudian ia mempelajari lebih jauh tentang keduanya.
Rotter mengambil jurusan kimia di Brooklyn collage karena menurutnya lebih menjanjikan untuk bekerja, kemudian lulus pada tahun 1937 dan melanjutkan pascasarjana psikologi di University of Lowa.
Julian Rotter adalah seorang ahli teori pembelajaran sosial yang karyanya dianggap penting. Teori rotter menjembatani teori pembelajaran social tradisional dan teori yang lebih modern, teori sosial kognitif.
Menurut Rotter prilaku yang kita pilih tegantung dari seberapa besar kita mengharapkan prilaku kita akan mendatangkan hasil akhir yang positif (ekspektasi hasil [outcome expectancy]) dan seberapa besar kita menghargai reinforcement yang kita harapkan (nilai reinforcement [reinforcement value]). Disini teori Rotter berfokus pada alasan mengapa individu bertindak, dan prilaku mana yang akan individu tampilkan pada situasi tertentu.[11]

Teori Julian Rotter
Rotter menyebutkan kecenderungan kemunculan suatu perilaku tertentu dalam suatu situasi tertentu sebagai potensi perilaku (behavioral potential). Perilaku tersebut seperti : tertawa terbahak-bahak, lebih mungkin muncul pada beberapa situasi (selama film komedi) dan tidak mungkin muncul pada situasi lain (saat ujian akhir).
Rotter juga berpendapat bahwa individu lebih memilih reinforcement tertentu daripada yang lainnya, dan hal ini akan mempengaruhi kemungkinan munculnya perilaku yang akan muncul. Menurut Rotter reinforcement yang memiliki nilai tertinggi adalah reinforcement yang kita harapkan dapat membuat kita mendapatkan hal lain yang kita anggap penting seperti : uang, kehormatan, dll. Reinforcement sekunder ini memiliki nilai tinggi karena keterkaitannya dengan pemuasan kebutuhan psikologis yang penting.
Rotter mengembangkan 6 kebutuhan psikologis yang berkembang dari kebutuhan biologis, yaitu:

  •     Pengakuan status (kebutuhan untuk sukses, terlihat kompeten dan memiliki kedudukan social yang positif) 
  •            Dominasi (kebutuhan untuk mengatur orang lain, memiliki kekuasaan dan pengaruh) 
  •       Kebebasan (kebutuhan untuk membuat keputusan untuk dirinya sendiri) 
  •     Proteksi-dependensi (kebutuhan untuk mendapatkan perlindungan dari orang lain dan mendapatkan bantuan untuk mencapai tujuan) 
  •           Cinta dan afeksi (kebutuhan untuk disukai dan dijaga oleh orang lain) 
  •          Kenyamanan fisik (kebutuhan untuk tidak merasakan sakit, mencari kesenangan, merasa aman secara fisik, dan merasa nyaman secara psikologis)

Potensi perilaku, ekspektasi hasil dan nilai reinforcement membentuk apa yang disebut rotter sebagai Situasi psikologi. Situasi psikologis menggambarkan kombinasi unik perilaku potensial individu dan nilai perilaku potensial tersebut bagi dirinya. Di dalam situasi psikologis, ekspektasi dan nilai seseorang berinteraksi dengan batasan situsional untuk memberikan pengaruh besar terhadap perilaku.
Elemen utama dalam teori Rotter ini ialah konsep kontrol eksternal versus internal dari reinforcement, atau lokus kontrol. Rotter mengembanggkan skala lokus kontrol internal-eksternal yang mengukur keyakinan individu tentang faktor penentu perilakunya.
Dalam pandangan awalnya, Rotter melihat lokus kontrol sebagai variable perbedaan individual yang stabil yang memiliki dua dimensi (internal-eksternal) yang mempengaruhi berbagai perilaku dalam jumlah konteks yang berbeda. Orang yang mengatribusikan faktor eksternal tidak hanya percaya bahwa peristiwa terjadi di luar kontrol mereka, tetapi mereka juga menganggap bahwa peristiwa tersebut terjadi karena kesempatan atau kekuatan lain.
Orang yang lokus kontrol internal lebih berorientasi pada keberhasilan karena mereka menganggap perilaku mereka dapat menghasilkan efek positif dan juga mereka lebih cenderung tergolong ke dalam high-achiever. Orang dengan lokus kontrol eksternal cenderung kurang independen dan lebih mungkin menjadi depresif dan stres seperti yang diperkirakan oleh Rotter.




