Selasa, 17 Juni 2014

Humanistik (Abraham Maslow)

Standard
" Humanistik (Abraham Maslow)" 

BAB II
PEMBAHASAN


A.       Biografi Abraham Maslow

Maslow dilahirkan pada tahun 1908 di Brooklyn, New York. Dia anak sulung dari tujuh bersaudara. pada waktu Maslow berusia 14 tahun, orang tuanya berimigrasi dari Rusia menuju Amerika Serikat. Dalam perjalanan hidupnya, Maslow berkembang dalam iklim keluarga yang kurang menyenangkan. Dia merasa tidak bahagia dan terisolasi, karena orang tuanya tidak memberikan kasih sayang, ayahnya bersikap dingin dan tidak akrab, dan sering ada dirumah dalam waktu yang cukup lama. Ibunya seorang yang sangat percaya akan tahayul, yang sering menghukum Maslow gara-gara salah kecil saja. Dia membenci, menolak, dan lebih mencintai saudaranya daripada mencintai Maslow.
Pada suatu hari, Maslow membawa dua anak kucing yang tersesat, ibunya membunuh kedua kucing tersebut, kemudian ibunya menampar dan membenturkan kepada Maslow ke tembok. Perlakuan ibunya kepada Maslow memberikan dampak yang serius bagi dirinya, tidak hanya kepada kehidupan emosionalnya, tetapi juga pada pekerjaannya dalam psikologi
Dalam suatu tulisannya Maslow mengemukakan keyakinan yang penuh akan filsafat hidupnya, seluruh penelitian dan perumusan teorinya berakar dari kebencian untuk melawan terhadap segala segala sesuatu yang telah dilakukan ibunya. Sejak kecil, Maslow merasa berbeda dengan orang lain. Dia merasa malu dengan karena memiliki badan yang kurus dan hidung yang besar. Pada usia remaja, dia merasakan rendah diri yang sangat dalam (inferiority complek). Dia mencoba untuk mengmengkompensasinya dengan berusaha semaksimal mungkin untuk meraih pengakuan, penerimaan, dan penghargaan dalam bidang atletik, namun tidak berhasil. Dia kembali bersahabat dengan buku.
Sejak kecil dan remaja, Maslow  sudah senang membaca. Pagi-pagi dia pergi ke perpustakaan yang dekat dari rumahnya untuk meminjam buku. Apabila berangkat ke sekolah, dia pergi satu jam sebelum masuk kelas. Selama satu jam tersebut dia pergunakan untuk membaca buku yang dia pinjam dari perpustakaan. Maslow melanjutkan study ke Universitas Cornel, kemudian ke Universitas Wisconsin bersama sepupunya, Berthadalam bidang psikologi. Pada usia 20 tahun dia menikah dengan Bertha (berusia 19 tahun). Pernikahan ini membawa kebahagian baginya, karena dia merasa memiliki perasaan berharga dan bermakna dalam hidupnya, yang sebelumnya tidak dimilikinya.
Di Wisconsin, dia terkesan sekali dengan psikologi behvioristik dari John B. Watson, seorang penganjur revolusioner untuk menjadikan psikologi sebagai suatu ilmu pengetahuan tentang perilaku (science of behavior). Seperti halnya banyak orang pada tahun 1930-an, Maslow berpendapat bahwa behavioristic dapat memecahkan masalah berbagai masalah. Dia menerima pelatihan dalam psikologi eksperimen, bekerja bersama Henry Harlow dalam mempelajari perilaku monyet.
Disamping itu, Maslow juga mempelajari hasil karya Freud, psikologi gestalt, filsafat Alfred North Whitehead, dan Henry Bergson. Maslow menerima gelar Ph.D dari Universitas Wisconsin pada tahun 1934. Dia kemudian  pindah ke New York, dan menjadi postdoctoral fellowship yang berada di bawah tanggung jawab E. L. Thorndike, di Universitan Colombia. Kemudian dia menjadi pengajar di Brooklyn College sampai dengan tahun 1951. Pada saat bekerja dengan Thorndike, dia mengikuti tes  kecerdasan dan bakat skolastik. Thorndike mengatakan kepadanya, bahwa IQ-nya sangat tingggi, yaitu 195, masuk kelompok genius.
Selama mengajar di New York, dia berkesempatan bertemu dengan Erich Fromm, Karen Horney, Max Wertheimer (ahli psikologi gestalt), Alfred Adler, dan Ruth Benedict (Antropolog Amerika). Kekagumannya kepada Benedict dan Wertheimer mendorong dia untuk meneliti “ self actualization” dan merumuskan kepribadiannya.
Sejak tahun 1951 sampai 1959 dia mengajar di Universitas Brandeis di Waltham Massachussets. Kemudian dia pindah ke California untuk memperdalam filsafat politik, ekonomi, dan etika, yang semuanya itu memperkaya teorinya, psikologi  humanistic. Di akhir kehidupannya, dia menjadi salah seorang ahli psikologi yang popular. Dia menerima banyak penghargaan dari berbagai pihak, dan pada tahun 1967 dia terpilih sebagai Presiden Asosiasi Psikologi Amerika.[1]
