"PSIKOLOGI INDIVIDU"
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Psikologi Individual
Psikologi Individual mempunyai arti yang penting sebagai cara untuk
memahami tingkah laku manusia. Pengertian seperti gambaran semu, rasa rendah
diri, kompensasi, gaya hidup diri yang kreatif, memberi pedoman yang penting
untuk memahami sesama manusia. Aliran ini tidak memberikan susunan yang teliti
mengenai struktur, dinamika, serta perkembangan kepribadian, tetapi
mementingkan perumusan petunjuk-petunjuk praktis untuk memahami sesama manusia.
Karena itu justru dalam praktek pendidikanlah teori Adler ini punya arti yang
sangat penting.
Dalam uraian Gordon W. Allport, ia kemukakan definisi personality itu dari
berbagai sudut pandangan seperti: Etymologi, Theology, Falsafat, Sosiologi,
hukum dan psikologi, sehingga seluruhnya berjumlah 50 definisi. Dan selanjutnya
kita akan mengutip sebagian yang lain dari uraian Allport itu, sekedar sebagai
perbandingan pengertian personality menurut masing-masing sudut pandangan
tersebut.[1]
Allport mengemukakan definisi sebagai berikut: “Kepribadian adalah
Organisasi dinamis dari pada sistem-sistem rohani-jasmani (psychophysical) yang
menentukan penyesuaianya yang unik terhadap lingkunganya.”
Menurut Allport definisi yang ia kemukakan itu mencakup definisi yang
dikemukakan aliran-aliran hierarchis, integrative, ajustive, dan distinctive.
Ini berarti bahwa Allport ingin mengemukakan pikiran sintesis antara
aliran-aliran modern dalam psikologi dewasa ini.
B.
Sejarah Tokoh
Gordon W. Allport dilahirkan di Indiana pada tahun 1897 tetapi dibesarkan
serta mendapat pendidikan yang mula-mula di Cleveland. Ayahnya seorang dokter,
saudaranya tiga orang semuanya laki-laki. Dia menyelesaikan pelajaran “undergraduate”-nya
di Harvard University. Tahun 1919 menyelesaikan pelajarannya dengan keahlian
pokok ilmu Ekonomi dan Filsafat. Setelah itu ia mengajar di istambul dalam Mata
Kuliah Sosiologi dan Bahasa Inggris. Kemudian sesudah itu ia kembali lagi ke Havard
untuk belajar dan tahun 1922 mendapat Ph.D. dalam Psikologi. Tahun 1922-1924
dia belajar di luar negeri, yaitu di Berlin, Hamburg, Cambridge (Inggris).
Pengalaman dan belajarnya di Luar Negeri ini menyebabkan Allport besar
perhatianya kepada soal-soal internasional, dan hal ini nyata sekali dalam
kegiatan-kegiatanya selama dua puluh tahun berikutnya. Hal tersebut jugalah
yang menyebabkan Allport menjadi juru tafsir psikologi jerman di Amerika
Serikat selama kira-kira 10 tahun. Sekembalinya dari Eropa (1924) Allport
menerima jabatan sebagai instruktur pada Departement of Social Ethics di
Harvard. Jadi disini dia juga kembali ke-keahlianya yang dipelajarinya di
Harvard dulu. Pada tahun 1962 dia diangkat sebagai guru besar pembantu dalam
psikologi di Darmouth College, dia ada disana selama 4 tahun kemudian kembali
lagi ke Harvard. Allport memegang peranan utama dalam pembentukan Departemen of
Social Relations di Harvard University, suatu usaha untuk mengadakan integrasi
secara sebagian (partial) dari pada psikologi, sosiologi, dan antropologi.[2]
Karena latar belakang pengalamanya mengajar di perguruan- perguruan tinggi
yang bertahun-tahun itu maka dalam tulisan-tulisanya Allport menunjukkan
perhatianya yang besar pada segi didaktisnya.
Bertentangan dengan penulis-penulis teknis lainya yang tujuanya yang utama
menyusun pernyataan-pernyataan yang tak dapat dibantah dan tahan kritik Allport
lebih mementingkan menyatakan soal-soal dalam bentuk yang melayang-layang dan
provokatif. Hal yang demikian ini menyebabkan dia banyak mendapat kritik. Dalam
pada itu masalah yang dikemukakanya banyak juga menjadi masalah umum bagi para
ahli psikologi.