[1] Geogre Boeree, Personality Theories, (Jogjakarta : Prisma Shopie, 2006), h. 263-264
[2] Jess Feist dan Gregory J. Feist, Teory of Personality, 7th ed., diterjemahkan oleh Smita Prathita Sjahputri, Teori Kepribadian, Edisi 7-Buku 2, (Jakarta: Salemba Humanika, 2013), h. 200
[3] Ibid, h. 203
[4] Alwisol, Psikologi Kepribadaian, (Malang : UMM Press, 2009), h. 283
[5] Alwisol, Psikologi Kepribadian, h. 292
[6] Howard S. Friedman, Miriam W Scustack, Kepribadian Teori Klasik dan Riset Modern, (Jakarta : Erlangga, 2006), h. 277
[7] Lawrence A Pervin, Daniel Cervone, Oliver P John, Psikologi Kepribadian Teori & Penelitian, (Jakarta : Kencana Prenada Grup, 2004) h. 456-457
[8] ibid, h. 285

[9]  Howard S. Friedman, Miriam W Scustack, Kepribadian Teori Klasik dan Riset Modern, h. 283

[10] George Boeree, Personality Theories, h. 272-273
[11] Howard S. Friedman, dan Miriam W. Schustack,  Kepribadian Teori klasik dan riset Modern, h. 271

PSIKOLOGI INDIVIDU

Standard
"PSIKOLOGI INDIVIDU"

BAB II
PEMBAHASAN

A.                Pengertian Psikologi Individual

    Psikologi Individual mempunyai arti yang penting sebagai cara untuk memahami tingkah laku manusia. Pengertian seperti gambaran semu, rasa rendah diri, kompensasi, gaya hidup diri yang kreatif, memberi pedoman yang penting untuk memahami sesama manusia. Aliran ini tidak memberikan susunan yang teliti mengenai struktur, dinamika, serta perkembangan kepribadian, tetapi mementingkan perumusan petunjuk-petunjuk praktis untuk memahami sesama manusia. Karena itu justru dalam praktek pendidikanlah teori Adler ini punya arti yang sangat penting.
    Dalam uraian Gordon W. Allport, ia kemukakan definisi personality itu dari berbagai sudut pandangan seperti: Etymologi, Theology, Falsafat, Sosiologi, hukum dan psikologi, sehingga seluruhnya berjumlah 50 definisi. Dan selanjutnya kita akan mengutip sebagian yang lain dari uraian Allport itu, sekedar sebagai perbandingan pengertian personality menurut masing-masing sudut pandangan tersebut.[1]
Allport mengemukakan definisi sebagai berikut: “Kepribadian adalah Organisasi dinamis dari pada sistem-sistem rohani-jasmani (psychophysical) yang menentukan penyesuaianya yang unik terhadap lingkunganya.”
    Menurut Allport definisi yang ia kemukakan itu mencakup definisi yang dikemukakan aliran-aliran hierarchis, integrative, ajustive, dan distinctive. Ini berarti bahwa Allport ingin mengemukakan pikiran sintesis antara aliran-aliran modern dalam psikologi dewasa ini.