Maslow membawa psikologi Barat untuk tugas yang penekananya pada determinisme dan pengabaiannya terhadap manusia yang terjadi secara bersamaan. Ia terutama ditentang oleh hasil generalisasi dari penemuan yang diturunkan dari penelitian atas “orang yang sakit mental“ menjadi manusia yang utuh, berpendapat bahwa psikologi seharusnya memberi perhatian pada penelitian tentang kesehatan mental, yang mana dia memandang sebagai pemenuhan terhadap kelima hierarki motifasi dari kebutuhan perkembangbiakan dalam kebutuhan terhadap aktualisasi diri. Dia mendasarkan teori motivasinya pada asumsi optimistis tentang intrinsik manusia yang bersikap, yang memandang sebagai bercorak biologis paling utama, secara umum menjadi spesies yan utuh, dan menjadi bagian individu dan unik. Ia memandang sifat dasar atau diri ini sebagai penguasaan dinamika tumbuh dan aktulisasi, namun menjadi manusia lemah daripada kuat, mudah frustasi, ditolak dan tertekan yang kemudian menimbulkan penyakit dan neurosis. Seperti halnya Freud, Maslow menganggap penolakan – diri (self – denial) sebagai penyebab dasar penyakit  psikologis dan tekanan psikologis (distress):
Dari sudut pandang saya, penemuan terbesar Freud adalah penyebab terbesar dari banyak penyakit psikologis, yaitu ketakutan atas pengetahuan tentang diri sendiri – tentang emosi, impuls, ingatan, kapasitas, potensialitas, tentang takdir seseorang.
                                                                                                            (1968, hlm. 60)
Ia meyakini bahwa ketakutan jenis ini secara umum menjadi perlindungan defensif bagi harga diri seseorang, kecintaan diri atau kehormatan diri, mengamati bahwa manusia cenderung menjadi takut terhadap pengetahuan yang dapat menimbulkan ketidaksukaan diri atau menimbulkan perasaan rendah diri, lemah atau malu, dan hal ini untuk menghindari kebenaran yang tidak menyenangkan tersebut dengan melakukan represi dan pertahanan diri yang sama. Ia juga mengklaim bahwa manusia pada akhirnya mengelak dari kebenaran yang lain, tentang pertumbuhan pribadi dan perubahan yang diakibatkan olehnya karena hal itu sangat menimbulkan ketakutan dan kecemasan.
Dan sehingga kita menemukakan perlawanan yang lain, penolakan atas sisi kita yang terbaik, tentang bakat kita, tentang impuls – impuls terbaik kita, tentang potensialitas tertinggi kita, tentang kreativitas kita. Singkatnya hal ini merupakan perjuangan melawan kebesaran kita sendiri, ketakutan terhadap percaya diri yang berlebihan. (1968, hlm. 60)
Maslow beragumentasi bahwa oleh karena ketakutan ini penyesuaian normal menyangkut rata – rata akal sehat orang yang mengimplikasikan keberhasilan yang terus berlanjut terhadap penolakan diri dan kedalaman sifat manusia. Orang secara efektif tidak mengindahkan banyak hal tentang dirinya karena takut terhadap konsekuensi dari melakukan yang lain, akibatnya banyak orang terbelenggu dalam cara bertindak yang kuno dan tidak efektif, yang kemudian melahirkan kondisi manusia yang disebut Maslow sebagai “ psikopatologi orang kebanyakan “ (the psychopathology of the average).
Sebagai perbandingan, Maslow memandang kesehatan ekuivalen dengan aktualisasi diri, gambaran khas yang ia identifikasikan melalui kajian tentang manusia dam kehidupan publik yang ia anggap mengalami aktualisasi diri. Gambaran tersebut mencakup:
·      Persepsi terhadap kenyataan yang superior;
·      Penerimaan terhadap diri yang bertambah, orang lain dan lingkungan;
·      Spontanitas yang meningkat dan kreativitas yang sangat meningkat;
·      Otonomi dan perlawanan atas enkulturasi yang bertambah;
·      Pengkayaan reaksi emosional;
·      Identifikasi dengan spesies manusia bertambah;
·      Hubungan interpersonal yang berubah;
·      Perubahan nilai dan struktur nilai yang semakin demokratis;
·      Kemampuan dalam pengalaman – pengalaman mistik / spiritual (yang disebut pengalaman – pengalaman “ puncak “ / peak experiences)