Selama kariernya itu Allport banyak menerima kehormatan, antara lain
dipilih sebagai presiden dari “The American Psychological Study of Social
Issues”. Kecuali itu duabelas tahun lamanya dia sebagai editor “Journal of
Abnormal and Social Psychology”, suatu majalah yang sangat besar pengaruhnya.
Luas serta beragam-ragamnya karya Allport itu dapat dilihat dari
tulisan-tulisanya.
C.
Pokok-Pokok Teori Allport
- Struktur dan Dinamika Kepribadian
Dalam teori-teori yang lain-lain dapat
dipergunakan rangka pembicaraan struktur, dinamika, dan perkembangan
kepribadian. Rangka ini tidak dapat dipakai untuk membicarakan teori Allport,
karena bagi Allport struktur kepribadian itu terutama dinyatakan dalam
sifat-sifat (traits) dan tingkah laku
didorong oleh sifat-sifat (traits). Jadi
struktur dan dinamika itu pada umumnya satu dan sama.
Sikap eklektis Allport nyata sekali dalam banyak
konsepsi (pengertian) yang diterimanya sebagai sesuatu yang berguna untuk
memahami tingkah laku manusia Allport berpendapat bahwa masing-masing pengertian
refleks bersyarat, kebiasaan, sikap, sifat, diri (self) dan kepribadian itu kesemuanya masing-masing adalah
bermanfaat.
Tetapi walaupun semua pengertian itu diterima dan
dianggap penting, namun tekanan utama diletakkanya pada sifat (trait), sedang
disamping itu sikap (attitude) dan intensi (intentions) diberinya kedudukan
yang kira-kira sama, sehingga ada yang menanamkan psikologi Allport itu adalah
“trait psychology”. Dalam teori Allport ini kedudukan pengertian trait dapat
dibandingkan dengan kedudukan pengertian need pada Murray dan libido pada
freud, sentimen pada McDougall. Sebelum berbicara sampai mengunsur tentang
trait itu terlebih dahulu marilah kita pelajari definisi Allport tentang
kepribadian.
- Kepribadian, Watak dan Temperamen
a. Kepribadian
Istilah “kepribadian” (Personality) Sesungguhnya
memiliki banyak arti. Bermula dari bahasa Latin yaitu persona pada mulanya
persona ini menunjuk kepada topeng yang biasa digunakan oleh para sandiwarawan
di zaman Romawi dalam memainkan peran perannya, dari situlah lambat laun kata
Persona berubah menjadi satu istilah yang mengacu pada gambaran sosial tertentu
yang diterima oleh individu dari kelompok atau masyarakatnya.[3]
Dalam uraian Gordon W. Allport, ia mengatakan definisi personality itu dari
berbagai sudut pandangan seperti: Etymology, Theology, Sosiologi, Hukum, dan
Psikologi, sehingga seluruhnya berjumlah 50 definisi.[4]
Bagi Allport definisi bukanlah sesuatu yang boleh dipandang enteng. Sebelum
sampai kepada definisinya sendiri dia mengemukakan dan membahas lima puluh
definisi yang dikemukakan oleh para ahli dalam bidang tersebut.
b. Watak (Karakter)
Walaupun istilah kepribadian dan watak sering
dipergunakan secara bertukar-tukar, namun Allport menunjukan, bahwa biasanya
kata watak menunjukkan arti normatif, dia menyatakan bahwa character is
personality evaluated and personality is character devaluated”.[5]
c. Temperamen
Bagi Allport temperamen adalah bagian khusus dari
kepribadian yang diberikan definisi demikian:
“Temperamen adalah gejala karakteristik daripada sifat
emosi individu, termasuk juga mudah tidaknya kena rangsangan emosi, kekuatan
serta kecepatan bereaksi, kualitas kekuatan suasana hatinya, segala cara
daripada fluktuasi dan intensitas suasana hati; gejala ini tergantung kepada
faktor konstitusional, dan karenanya terutama berasal dari keturunan”.