B.                 Sejarah Tokoh

   Gordon W. Allport dilahirkan di Indiana pada tahun 1897 tetapi dibesarkan serta mendapat pendidikan yang mula-mula di Cleveland. Ayahnya seorang dokter, saudaranya tiga orang semuanya laki-laki. Dia menyelesaikan pelajaran “undergraduate”-nya di Harvard University. Tahun 1919 menyelesaikan pelajarannya dengan keahlian pokok ilmu Ekonomi dan Filsafat. Setelah itu ia mengajar di istambul dalam Mata Kuliah Sosiologi dan Bahasa Inggris. Kemudian sesudah itu ia kembali lagi ke Havard untuk belajar dan tahun 1922 mendapat Ph.D. dalam Psikologi. Tahun 1922-1924 dia belajar di luar negeri, yaitu di Berlin, Hamburg, Cambridge (Inggris). Pengalaman dan belajarnya di Luar Negeri ini menyebabkan Allport besar perhatianya kepada soal-soal internasional, dan hal ini nyata sekali dalam kegiatan-kegiatanya selama dua puluh tahun berikutnya. Hal tersebut jugalah yang menyebabkan Allport menjadi juru tafsir psikologi jerman di Amerika Serikat selama kira-kira 10 tahun. Sekembalinya dari Eropa (1924) Allport menerima jabatan sebagai instruktur pada Departement of Social Ethics di Harvard. Jadi disini dia juga kembali ke-keahlianya yang dipelajarinya di Harvard dulu. Pada tahun 1962 dia diangkat sebagai guru besar pembantu dalam psikologi di Darmouth College, dia ada disana selama 4 tahun kemudian kembali lagi ke Harvard. Allport memegang peranan utama dalam pembentukan Departemen of Social Relations di Harvard University, suatu usaha untuk mengadakan integrasi secara sebagian (partial) dari pada psikologi, sosiologi, dan antropologi.[2]
     Karena latar belakang pengalamanya mengajar di perguruan- perguruan tinggi yang bertahun-tahun itu maka dalam tulisan-tulisanya Allport menunjukkan perhatianya yang besar pada segi didaktisnya.
    Bertentangan dengan penulis-penulis teknis lainya yang tujuanya yang utama menyusun pernyataan-pernyataan yang tak dapat dibantah dan tahan kritik Allport lebih mementingkan menyatakan soal-soal dalam bentuk yang melayang-layang dan provokatif. Hal yang demikian ini menyebabkan dia banyak mendapat kritik. Dalam pada itu masalah yang dikemukakanya banyak juga menjadi masalah umum bagi para ahli psikologi.
     Selama kariernya itu Allport banyak menerima kehormatan, antara lain dipilih sebagai presiden dari “The American Psychological Study of Social Issues”. Kecuali itu duabelas tahun lamanya dia sebagai editor “Journal of Abnormal and Social Psychology”, suatu majalah yang sangat besar pengaruhnya. Luas serta beragam-ragamnya karya Allport itu dapat dilihat dari tulisan-tulisanya.

C.                Pokok-Pokok Teori Allport
  1.  Struktur dan Dinamika Kepribadian
    Dalam teori-teori yang lain-lain dapat dipergunakan rangka pembicaraan struktur, dinamika, dan perkembangan kepribadian. Rangka ini tidak dapat dipakai untuk membicarakan teori Allport, karena bagi Allport struktur kepribadian itu terutama dinyatakan dalam sifat-sifat (traits) dan tingkah laku didorong oleh sifat-sifat (traits). Jadi struktur dan dinamika itu pada umumnya satu dan sama.
     Sikap eklektis Allport nyata sekali dalam banyak konsepsi (pengertian) yang diterimanya sebagai sesuatu yang berguna untuk memahami tingkah laku manusia Allport berpendapat bahwa masing-masing pengertian refleks bersyarat, kebiasaan, sikap, sifat, diri (self) dan kepribadian itu kesemuanya masing-masing adalah bermanfaat.
     Tetapi walaupun semua pengertian itu diterima dan dianggap penting, namun tekanan utama diletakkanya pada sifat (trait), sedang disamping itu sikap (attitude) dan intensi (intentions) diberinya kedudukan yang kira-kira sama, sehingga ada yang menanamkan psikologi Allport itu adalah “trait psychology”. Dalam teori Allport ini kedudukan pengertian trait dapat dibandingkan dengan kedudukan pengertian need pada Murray dan libido pada freud, sentimen pada McDougall. Sebelum berbicara sampai mengunsur tentang trait itu terlebih dahulu marilah kita pelajari definisi Allport tentang kepribadian. 
  •    Kepribadian, Watak dan Temperamen
a.       Kepribadian
     Istilah “kepribadian” (Personality) Sesungguhnya memiliki banyak arti. Bermula dari bahasa Latin yaitu persona pada mulanya persona ini menunjuk kepada topeng yang biasa digunakan oleh para sandiwarawan di zaman Romawi dalam memainkan peran perannya, dari situlah lambat laun kata Persona berubah menjadi satu istilah yang mengacu pada gambaran sosial tertentu yang diterima oleh individu dari kelompok atau masyarakatnya.[3] Dalam uraian Gordon W. Allport, ia mengatakan definisi personality itu dari berbagai sudut pandangan seperti: Etymology, Theology, Sosiologi, Hukum, dan Psikologi, sehingga seluruhnya berjumlah 50 definisi.[4] Bagi Allport definisi bukanlah sesuatu yang boleh dipandang enteng. Sebelum sampai kepada definisinya sendiri dia mengemukakan dan membahas lima puluh definisi yang dikemukakan oleh para ahli dalam bidang tersebut.