Fokus perhatian dari Maslow pada pengalaman puncak mencerminkan perhatiannya pada aspek – aspek spiritualitas tentang humanitas. Ia menganggap hal ini sebagai bukti kemampuan manusia untuk mentransendenkan pengalaman pribadi yang hadir menuju kepada beberapa pengalaman atau realitas puncak. Dalam karya – karya Maslow, tentu saja, menggemakan gagasan William James ( 1902 ) dan Jung (1946) dan perhatian mereka kepada kesadaran yang diperluas, pengalaman keagamaan, dan kebutuhan spiritual dalam diri manusia.
Memang, meskipun Maslow dianggap sebagai pendiri psikologi humanistik, dia juga dapat dipandang sebagai pelopor dari Psikologi Transpersonal. Hubungannya dengan psikologi humanistik dengan jelas dinyatakan oleh Maslow (1968, hlm. iii - iv):
...saya mempertimbangkan Humanistik, Psikologi Kekuatan Ketiga menjadi transisi, suatu persiapan untuk Psikologi Keempat yang “ lebih tinggi “, transpersonal, transhuman, lebih terpusat pada alam semesta (cosmos) daripada kepada kebutuhan manusia dan kepentingan manusia, melampaui kemanusiaan, identitas, aktualisasi diri, dan semacamnya .... Perkembangan baru ini akan menawarkan secara sangat baik kepuasan yan nyata, kegunaan, kepuasan yang efektif tentang “ idealisme yang frustasi” dari diamnya orang – orang yang mengalami kesedihan, terutama kaum muda. Psikologi – psikologi ini memberikan harapan tentang perkembangan ke arah filsafat hidup, pengganti agama, sistem nilai, program kehidupan bahwa orang – orang ini telah hilang.
Pandangan Maslow, terutama yang menghubungkan kapasitas untuk pengalaman puncak (peak experience), menemukan resonansi dalam budaya tanding pada 1960-an, dan ia dielukan sebagai nabi utama dari gerakan kesadaran. Selama 1960 dan 1970-an psikologi transpersonal berkembang berdamping dengan penelitian tentang kondisi kesadaran yang lain, pengalaman yang terinduksi obat – obatan, agama – agama Timur dan puncaknya pada penerbitan Journal of Transpersonal Psychology pada 1969.
MeskipunCosgrove ( 1982 ) menunjukkan, hanya pada versi “ kamar rahasia “ awal dari psikologi humanistik, dan masih dianggap demikian oleh sebagian orang, psikologi transpersonal berkembang menjadi sebuah gerakan berpengalaman pada 1970-an. Penekanan khususnya, tentu saja, pada penelitian empiris, penelitian ilmiah tentang pengalaman spiritual dan kondisi kesadaran yang lain, karena sebagaimana Tart (1975, hlm. 58) menjelaskan,” Dunia spiritual dan dunia yang terhubung dengan kondisi kesadaran yang lain adalah salah satu kekuatan yang paling kuat yang membentuk kehidupan manusia dan takdir manusia ”. Perlakuan terhadap perhatian tentang psikologi transpersonal dan kontributor utamanya secara lebih detail disampaikan oleh Boucouvalas (1980).
Meskipun demikian, padangan Maslow tentang kondisi manusia dan model kesehatannya, yang di satu sisi membuka bidang baru dalam psikologi, sebenarnya bukan gagasan yang baru atau orisinal. Konsepnya tentang manusia dan penekanannya terhadap perubahan sama dengan yang ditemukan dalam psikologi – psikologi Timur, dan konsepnya tentang kesehatan mengandung kemiripan yang mengejutkan dengan konsep yang diajukan Dr. Samuel Hahnemann, perintis pengobatan homeopathic modern.[2]
Abraham Maslow menjadi orang pertama yang memproklamirkan aliran humanistik sebagai kekuatan ketiga dalam psikologi (kekuatan pertama: psikoanalisis, dan kekuatan kedua: behaviorisme). Humanisme: menegaskan adanya keseluruhan kapasitas martabat dan nilai kemanusiaan untuk menyatakan diri (self - ralization). Humanisme menentang pesimisme dan keputus – asaan pandangan psikeanalitik dan konsep kehidupan “robot” pandangan behaviorisme.[3]
Pandangan humanisme dalam kepribadian menekankan hal – hal sebagai berikut:
1.    Holisme
Menegaskan bahwa organisme selalu bertingkah laku sebagai kesatuan yang utuh, bukan sebagai rangkaian bagian – bagian yang berbeda. Jiwa dan tubuh bukan dua unsur yang terpisah tetapi bagian dari satu kesatuan, dan apa yang terjadi di bagian satu akan mempengaruhi bagian lain. Hukum yang berlaku umum mengatur fungsi setiap bagian. Hukum inilah yang mestinya ditemukan agar dapat difahami berfungsinya tiap komponen.