- Sifat
Sifat adalah tendens determinasi atau
predisposisi dan diberinya definisi demikian: “Sifat adalah sistem
neuropsikis yang digeneralisasikan dan diarahkan, dengan kemampuan untuk
menghadapi bermacam-macam perangsang secara sama, memulai serta membimbing
tingkah laku adaptif dan ekspresif secara sama” (Alport, 1951, p 289), yang
perlu dicatat mengenai definisi diatas adalah ini ialah tekan terhadap
individualistis dan kesimpulan bahwa kecenderungan itu tidak hanya terikat
kepada sejumlah kecil perangsang atau reaksi, melainkan dengan seluruh pribadi
manusia. Pernyataan “sistem neuropsikis” menunjukkan jawaban affirmatif yang
diberikan oleh Alport terhadap pertanyaan apakah “trait” itu benar-benar ada pada
idividu.
b. Perbedaan sifat dengan beberapa
pengertian yang lain
- Kebiasaan (Habbit)
Sifat (trait) dan kebiasaan kedua-duanya adalah tendens determinasi, akan
tetapi sifat itu lebih umum, baik dalam situasi yang dicocokinya, maupun dalam
response yang terjelma darinya.
- Sikap (attitude)
Perbedaan antara pengertian sifat (trait) dan sikap (attitude) sukar
diberikan. Bagi alport kedua-duanya itu adalah predisposisi untuk berespons,
kedua-duanya adalah khas, kedua-duanya dapat memulai atau membimbing tingkah laku;
kedua-duanya adalah hasil dari faktor genetis dan belajar. Namun kalau diteliti
ada juga perbedaan diantara kedua hal itu. Sikap; berhubungan dengan
satu Objek, sedangkan Sifat; tidak.
c. Sifat-sifat Umum dan Individual
Suatu hal yang sangat penting di dalam
mempelajari teori Alport ini ialah berusaha mengerti mengenai perbedaannya
antara sifat-sifat umum (bersama) dan sifat-sifat individualnya. Dia menyatakan
bahwa di dalam kenyataantidak pernah ada dua individu mempunyai sifat-sifat
yang benar-benar sama. Walaupun mungkin ada kemiripan dalam struktur sifat dari
individu-individu namun selalu ada corak yang khas mengenai cara bekerjanya
sifat-sifat itu pada tiap individu yang menyebabkan adanya perbedaan semua
sifat itu adalah sifat individual, artinya khas dan hanya dapat dikenakan
kepada satu individu.
Walaupun tidak ada sesuatu sifat yang dapat
diamati pada lebih dari satu individu, namun Alport mengakui bahwa karena
pengaruh-pengaruh yang sama dari
masyarakat dan kesamaan-kesamaan biologis yang mempengaruhi perkembangan
individu, ada sejumlah kecil cara-cara penyesuaian diri yang secara kasar
(garis besar) dapat dibandingkan. Jadi penyelidik mungkin menyusun
ketentuan-ketentuan yang menunjukkan aspek-aspek yang sama daripada sifat-sifat
individual dan yang mempunyai nilai prediktif kasar, inilah sifat Umum.
d. Sifat pokok, Sifat sentral dan
Sekunder
Dimuka sudah dikatakan bahwa sifat-sifat itu
mengatakan prediposisi-predisposisi umum bagi tingkah laku. Dalam pada itu masih
pokoknya mempunyai taraf keumunan yang sama, dan apabila tidak bagaimanakah
cara membedabedakannya? Allport membedakan antara sifat pokok, Sentral dan
Sekunder.
- Ø Sifat Pokok
Sifat Pokok ini demikian menonjolnya (dominannya) sehingga hanya sedikit
saja kegiatan-kegiatan yang tidak dapat dicari, baik secara langsung maupun
tidak langsung bahwa kegiatan itu berlangsung karena pengaruhnya.
- Ø Sifat Sentral
Sifat-sifat sentral ini lebih Khas, dan merupakan
kecenderungan-kecenderungan individu yang sangat khas/karakteristik seiring
berfungsi dan mudah ditandai.