b.      Watak (Karakter)
     Walaupun istilah kepribadian dan watak sering dipergunakan secara bertukar-tukar, namun Allport menunjukan, bahwa biasanya kata watak menunjukkan arti normatif, dia menyatakan bahwa character is personality evaluated and personality is character devaluated”.[5]

c.       Temperamen
       Bagi Allport temperamen adalah bagian khusus dari kepribadian yang diberikan definisi demikian:
“Temperamen adalah gejala karakteristik daripada sifat emosi individu, termasuk juga mudah tidaknya kena rangsangan emosi, kekuatan serta kecepatan bereaksi, kualitas kekuatan suasana hatinya, segala cara daripada fluktuasi dan intensitas suasana hati; gejala ini tergantung kepada faktor konstitusional, dan karenanya terutama berasal dari keturunan”.
  •    Sifat
a.       Sifat
    Sifat adalah tendens determinasi atau predisposisi dan diberinya definisi demikian: “Sifat adalah sistem neuropsikis yang digeneralisasikan dan diarahkan, dengan kemampuan untuk menghadapi bermacam-macam perangsang secara sama, memulai serta membimbing tingkah laku adaptif dan ekspresif secara sama” (Alport, 1951, p 289), yang perlu dicatat mengenai definisi diatas adalah ini ialah tekan terhadap individualistis dan kesimpulan bahwa kecenderungan itu tidak hanya terikat kepada sejumlah kecil perangsang atau reaksi, melainkan dengan seluruh pribadi manusia. Pernyataan “sistem neuropsikis” menunjukkan jawaban affirmatif yang diberikan oleh Alport terhadap pertanyaan apakah “trait” itu benar-benar ada pada idividu. 

b.      Perbedaan sifat dengan beberapa pengertian yang lain
  •   Kebiasaan (Habbit)
Sifat (trait) dan kebiasaan kedua-duanya adalah tendens determinasi, akan tetapi sifat itu lebih umum, baik dalam situasi yang dicocokinya, maupun dalam response yang terjelma darinya.
  •     Sikap (attitude)
Perbedaan antara pengertian sifat (trait) dan sikap (attitude) sukar diberikan. Bagi alport kedua-duanya itu adalah predisposisi untuk berespons, kedua-duanya adalah khas, kedua-duanya dapat memulai atau membimbing tingkah laku; kedua-duanya adalah hasil dari faktor genetis dan belajar. Namun kalau diteliti ada juga perbedaan diantara kedua hal itu. Sikap; berhubungan dengan satu Objek, sedangkan Sifat; tidak.