2.    Menolak riset bintang
Psikologi humanistik menekankan perbedaan antara tingkah laku manusia dengan tingkah laku binatang. Riset binatang memandang manusia sebagai mesin dari mata – rantai refleks kondisioning, mengabaikan karakteristik manusia yang unik sperti idea, value, keberanian, cinta, humor, cemburu, dosa, senang, puisi, musik, ilmu, dan hasil kerja berfikir lainnya. Menurut Maslow, behaviorisme secara filosofis berpandangan dehumanisasi.
3.    Manusia pada dasarnya baik, bukan setan
Menurut Maslow manusia mamiliki srtuktur psikologik yang analog dengan struktur fisik: mereka memiliki “kebutuhan, kemampuan, dan kecenderungan yang sifat dasarnya genetik.” Beberapa sifat menjadi ciri umum kemanusiaan, lainnya bersifat unik individual. Kebutuhan, kemampuan dan kecenderungan itu menjadikan hakekat manusia secara esensial baik, atau paling tidak netral, itu bukan setan. Pandangan Maslow ini menjadi pembaharuan terhadap pakar yang menganggap kebutuhan dan tendensi manusia itu buruk atau antisosisal (misalnya, apa yang disebut dosa warisan oleh ahli agama dan konsep id dari Freud).

4.    Potensi kreatif
Kreativitas merupakan ciri universal manusia, sejak dilahirkan. Itu adalah sifat alami, sama dengan biji yang menumbuhkan daun, burung yang terbang, maka manusia kreatif. Kreativitas adalah potensi semua orang, yang tidak memerlukan bakat atau kemampuan yang khusus.

5.    Menekankan kesehatan psikologik
Pendekatan humanistik mengarahkan pusat perhatian kepada manusia yang sehat, kreatif dan mampu mengaktualisasikan diri. Menurutnya, ilmu jiwa seharusnya memusatkan analisisnya kepada tema pokok kehidupan manusia, yakni aktualisasi diri. Teori psikoanalisis tidak komprehensif karena didasarkan pada tingkah laku abnormal atau tingkah laku sakit.
Maslow berpendapat bahwa penelitian terhadap orang lumpuh dan neurotic hanya akan menghasilkan psikologi “lumpuh.” Karena itu justru meneliti orang yang merealisasikan potensinya secara utuh, memiliki aktualisasi diri, memakai dan mengeksploitasi sepenuhnya bakat, kapasitas dan potensinya. Objek penelitiannya adalah orang – orang terkenal, tokoh – tokoh idola yang kreativitas dan aktualisasi dirinya mendapat pengakuan dari masyarakat luas, misalnya Eleanor Roosevelt, dan Albert Einstein, serta tokoh – tokoh, sejarah seperti Abraham Lincoln, Walt Whaiteman dan Ludwig Beethoven.
Teknik ini dinamakannya iteration: Memakai matoda riset klinik untuk mempelajari dan menilai orang yang tidak mengalami neurosis, kepribadian psikopatologik, psikosis, atau kecenderungan kuat ke arah itu.[4]

B.       Hirarki Kebutuhan
Maslow berpendapat bahwa motivasi manusia diorganisasikan ke dalam sebuah hirarki kebutuhan yaitu suatu susunan kebutuhan yang sistematis, suatu kebutuhan dasar harus dipenuhi sebelum kebutuhan dasar lainnya muncul. Kebutuha ini bersifat instinktif yang mengaktifkan atau mengarahkan perilaku manusia. meskipun kebutuhan itu bersifat instinktif, namun perilaku yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan tersebut sifatnya dipelajari, sehingga terjadi variasi perilaku dari setiap orang dalam cara memuaskannya. Kebutuhan itu mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut:
1.    Kebutuhan yang lebih rendah dalam hirarki merupakan kebutuhan yang kuat, potensial, dan prioritas; sementara yang lebih dalam hirarki merupakan kebutuhan yang paling lemah.
2.    Kebutuhan yang lebih tinggi muncul terakhir dalam rentan kehidupan manusia. kebutuhan fisiologis (biologis) dan rasa aman muncul pada usia anak, kebutuhan akan pengakuan dan penghargaan muncul pada usia emaja, sementara kebutuhan aktualisasi diri muncul pada usia dewasa.
3.    Kebutuhan yang lebih tinggi kurang diperlukan dalam rangka mempertahankan hidup, sehingga pemuasannya dapat diabaikan. Kegagalan dalam pemuasannya tidak akan menimbulkan kritis, tidak seperti apabila gagal dalam memenuhi kepuasan kebutuhan yang lebih rendah. Dengan alasan ini Maslow menyebut kebutuhan yang lebih rendah ini kebutuhan deficit atau defisiensi. Kegagalan dalam memuaskan kebutuhan ini akan mengakibatkan defisiensi (ketidaknyamanan) dalam diri individu.
4.    Walaupun kebutuhan yang lebih tinggi itu kurang begitu perlu dalam rangka survival, namun kebutuhan itu memberikan kontribusi terhadap survival itu sendiri dan juga perkembangan. Kepuasan yang diperoleh dari kebutuhan yang lebih tinggi itu dapat meningkatkan kesehatan, panjang usia, dan efisiensi biologis. Dengan alasan ini, Maslow menamakan kebutuhan ini dengan kebutuhan perkembangan atau berada(growth or being needs).
5.    Pemuasan kebutuhan yang lebih tinggi amat bermanfaat, baik bagi fisik maupun psikis. Kondisi ini dapat melahirkan rasa senang, bahagia, dan perasaan bermakna.
6.    Pemuasan kebutuhan yang lebih tinggi memerlukan situasi eksternal yang lebih baik (social, ekonomi, dan politik) daripada pemuasan kebutuhan yang lebih rendah. Contoh: untuk mengejar aktualisasi diri diperlukan suasana kehidupan yang memberi kebebasan untuk berekspresi dan berpeluang. Hirarki kebutuhan digambarkan dalam bentuk piramida berikut.