- Ø Sifat Sekunder
Sifat Sekunder ini nampaknya berfungsinya lebih terbatas, kurang
menentukan didalam deskripsi kepribadian, dan lebih terpusat atau khusus pada
response-response yang didasarnyaserta perangsang-perangsang yang dicocokinya.
e. Sifat-sifat ekspresif
Kecuali yang telah dikemukakan itu,
masih ada sifat-sifat yang lain; yaitu sifat disposisiyang memberi warna atau
mempengaruhi bentuk tingkah laku, tetapi yang pada kebanyakan orang tidak
mempunyai sifat mendorong. Contoh sifat-sifat ekspresif ini ialah melagak,
ulet, dan sebagainya. Adapun tujuan yang dikejar orang sifat-sifat ini dapat
bekerja,dapat memberi warna kepada tingkah lakunya.
f. Kebebasan sifat-sifat
Sejauh manakah sifat-sifat itu
ada sebagai sistem tingkah laku yang bekerja tanpa mengingat sistem-sistem yang
lain? Apakah kerjanya sesuatu sifat tertentu itu selalu disyaratkan oleh
sifat-sifat yang lain? Allport berpendapat bahwa sifat-sifat itu dapat ditandai
bukan oleh sifat bebasnya yang kaku tetapi terutama oleh kualitas memusatnya.
Jadi sifat itu cenderung untuk mempunyai pusat; disekitar pusat itulah pengaruhnya
berfungsi; tetapi tingkah laku yang ditimbulkannya juga secara serempak
dipengaruhi oleh sifat yang lain. Tidak ada batas yang tajam antara sifat satu
dengan yang lain. Kebebasan sifat-sifat umum yang didefinisikan secara
sekehendak seperti dalam sementara penyelidik-penyelidik psikomatris, merupakan
salah satu dari kelemahan –kelemahannya sebagai representasi yang tepat
daripada tingkah laku. Saling pengaruh atau saling berhubungannya
bermacam-macam sifat itu juga merupakan salah satu sebab adanya kenyataan bahwa
mungkin membuat metode-metode klasifikasi yang benar-benar memuaskan.[6]
g. Konsistensi Sifat-sifat
Jelas bahwa kesimpulan yang
dipergunakan untuk menandai sifat adalah konsistensinya. Jadi sifat itu tidak
dapat dikenal hanya keteraturan atau ketetapannya didalam individu bertingkah
laku. Kenyataannya, bahwa ada banyak sifat-sifat yang saling menutup satu sama
lain yang serempak aktif menunjukkan bahwa ketidak tetapan yang jelas didalam
tingkah individu relatif akan sering diketemukan. Selanjutnya, kenyataan bahwa
sifat itu terorganisasi secara khas individual memberi kesimpulan bahwa
sifat-sifat itu meliputi unsur-unsur yang nampaknya tidak tetap apabila
dipandang dari segi normatif atau dari luar. Jadi, orang menyaksikan
ketidaktetapan tingkah laku yang sebenarnya mencerminkan batin yang tetap
terorganisir secara khas. Hal ini tidak berarti, bahwa setiap kepribadian itu
mempunya integrasi sempurna. Disosiasi dan pendesakan/penekanan mungkin ada
dalam tiap kehidupan. Tetapi biasanya ketetapan itu adanya yang sebenarnya
lebih daripada apa yang dapat dicari oleh metode-metode psikologis.[7]
h. Intensi
Lebih penting dari penyelidikan
mengenaimasa lampau ialah penyelidikan mengenai intensi atu keinginan individu
mengenai masa depannya. Istilah intensi digunakan dalam arti yang meliputi
pengertian: harapan-harapan, keinginan-keinginan, ambisi, cita-cita seseorang.
Menurut Allport intensi ini dapt disejajarkan dengan apa yang disebut freud ich
ideal dan apa yang disebut C. Buhler Bestimung.
Dalam hal inilah terlihat jelas perbedaan Allport
dengan lain-lain ahli teori kepribadian dewasa ini. Teori Allport menunjukkan
bahwa apa yang akan dicoba dilakukan oleh seseorang merupakan kunci dan hal yang terpenting bagi apa yang dikerjakannya
sekarang. Jadi kalau dewasa ini banyak ahli yang mengutamakan masa lampau, maka
pendapat Allport itu mirip sekali dengan pendapat Alder dan Jung; walaupun
tidak ada alasan yang mengatakan adanya pengaruh dari mereka ini.
- Proprium
Allport mengemukakan bahwasannya fungsi Self dan
Ego disebut juga sebagai fingsi Proprium dari pada kepribadian. Fungsi ini
(termasuk kesadaran jasmani, self identity, self teem, self extention, rational
thinking, self image dll) merupakan bagian-bagian vital daripada kepribadian.