c.       Sifat-sifat Umum dan Individual
     Suatu hal yang sangat penting di dalam mempelajari teori Alport ini ialah berusaha mengerti mengenai perbedaannya antara sifat-sifat umum (bersama) dan sifat-sifat individualnya. Dia menyatakan bahwa di dalam kenyataantidak pernah ada dua individu mempunyai sifat-sifat yang benar-benar sama. Walaupun mungkin ada kemiripan dalam struktur sifat dari individu-individu namun selalu ada corak yang khas mengenai cara bekerjanya sifat-sifat itu pada tiap individu yang menyebabkan adanya perbedaan semua sifat itu adalah sifat individual, artinya khas dan hanya dapat dikenakan kepada satu individu.
Walaupun tidak ada sesuatu sifat yang dapat diamati pada lebih dari satu individu, namun Alport mengakui bahwa karena pengaruh-pengaruh yang sama  dari masyarakat dan kesamaan-kesamaan biologis yang mempengaruhi perkembangan individu, ada sejumlah kecil cara-cara penyesuaian diri yang secara kasar (garis besar) dapat dibandingkan. Jadi penyelidik mungkin menyusun ketentuan-ketentuan yang menunjukkan aspek-aspek yang sama daripada sifat-sifat individual dan yang mempunyai nilai prediktif kasar, inilah sifat Umum.

d.      Sifat pokok, Sifat sentral dan Sekunder
     Dimuka sudah dikatakan bahwa sifat-sifat itu mengatakan prediposisi-predisposisi umum bagi tingkah laku. Dalam pada itu masih pokoknya mempunyai taraf keumunan yang sama, dan apabila tidak bagaimanakah cara membedabedakannya? Allport membedakan antara sifat pokok, Sentral dan Sekunder.
  • Ø  Sifat Pokok
Sifat Pokok ini demikian menonjolnya (dominannya) sehingga hanya sedikit saja kegiatan-kegiatan yang tidak dapat dicari, baik secara langsung maupun tidak langsung bahwa kegiatan itu berlangsung karena pengaruhnya.
  • Ø  Sifat Sentral
Sifat-sifat sentral ini lebih Khas, dan merupakan kecenderungan-kecenderungan individu yang sangat khas/karakteristik seiring berfungsi dan mudah ditandai.
  • Ø  Sifat Sekunder
Sifat Sekunder ini nampaknya berfungsinya lebih terbatas, kurang menentukan didalam deskripsi kepribadian, dan lebih terpusat atau khusus pada response-response yang didasarnyaserta perangsang-perangsang yang dicocokinya.
  
e.       Sifat-sifat ekspresif
     Kecuali yang telah dikemukakan itu, masih ada sifat-sifat yang lain; yaitu sifat disposisiyang memberi warna atau mempengaruhi bentuk tingkah laku, tetapi yang pada kebanyakan orang tidak mempunyai sifat mendorong. Contoh sifat-sifat ekspresif ini ialah melagak, ulet, dan sebagainya. Adapun tujuan yang dikejar orang sifat-sifat ini dapat bekerja,dapat memberi warna kepada tingkah lakunya.

f.       Kebebasan sifat-sifat
     Sejauh manakah sifat-sifat itu ada sebagai sistem tingkah laku yang bekerja tanpa mengingat sistem-sistem yang lain? Apakah kerjanya sesuatu sifat tertentu itu selalu disyaratkan oleh sifat-sifat yang lain? Allport berpendapat bahwa sifat-sifat itu dapat ditandai bukan oleh sifat bebasnya yang kaku tetapi terutama oleh kualitas memusatnya. Jadi sifat itu cenderung untuk mempunyai pusat; disekitar pusat itulah pengaruhnya berfungsi; tetapi tingkah laku yang ditimbulkannya juga secara serempak dipengaruhi oleh sifat yang lain. Tidak ada batas yang tajam antara sifat satu dengan yang lain. Kebebasan sifat-sifat umum yang didefinisikan secara sekehendak seperti dalam sementara penyelidik-penyelidik psikomatris, merupakan salah satu dari kelemahan –kelemahannya sebagai representasi yang tepat daripada tingkah laku. Saling pengaruh atau saling berhubungannya bermacam-macam sifat itu juga merupakan salah satu sebab adanya kenyataan bahwa mungkin membuat metode-metode klasifikasi yang benar-benar memuaskan.[6]