*Gambar Hirarki Kebutuhan Menurut Maslow



1)   Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan manusia yang paling dasar , kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya secara fisik yaitu kebutuhan akan makan, minum, seks, istirahat ( tidur ), dan oksigen ( bernafas ). Maslow mengemukakan bahwa manusia adalah binatang yang berhasrat dan jarang mencapai taraf kepuasan yang sempurna, kecuali untuk suatu saat yang terbatas. Apabila suatu hasrat itu telah terpuaskan, maka hasrat lain muncul sebagai penggantinya.

2)   Kebutuhan Rasa Aman
Kebutuhan ini sangat penting bagi setiap orang, baik anak, remaja, maupun dewasa. Pada anak kebutuhan akan rasa aman ini Nampak dengan jelas, sebab mereka suka mereaksi secara langsung terhadap sesuatu yang mengancam dirinya. Agar kebutuhan anak akan rasa maan ini terpenuhi, maka perlu diciptakan iklim kehidupan yang memberi kebebasan untuk berekspresi. Namun pemberian kebebasan untuk berekspresi atau berperilaku itu perlu bimbingan dari orang tua, karena anak belum memiliki kemampuan untuk mengarahkan perilakunya secara tepat dan benar. Pada orang dewasa, kebutuhan ini memotifasinya untuk mencari kerja, nenjadi peserta asuransi, atau menabug uang. Orang dewasa yang sehat mentalnya, ditandai dengan perasaan aman, bebas dari rasa takut dan cemas. Sementara yang tidak sehat, ditandai dengan perasaan seolah-olah selaluu dalam keadaan terancam bencana besar.

3)   Kebutuhan Pengakuan dan Kasih Sayang
Apabila kebutuhan fisiologis dan rasa aman sudah terpenuhi, maka individu mengembangkan kebutuhan untuk diakui dan disayangi atau dicintai. Kebutuhan ini dapat diekspresikan dalam berbagai cara, seperti : persahabatan, percintaan, ataupun pergaulan yang lebih luas. Melalui kebutuhan ini seseorang mencari pengakuan, dan curahan kasih sayang dari orang lain, baik dari orang tua, saudara, guru, pimpinan, teman, atau orang dewasa lainnya.
Kebutuhan ini diakui lebih sulit untuk dipuaskan pada suasan masyarakat yang mobilisasinya sangat cepat, terutama di kota besar, yang gaya hidupnya sudah bersifat individualistic. Hidup bertetangga, aktif di organisasi, atau persabatan dapat memberikan kepuasan atau kebutuhan ini.
Kebutuhan akan kasih sayang, atau mencintai dan dicintai dapat dipuaskan melalui hubungan akrab dengan orang lain. Maslow mebedakan antara cinta dengan seks, meskipun diakuinya bahwa seks merupakan cara pernyataan kebutuhan cinta. Dia sependapat dengan rumusan cinta dari Rogers yaitu : keadaan dimengerti secara mendalam dan diterima dengan sepenuh hati. Maslow berpendapat bahwa kegagalan dalam mencapai kepuasan kebutuhan cinta atau kasih sayang merupakan pennyebab utama dari gangguan emosional atau malajudjustment.