Dalam bidang inilah terdapat akar daripada ketetapan yang menandai sikap
intensi dan evaluasi. Propriun itu tumbuh bukan bawahan sejak lahir, melainkan
berkembang disaat perkembangan individu.
- Otonomi Fungsional
Pada pokoknya prinsip itu menyatakan, bahwa
aktivitas tertentu atau bentuk tingkah laku tertentu dapat menjadi akhir atau
tujuan tersendiri walaupun dalam kenyataannya mula-mula terjadi karena sesuatu
alasan lain. Tiap tingkah laku, sederhana atau kompleks, walaupun mula-mula
diasalkan dari tegangan organis, dapat terus berlangsung dengan sendirinya
tanpa adanya faktor biologis yang memperkuatnya lagi.
Maka dari itu, perlu diingat banwa Otonomi
Fungsional berbeda daripada pengertian umum bahwa suatu tingkah laku itu,
misalnya; mula-mula pemburu itu berburu untuk mencari makan, kalau ini sudah
terpenuhi, dia berburu untuk menyatakan dasar agresinya.
Perumusan ini masih mengembalikan tingkah laku
itu kepada alasan yang primitif, atau yang dibawa sejak lahir. Otonomi
Fungsional menyatakan bahwa pemburu akan tetap berburu walaupun tidak ada arti
instrumentalnya, artinya tanpa ada dorongan agresi atau kebutuhan-kebutuhan
yang lebih pokok dari itu yang mendasari perbuatan itu. Jadi dapat terjadi
pemburu itu berburu karena suka berburu. Dan hal inilah yang dihindari.
Dalam memberikan alasan atas konsepnya tersebut,
Allport mengemukakan kepada konsepnya dalam segala bidang yang telah dia
Teliti, walaupun alasan yang menimbulkan response itu tidak lagi ada, sebagai
berikut;
- Ø Refleks Sirkuler
Banyak tingkah laku anak-anak yang diulang-ulang
terus, dengan tidak henti-hentinyamengoceh dan permainan-permainan pada taraf
permulaan; perbuatan yang selalu diulang-ulang ini menurut Allport merupakan
contoh daripada Otonomi Fungsional karena untuk melakukan perbuatan itu tidak
membutuhkan dorongan yang pokok. Perbuatan itu sendiri berlangsung sampai
dihambat oleh perbuatan yan baru atau sampai lelah.
- Ø Conative Perseveration
Tugas yang mendapat interupsi cenderung untuk
lebih diingat dari pada tugas yang telah selesai. Penyelesaian tugas itu
sendiri merupakan quasi need yang punya kekuatan dinamis.
- Ø Reflek Bersyarat tanpa “Reinforcement”
Reflek bersyaratnya, apabila perangsang
bersayaratnya tidak disertai reinforcement akan hilang. Tetapi dalam kehidupan
banyak hal-hal yang hanya terjadi terjadi sekali (tanpa reinforcement), namun
tetap pengaruhnya terhadap tingkah laku. Misalnya pengalaman traumatis yang
tetap mempengaruhi kehidupan jiwa. (Allport, 1951, p, 198-199)
- Ø Neurosis
2.
Perkembangan Kepribadian
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa
kepribadian adalah seluruh pribadi itu yakni: Bgaimana seseorang itu merasakan
berbuat, baik secara sadar ataupun tidak disadari, sebagaimana dinyatakan dalam
interaksi dengan lingkunganya.
Kepribadian selalu berada dalam suatu proses
sedang menjadi sesuatu yang lain, sambil tetap mempertahankan kelangsungan
(kontinuitas) yang menyebabkan mudah dikenal dalam berbagai situasi, waktu, dari
lahir sampai kematian.[10]
Melihat Teori otonomi fungsional itu nyatalah
bahwa individu itu dari lahir itu mengalami perubahan-perubahan yang penting.
a. Kanak-Kanak
Neonatus:
Allport memandang neonatus itu semata-mata
sebagai makhluk yang diperlengkapi dengan keturunan-keturunan,
dorongan-dorongan/nafsu-nafsu dan reflek-reflek. Jadi belum memiliki
bermacam-macam sifat yang kemudian dimilikinya. Dengan kata lain belum memiliki
kepribadian. Pada waktu lahir ini anak telah mempunyai potensi-potensi baik
fisik maupun tempramen, yang aaktualisasinya tergantung kepada perkembangan dan
kematangan. Kecuali itu neonatus telah memiliki refleks-refleks tertentu
(mengisap, menelan) serta melakukan gerakan-gerakan yang masih belum
terdiferensiasikan, dimana hampir semua gerakan otot-otot itu ikut digerakkan.