g.      Konsistensi Sifat-sifat
     Jelas bahwa kesimpulan yang dipergunakan untuk menandai sifat adalah konsistensinya. Jadi sifat itu tidak dapat dikenal hanya keteraturan atau ketetapannya didalam individu bertingkah laku. Kenyataannya, bahwa ada banyak sifat-sifat yang saling menutup satu sama lain yang serempak aktif menunjukkan bahwa ketidak tetapan yang jelas didalam tingkah individu relatif akan sering diketemukan. Selanjutnya, kenyataan bahwa sifat itu terorganisasi secara khas individual memberi kesimpulan bahwa sifat-sifat itu meliputi unsur-unsur yang nampaknya tidak tetap apabila dipandang dari segi normatif atau dari luar. Jadi, orang menyaksikan ketidaktetapan tingkah laku yang sebenarnya mencerminkan batin yang tetap terorganisir secara khas. Hal ini tidak berarti, bahwa setiap kepribadian itu mempunya integrasi sempurna. Disosiasi dan pendesakan/penekanan mungkin ada dalam tiap kehidupan. Tetapi biasanya ketetapan itu adanya yang sebenarnya lebih daripada apa yang dapat dicari oleh metode-metode psikologis.[7]

h.      Intensi
     Lebih penting dari penyelidikan mengenaimasa lampau ialah penyelidikan mengenai intensi atu keinginan individu mengenai masa depannya. Istilah intensi digunakan dalam arti yang meliputi pengertian: harapan-harapan, keinginan-keinginan, ambisi, cita-cita seseorang. Menurut Allport intensi ini dapt disejajarkan dengan apa yang disebut freud ich ideal dan apa yang disebut C. Buhler Bestimung.
       Dalam hal inilah terlihat jelas perbedaan Allport dengan lain-lain ahli teori kepribadian dewasa ini. Teori Allport menunjukkan bahwa apa yang akan dicoba dilakukan oleh seseorang merupakan kunci  dan hal yang terpenting bagi apa yang dikerjakannya sekarang. Jadi kalau dewasa ini banyak ahli yang mengutamakan masa lampau, maka pendapat Allport itu mirip sekali dengan pendapat Alder dan Jung; walaupun tidak ada alasan yang mengatakan adanya pengaruh dari mereka ini.
  •    Proprium
     Ada orang memberi julukan kepada Alport sebagai seorang “Ego” atau “Self” Psycologist, tetapi julukan itu hanya sebagaian saja tepat. Pada masa akhir-akhir ini (1943: The Ego in Conteporary Psicology; 1955: Becoming: Basic Consideration for a Psicology of Personality) dia banyak mempersoalkan Ego dan Self.[8] Di dalam tulisan yang lebih dahulu (1937) dia agak menghindarkan diri dari persoalan itu. Namun toh akhirnya dia sampai kepada pertanyaan “Apakah Konsep Self itu Perlu?” Jawabnya hati hati sekali. Dengan maksud untuk menghindarkan diri dari kekaburan serta arti khusus mengenai istilah itu.
     Allport mengemukakan bahwasannya fungsi Self dan Ego disebut juga sebagai fingsi Proprium dari pada kepribadian. Fungsi ini (termasuk kesadaran jasmani, self identity, self teem, self extention, rational thinking, self image dll) merupakan bagian-bagian vital daripada kepribadian. Dalam bidang inilah terdapat akar daripada ketetapan yang menandai sikap intensi dan evaluasi. Propriun itu tumbuh bukan bawahan sejak lahir, melainkan berkembang disaat perkembangan individu.
  •    Otonomi Fungsional
     Pengertian yang dikemukakan oleh Allport ini sangat terkenal di dalam dunia psikologi, akan tetapi banyak juga yang menentang atas pengertiannya akan Otonomi Fungsional.
      Pada pokoknya prinsip itu menyatakan, bahwa aktivitas tertentu atau bentuk tingkah laku tertentu dapat menjadi akhir atau tujuan tersendiri walaupun dalam kenyataannya mula-mula terjadi karena sesuatu alasan lain. Tiap tingkah laku, sederhana atau kompleks, walaupun mula-mula diasalkan dari tegangan organis, dapat terus berlangsung dengan sendirinya tanpa adanya faktor biologis yang memperkuatnya lagi.
     Maka dari itu, perlu diingat banwa Otonomi Fungsional berbeda daripada pengertian umum bahwa suatu tingkah laku itu, misalnya; mula-mula pemburu itu berburu untuk mencari makan, kalau ini sudah terpenuhi, dia berburu untuk menyatakan dasar agresinya.
     Perumusan ini masih mengembalikan tingkah laku itu kepada alasan yang primitif, atau yang dibawa sejak lahir. Otonomi Fungsional menyatakan bahwa pemburu akan tetap berburu walaupun tidak ada arti instrumentalnya, artinya tanpa ada dorongan agresi atau kebutuhan-kebutuhan yang lebih pokok dari itu yang mendasari perbuatan itu. Jadi dapat terjadi pemburu itu berburu karena suka berburu. Dan hal inilah yang dihindari.
    Dalam memberikan alasan atas konsepnya tersebut, Allport mengemukakan kepada konsepnya dalam segala bidang yang telah dia Teliti, walaupun alasan yang menimbulkan response itu tidak lagi ada, sebagai berikut;
  • Ø  Refleks Sirkuler
Banyak tingkah laku anak-anak yang diulang-ulang terus, dengan tidak henti-hentinyamengoceh dan permainan-permainan pada taraf permulaan; perbuatan yang selalu diulang-ulang ini menurut Allport merupakan contoh daripada Otonomi Fungsional karena untuk melakukan perbuatan itu tidak membutuhkan dorongan yang pokok. Perbuatan itu sendiri berlangsung sampai dihambat oleh perbuatan yan baru atau sampai lelah.
  • Ø  Conative Perseveration
Tugas yang mendapat interupsi cenderung untuk lebih diingat dari pada tugas yang telah selesai. Penyelesaian tugas itu sendiri merupakan quasi need yang punya kekuatan dinamis.
  • Ø  Reflek Bersyarat tanpa “Reinforcement”
Reflek bersyaratnya, apabila perangsang bersayaratnya tidak disertai reinforcement akan hilang. Tetapi dalam kehidupan banyak hal-hal yang hanya terjadi terjadi sekali (tanpa reinforcement), namun tetap pengaruhnya terhadap tingkah laku. Misalnya pengalaman traumatis yang tetap mempengaruhi kehidupan jiwa. (Allport, 1951, p, 198-199)
  • Ø  Neurosis
Tics, PerseverasibSeksual, Phobia, sering sangat melekat kepada pribadi manusia, sehingga sulit sekali disembuhkan, bahkan psikoanalisis pun sering kali tak dapat memberikan penyembuhan yang sempurna, mengapa? Menurut Allport, apa yang biasa disebut Syimptoom itu lebih dari itu. Tics dan yang lainnya itu lalu merupakan merupakan dorongan tersendiri.[9]