4)   Kebutuhan Penghargaan
Jika seseorang telah merasa dicintai atau diakui maka orang itu akan mengembangkan kebutuhan perasaan berhrga. Kebutuhan ini meliputi dua kategori, yaitu :
a)    Harga diri meliputi kepercaan diri, kompetensi, kecukupan, prestasi, dan kebebasan.
b)   Penghargaan dari orang lain meliputi pengakuan, perhatian, prestise, respek, dan kedudukan ( status ).
Memperoleh kepuasan dari kebutuhan ini memungkinkan individu memiliki rasa percaya diri akan kemampuan dan penampilannya; menjadi lebih kompeten; dan produktif dalam semua spek kehidupan. Sebaliknya pabila seseorang mengalami lack of self-esteem maka dia akan mengalami rendah diri, tidak berdaya, tidak bersemangat, dan kurang percaya diri akan kemampuannya untuk mengatasi maslah kehidupan yang dihadapinya.


5)   Kebutuhan Kognitif
Secara alamiah manusia memiliki hasrat ingin tahu ( memperoleh pengetahuan, atau pemahaman tentang sesuatu). Hasrat ini mulai berkembang sejak ahkir usia bayi dan awal masa anak, yang diekspresikan sebagai rasa ingin tahunya dalam bentuk pengajuan pertanyaan tentang berbagai hal, baik diri maupun lingkungannya. Rasa tahu ini biasanya terhambat perkembangannya oleh lingkungan,baik keluarga maupun sekolah. Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan ini akan menghambat pencapaian perkembangan kepribadian secara penuh. Menuru Maslow, rasa ingin tahu ini merupakan ciri mental yang sehat. Kebutuhan kognitif ini diekspresikan sebagai kebutuhan untuk memahami, menganalisis, mengevaluasi, menjelaskan, mencari sesuatu atau suasana baru dan meneliti.

6)   Kebutuhan Estetika
Kebutuhan estetik (order and beaty) merupakan ciri orang yang sehat mentalnya. Melalui kebutuhan inilah manusia dapat mengembangkan kreatifitasya dalam bidang seni (lukis, rupa, patung, dan grafis), arsitektur , tata busana, dan tata rias. Disamping itu orang yang sehat mentalnya ditandai dengan kebutuhan keteraturan, keserasian, atau keharmonisan dalam setiap aspek kehidupannya, seperti dalam cara berpakaian ( rapidengan keterpaduan warna yang serasi), dan pemeliharaan ketertiban lalu lintas. Orang yang kurang sehat mentalnya, atau sedang mengalami gangguan emosional, dan stress biasanya kurang memperhatikan kebersihan, dan kurang apresiatif terhadap keteraturan dan keindahan.

7)   Kebutuhan Aktualisasi Diri
Kebutuhan ini merupakan puncak dari hirarki kebutuhan manusia yaitu perkembangan atau perwujudan  potensi dan kapasitas secara penuh. Maslow berpendapat bahwa manusia dimotivasi untuk menjadoi segala sesuatu yang dia mampu untuk menjadi itu. Walaupun kebutuhan lainnya terpenuhi, tidak mengembangkan atau tidak mampu menggunakan kemampuan bawahannya secara penuh, maka seseorang akan mengalami kegelisahan, ketidaksenangan, atau frustasi.
Contoh: jika seseorang memiliki kemampuan potensial dalam bidang music tetapi dia harus bekerja sebagai akuntan, atau jika dia sangat berminat dalam studi tetapi disuruh bekerjaa sebagai pedagang maka dia akan mengalami kegagaklan dalam memenuhi aktualisasi dirinya. Terkait dengan hal ini, Maslow mengemukakan bahwa seorang musikus harus membuat music, seorang pelukis harus melukis, dan seosastrawan harus menulis.[5]
Apa saja ciri-ciri orang yang mengaktualkan diri ? penemuan Abraham Maslow (1968,1970) dari penelitiannya terhadap subjek-subjek yang jelas memberikan kepada kita suatu perspektif untuk memahami sifat aktualisasi diri. Maslow berbicara tentang “ psikopatoligi orang rata-rata ”. orang-orang yang disebut normal tidak pernah menumbuhkan diri menjadi apa yang mereka sanggup. Maslow beragumen bahwa orang-orang yang sehat berbeda dengan “ orang-orang yang normal “, baik jenisnya maupun tingkatannya, dan bahwa penelitian tentang orang sehat maupun yang rata-rata menghasilkan dua psikologi yang berbeda. Ia juga mengkritik orientasi psikologi Freudian atas penekanannya pada sisi yang sakit dan ketimpangan manusia. Menurutnya, jika kita melandaskan penemuan kita pada populsi yang sakit, maka kita hanya akan memiliki psikologi yang sakit. Menurut Maslow pula, perhatian yang terlalu banyak diberikan kepada kecemasan, kebencian, neurosis, dan ketidakmatangan manusia.
Dalam upaya menciptakan psikologi humanistik yang berfungsi pada “ bisa menjadi apa seseorang “, Maslow merancang suatu study yag menggunakan subjek-subjek yang terdri dari orang-orang yang mengaktualkan diri. Beberapa ciri yang ditemukan Maslow (1968, 1970) pada orang-orang yang mengaktulkan diri itu, kesanggupan menoleransi dan bahkan menyambut ketidaktentuan dalam hidup mereka, penerimaan terhadap diri sendiri dan orang lain, kespontanan dan kreatifitas, kebutuhan akan privacy dan kesendirian, otonomi, kesanggupan menjalin hubungan interpersonal yang mendalam dan intens, dan perhatian yang tulus terhadap orang lain, rasa humor, keterarahan kepada diri sendiri (kebalikan dari kecenderungan untuk hidup berdasarkan pengharapan orang lain), dan tidak adanya dikotomi-dikotomi yang artifisial (seperti kerja – bermain, cinta – benci, lemah – kuat).
Dalil Maslow tentang aktualisasi diri memiliki implikasi yang jelas bagi praktik psikologi konseling sebab tendensi ke arah pertumbuhan dan aktualisasi merangkum kekuatan utama yang menggerakkan proses terapeutik. Menurut kodratnya, manusia memiliki dorongan yang kuat ke arah aktualisasi diri dan ingin mencapai lebih dari sekedar keberadaannya yang aman tetapi statis. Kecenderungan dasarnya adalah mencapai potensinya yang tinggi sekalipun berhadapan dengan masalah – masalah internal dan penolakan – penolakan eksternal.[6]