b. Transformasi Kanak-kanak
Perkembangan itu melewati
garis-garis yang berganda. Bermacam-macam mekanisme atau prinsip dipakai untuk
membuat deskripsi mengenai perubahan-perubahan sejak kanak-kanak sampai dewasa
itu:
·
Diferensiasi
·
Integrasi
·
Pemaksaan (maturations)
·
“belajar”
·
Kesadaran diri (self-consciousness)
·
Segesti
·
Self-esteem
·
Inferiority, dan kompensasi
·
Mekanisme-mekanisme psikoanalitis
·
Otonomi fungsional
·
Reorientasi mendadak trauma
·
Extension of self
·
Self-obyektification, instink dan humor
·
Pandangan hidup pribadi (personal Weltanschauung)
Menurut Allport manusia itu adalah organisme yang
pada waktu lahirnya adalah makhluk biologis, lalu berubah/berkembang menjadi
individu yang egonya selalu berkembang, struktur sifat-sifatnya meluas dan
merupakan inti dari pada tujuan-tujuan dan aspirasi-aspirasi masa depan.
c. Orang Dewasa
Pada orang dewasa faktor-faktor yang menentukan
tingkah laku adalah sifat-sifat (traits) yang terorganisasikan dan selaras.
Sifat-sifat ini timbul dalam berbagai cara dari perlengkapan-perlengkapan yang
dimiliki neonatus.
Menurut Allport pribadi yang telah dewasa itu
pada pokoknya harus memiliki hal-hal yang tersebut dibawah ini:
- Extension of self
Yaitu bahwa hidupnya tidak
harus terikat secara sempit kepada kegiatan-kegiatan yang erat hubunganya
dengan kebutuhan-kebutuhan serta kewajiban-kewajiban yang langsung. Dia harus
dapat mengambil bagian dan menikmati bermacam-macam kegiatan. Suatu hal yang penting
daripada extentions of the self itu ialah proyeksi ke masa depan: merencanakan,
mengharapkan (planning, hopping).
- Self-Objectification
a. Insight
Apa yang dimaksud insight disini ialah kecakapan individu untuk mengerti
dirinya.
b. Humor
c. Yang dimaksud dengan humor
disini tidak hanya berarti kecakapan untuk mendapatkan kesenangan dan hal yang
mentertawakan saja, melainkan juga kecakapan untuk mempertahankan hubungan
positif dengan dirinya sendiri dan obyek-obyek yang disenangi, serta menyadari
adanya ketidakselarasan dalam hal ini.
- Falsafat Hidup (Weltanschauung, philosophy of life)
Walaupun individu itu harus
dapat obyektif dan bahkan menikmati kejadian-kejadian dalam hidupnya, namun
mestilah ada latar belakang yang mendasari segala sesuatu yang dikerjakanya,
yang memberinya arti dan tujuan. Religi merupakan salah satu hal yang penting
dalam hal ini.
DAFTAR PUSTAKA
Suryabrata, Sumadi, 2013. Psikologi
Kepribadian, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Patty, F. 1972. Pengantar
Psikologi Umum, Surabaya: Usaha Nasional.
Koeswara, E. 1986. Teori-Teori
Kepribadian, Psikoanalisis, Behaviorisme, Humanistik. Bandung: PT. Eresco.
D.Gunarsa, Singgih. 1986. Psikologi Perawatan. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
Corey, Gerald. 2005. Teori
dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT. Refika Aditama.
[2]
Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian,(Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2013) Hal 200
[3]
Koeswara, Teori-teori Kepribadian, (Bandung:PT.
Eresco, 1986) Hal 10.
[4]
F. Patty, Pengantar Psikologi Umum, (Surabaya: PT.
Usaha Nasional 1982) Hal 145
[5]
Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian,(Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2013) Hal 207
[7]
Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian,(Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2013) Hal 214
[8]
Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian,(Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2013) Hal 215
[9]
Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian,(Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2013) Hal. 217-219
0 komentar:
Posting Komentar