2.    Perkembangan Kepribadian

   Secara sederhana dapat dikatakan bahwa kepribadian adalah seluruh pribadi itu yakni: Bgaimana seseorang itu merasakan berbuat, baik secara sadar ataupun tidak disadari, sebagaimana dinyatakan dalam interaksi dengan lingkunganya.
   Kepribadian selalu berada dalam suatu proses sedang menjadi sesuatu yang lain, sambil tetap mempertahankan kelangsungan (kontinuitas) yang menyebabkan mudah dikenal dalam berbagai situasi, waktu, dari lahir sampai kematian.[10]
Melihat Teori otonomi fungsional itu nyatalah bahwa individu itu dari lahir itu mengalami perubahan-perubahan yang penting.

a.       Kanak-Kanak
Neonatus:
    Allport memandang neonatus itu semata-mata sebagai makhluk yang diperlengkapi dengan keturunan-keturunan, dorongan-dorongan/nafsu-nafsu dan reflek-reflek. Jadi belum memiliki bermacam-macam sifat yang kemudian dimilikinya. Dengan kata lain belum memiliki kepribadian. Pada waktu lahir ini anak telah mempunyai potensi-potensi baik fisik maupun tempramen, yang aaktualisasinya tergantung kepada perkembangan dan kematangan. Kecuali itu neonatus telah memiliki refleks-refleks tertentu (mengisap, menelan) serta melakukan gerakan-gerakan yang masih belum terdiferensiasikan, dimana hampir semua gerakan otot-otot itu ikut digerakkan.