C.       Kepribadian Yang Sehat
Maslow berpendapat bahwa seseorang akan memiliki kepribadian yang sehat, apabila dia telah mampu untuk mengaktualisasikan dirinya secara penuh (self - actualizing person). Dia mengemukakan teori motivasi bagi self – actualingzing peron dengan nama meetmotivation, meta – needs, B – motivation, atau being values (kebutuhan untuk berkembang). Seorang yang telah mampu mengaktualisasikan dirinya tidak termotivasi untuk mengejar sesuatu tujuan yang kekurangan. Mereka secara menyeluruh tujuannya akan memperkaya, memperluas kehidupannya dan mengurangi ketegangan melalui bermacam-macam pengalaman yang menantang. Dia berusaha untuk mengembangkan potensinyasecara maksimal, dengan memperhatikan lingkungannya. Dia juga berada dalam keadaan menjadi menjadi yaitu spontan, alami, dan senang mengkspresikanpotensinya secara penuh.
Sementara motivasi bagi orang yang tidak mampu mengaktualisasikan dirinya, dia namai D – motivation atau Deficiency. Tipe motivasi ini cenderung mengejar hal yang khusus untuk memenuhi kekurangan dalam dirinya, seperti mecari makanan untuk memenuhi rasa lapar. Ini berarti bahwa kebutuhan khusus (lapar) untuk tujuan yang khusus (makanan) menghasilkan motivasi untuk memperoleh sesuatu yang dirasakannya kurang (mencari makanan). Motif ini tidak hanya berhubungan dengan kebutuhan fisiologis, tetapi juga rasa aman, cinta kasih, dan penghargaan.
Terkait dengan MetoneedsMaslow selanjutnya mengatakan bahwa kegagalan dalam memuaskannya akan berdampak kurang baik bagi individu, sebab dapat menggagalkan pemuasan kebutuhaan yang lainnya, dan juga melahirkan metapatologi yang dapat merintangi perkembangannya. Mepatologi merintangi self-actualizers untuk mengekspresikan, menggunakan, memenuhi potensinya, merasa tidak berdaya, depresi. Individu tidakmampu mengidentifikasi sumber penyebab khusus dari masalah yang dihadapinya dan usaha untuk mengatasinya.

Berikut ini dikemukakan mengenai ciri-ciri dari metaneeds dan metapologis.
*Ciri – ciri Metaneeds dan Metapologi

Metaneeds
Metapatologis
1.    Sikappercaya
1.  Tidakpercaya, sinis, danskeptis
2.    Bijakdanbaik
2. Bencidanmemuakkan
3.    Indah ( estetis )
3. Vulgar danmati rasa
4.    Kesatuan ( menyeluruh )
4 .Disintegrasi
5.    Enerjikdanoptimis
5 .Kehilangansemangathidup, pasif, pesimis
6.    Pasti
6 .Kacaudantidakdapatdiprediksi
7.    Lengkap
7 .Tidaklengkapdantidaktuntas
8.    Adildanaltruis
8 .Sukamarah- marah, tidakadil, danegois
9.    Berani
9 .Rasa tidakamandanmemerlukanbantuan
10.          Sederhana
10 .Sangatkompleksdanmembingungkan
11.          Bertanggungjawab