b.      Transformasi Kanak-kanak
   Perkembangan itu melewati garis-garis yang berganda. Bermacam-macam mekanisme atau prinsip dipakai untuk membuat deskripsi mengenai perubahan-perubahan sejak kanak-kanak sampai dewasa itu:
·         Diferensiasi
·         Integrasi
·         Pemaksaan (maturations)
·         “belajar”
·         Kesadaran diri (self-consciousness)
·         Segesti
·         Self-esteem
·         Inferiority, dan kompensasi
·         Mekanisme-mekanisme psikoanalitis
·         Otonomi fungsional
·         Reorientasi mendadak trauma
·         Extension of self
·         Self-obyektification, instink dan humor
·         Pandangan hidup pribadi (personal Weltanschauung)

    Menurut Allport manusia itu adalah organisme yang pada waktu lahirnya adalah makhluk biologis, lalu berubah/berkembang menjadi individu yang egonya selalu berkembang, struktur sifat-sifatnya meluas dan merupakan inti dari pada tujuan-tujuan dan aspirasi-aspirasi masa depan.

c.       Orang Dewasa
   Pada orang dewasa faktor-faktor yang menentukan tingkah laku adalah sifat-sifat (traits) yang terorganisasikan dan selaras. Sifat-sifat ini timbul dalam berbagai cara dari perlengkapan-perlengkapan yang dimiliki neonatus.
   Menurut Allport pribadi yang telah dewasa itu pada pokoknya harus memiliki hal-hal yang tersebut dibawah ini:
  •          Extension of self
     Yaitu bahwa hidupnya tidak harus terikat secara sempit kepada kegiatan-kegiatan yang erat hubunganya dengan kebutuhan-kebutuhan serta kewajiban-kewajiban yang langsung. Dia harus dapat mengambil bagian dan menikmati bermacam-macam kegiatan. Suatu hal yang penting daripada extentions of the self itu ialah proyeksi ke masa depan: merencanakan, mengharapkan (planning, hopping).
  •       Self-Objectification
Ada dua komponen pokok dalam hal ini, ialah humor dan insight.
a.       Insight
Apa yang dimaksud insight disini ialah kecakapan individu untuk mengerti dirinya.
b.      Humor
c.     Yang dimaksud dengan humor disini tidak hanya berarti kecakapan untuk mendapatkan kesenangan dan hal yang mentertawakan saja, melainkan juga kecakapan untuk mempertahankan hubungan positif dengan dirinya sendiri dan obyek-obyek yang disenangi, serta menyadari adanya ketidakselarasan dalam hal ini.
  •        Falsafat Hidup (Weltanschauung, philosophy of life)
    Walaupun individu itu harus dapat obyektif dan bahkan menikmati kejadian-kejadian dalam hidupnya, namun mestilah ada latar belakang yang mendasari segala sesuatu yang dikerjakanya, yang memberinya arti dan tujuan. Religi merupakan salah satu hal yang penting dalam hal ini.

DAFTAR PUSTAKA

Suryabrata, Sumadi, 2013. Psikologi Kepribadian, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Patty, F. 1972. Pengantar Psikologi Umum, Surabaya: Usaha Nasional.
Koeswara, E. 1986. Teori-Teori Kepribadian, Psikoanalisis, Behaviorisme, Humanistik.  Bandung: PT. Eresco.
D.Gunarsa, Singgih. 1986. Psikologi Perawatan. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.

Corey, Gerald. 2005. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT. Refika Aditama.





[1] F. Patty MA., Pengantar Psikologi Umum, (Surabaya: Usaha Nasional, 1972)  Hal. 145
[2] Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013)  Hal 200
[3] Koeswara, Teori-teori Kepribadian, (Bandung:PT. Eresco, 1986) Hal 10.
[4] F. Patty, Pengantar Psikologi Umum, (Surabaya: PT. Usaha Nasional 1982) Hal 145
[5] Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013)  Hal 207

[6]Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013)  Hal 213
[7] Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013)  Hal 214
[8] Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013)  Hal 215
[9] Sumadi Suryabrata,  Psikologi Kepribadian,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013)  Hal.  217-219
[10] Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perawatan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987) Hal. 22