12.          Penuhmakna
11  Tidakbertanggungjawab

12  Tidaktahumaknakehidupan, kehilanganharapandanputusasa


Mengenai self – actualizing person, atau orang yang sehat mentalnya, Maslow mengemukakan ciri – cirinya sebagai berikut.
1.    Mempersepsi kehidupan atau dunianya sebagaimana apa adanya, dan merasa nyaman dalam menjalaninya.
2.    Menerima dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungannya.
3.    Bersikap spontan, sederhana, alami, bersikap jujur, tidak dibuat – buat dan terbuka.
4.    Mempunyai komitmen atau dedikasi untuk untuk memecahkan masalah di luar dirinya (yang dialami orang lain).
5.    Bersikap mandiri atau independent.
6.    Memiliki apresiasi yang segar terhadap lingkungan di sekitarnya.
7.    Mencapai puncak pengalaman yaitu suatu keadaan seseorang yang mengalami kegembiraan yang luar biasa. Pengalaman ini cenderung lebih bersifat mistik atau keagamaan.
8.    Memiliki minat social: simpati, empati, dan altruis.
9.    Sangat senang menjalin hubungan interpersonal (persahabatan atau persaudaraan) dengan orang lain.
10.     Bersikap demokratis (toleransi, tidak rasialis, dan terbuka).
11.     Kreatif (fleksibel, spontan, terbuka, dan tidak takut salah).
Pandangannya tentang hakikat manusia, Maslow berpendapat bahwa manusia itu bersifat optimistic, bebas berkehendak, sadar dalam memilih, unik, dapat mengatasi pengalaman masa kecil, dan baik. Menurut dia, kepribadian itu dipengaruhi oleh hereditas dan lingkungan.
Dalam kaitannya dengan peran lingkungan, khususnya sekolah dalam mengembangkan self – actualization, Maslow mengemukakan beberapa upaya yang seyogianya dilakukan oleh sekolah (dalam hal ini guru - guru) yaitu sebagai berikut.
1.    Membantu siswa menemukan identitasnya (jati dirinya) sendiri.
2.    Membantu siswa untuk mengeksplorasi pekerjaan.
3.    Membantu siswa untuk memahami keterbatasan (nasib) dirinya.
4.    Membantu siswa untuk memperoleh pemahaman tentang nilai – nilai.
5.    Membantu siswa agar memahami bahwa hidup ini berharga.
6.    Mendorong siswa agar mencapai pengalaman puncak dalam kehidupannya.
7.    Memfasilitasi siswa agar dapat memuaskan kebutuhan dasarnya (rasa aman, rasa berharga, rasa diakui).

D.       Kritik terhadap Teori Humanistik
Terdapat beberapa kritik tentang kelemahan pendekatan humanistic mengenai kepribadian yaitu sebagai berikut.
a.    Poor tertability, Teorinya sulit diuji (diukur) secara ilmiah, seperti konsep perkembangan manusia dan self – actualization.
b.    Unrealistic view of human nature. Humanistik terlalu optimis dalam mengasumsikan tentang hakikat manusia. Dalam mendeskripsikan kepribadian yang sehat kurang realistic. Seperti dalam mendiskripsikan ciri – ciri self – actualizing terlalu sempurna.
c.    Inadequate evidence, bukti – bukti yang tidak tepat.[7]

DAFTAR PUSTAKA

Setyono, Ridlo. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press. 2009.

Yusuf LN, Syamsu. Dkk. TeoriKepribadian. Bandung: PT. Remaja RosdaKarya. 2007.

Rosyidi, Hamim. Psikologi Kepribadian. Surabaya: Jaudar Press. 2013.

Corey, Gerald. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT. Rafika Aditama. 2005.

Graham, Helen. Psikologi Humanistik. Yogyakarta: Pustaka Belajar. 2005. 




[1]Syamsu Yusuf LN. dkk,TeoriKepribadian, (Bandung: PT. RemajaRosdaKarya, 2007), hal. 153 – 155.
[2] Helen Graham, Psikologi Humanistik, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2005), cet. I, hal. 85 – 89.
[3] Hamim Rosyidi, Psikologi Kepribadian, (Surabaya: Jaudar Press, 2013),  hal. 96.
[4] Hamim Rosyidi, Psikologi Kepribadian, (Surabaya: Jaudar Press, 2013),  hal. 96 – 99.
[5]Syamsu Yusuf LN. dkk,TeoriKepribadian, (Bandung: PT. RemajaRosdaKarya, 2007), hal. 156 – 160.
[6] Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung: PT. Rafika Aditama, 2005), cet. II, hal. 81 – 82.
[7]Syamsu Yusuf LN. dkk,TeoriKepribadian, (Bandung: PT. RemajaRosdaKarya, 2007), hal. 161 – 164.

0 komentar:

Posting Komentar