PENYAKIT-PENYAKIT MENTAL ATAU KEPRIBADIAN MUSLIM
(PENYAKIT KEJIWAAN)
Oleh kelompok :
Maharani
Sekar Kinanti (B03212014)
Dewi Mei Sinta (B03212006)
Muhammad Rifqi Faisal (B03212019)
Dosen
Pembimbing:
Drs. Abd. Syakur, M.Ag.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Penyakit Mental
Penyakit mental, disebut juga
gangguan mental, penyakit jiwa, atau gangguan jiwa, adalah gangguan yang mengenai
satu atau lebih fungsi mental. Penyakit mental adalah gangguan otak yang ditandai
oleh terganggunya emosi, proses berfikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca
indera). Penyakit mental ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi pesakit
(dan keluarganya).
Penyakit mental boleh mengenai setiap
orang, tanpa mengenal umur, bangsa, agama , mahupun status sosial-ekonomi.
Penyakit mental bukan disebabkan oleh kelemahan peribadi. Di masyarakat banyak beredar
kepercayaan atau mitos yang salah mengenai penyakit mental, ada yang percaya
bahawa penyakit mental disebabkan oleh gangguan roh jahat, ada yang menuduh
bahawa itu akibat guna-guna , kerana kutukan atau hukuman atas dosanya. Kepercayaan
yang salah ini hanya akan merugikan pesakit dan keluarganya kerana penghidap
penyakit jiwa tidak mendapat rawatan secara cepat dan tepat.
Selanjutnya
secara istilah kesehatan mental dipaparkan oleh Dr. Kartini Kartono adalah
mereka yang memiliki kemampuan bertindak secara efisien, memiliki tujuan hidup
yang jelas, memiliki koordinasi antara segenap potensi dengan usaha-usahanya,
memiliki regulasi diri, intergritas kepribadian, dan memiliki batin yang selalu
tenang.
Sedangkan
menurut tokoh Psikologi nasional Prof. Zakiya Drajat kesehatan mental adalah
mereka yang pertama, terbebas dari neorosis (penyakit jiwa yang sulit
disembuhkan), dan terbebas dari psikosis (gangguan dan kerusakan dalam otak
yang menyebabkan salah menefsirkan orang lain dan situasi). Kedua,
mereka yang ada harmoni antara pikiran, jiwa, dan perbuatan. Ketiga,
mereka yang sehat mental adalah mereka yang mampu menyesuaikan diri. Dan keempat,
mereka yang sehat mental adalah yang mampu mengembangkan minat dan bakat.
Kemudian
dalam perkembangannya, para ahli ilmu jiwa melihat gejala kejiwaan manusia yang
semakin hari semakin sulit diperkirakan, apalagi gejala tingkah laku manusia
yang berbeda sekalipun di satu tempat yang sama membuat para ahli semakin
penasaran, untuk menjawab penyebab itu semua- ketenangan dan kebahagiaan dalam
kehidupan manusia-akhirnya para ahli memunculkan salah satu cabang dari ilmu
jiwa yaitu kesehatan mental.
Ilmu
kesehatan mental adalah ilmu yang mempelajari masalah kesehatan mental dan
jiwa, yang bertujuan mencegah timbulnya gangguan dan penyakit mental dan
gangguan emosi, dan berusaha mengurangi penyakit dan menyembuhkannya, serta
memajukan kesehatan jiwa masyarakat, sebagaimana yang ditulis oleh Dr. Kartini
Kartono dalam bukunya Hygene Mental dan Kesehatan Mental dalam Islam.
B. Gangguan kejiwaan (Mental)
Gangguan mental atau penyakit mental
adalah pola psikologis atau perilaku yang pada umumnya terkait dengan stress
atau kelainan mental yang tidak dianggap sebagai bagian dari perkembangan normal
manusia. Gangguan tersebut didefinisikan sebagai kombinasi afektif, perilaku, komponen
kognitif atau persepsi, yang berhubungan dengan fungsi tertentu pada daerah
otak atau sistem saraf yang menjalankan fungsi social manusia. Penemuan dan pengetahuan
tentang kondisi kesehatan mental telah berubah sepanjang perubahan waktu dan
perubahan budaya, dan saat ini masih terdapat perbdaan tentang definisi, penilaan dan klasifikasi, meskipun
kriteria pedoman standar telah digunakan secara luas. Lebih dari sepertiga
orang di sebagian besar negara-negara melaporkan masalah pada satu waktu pada
hidup mereka yang memenuhi kriteria salah satu atau beberapa tipe umum dari kelainan
mental. Penyebab gangguan mental bervariasi dan pada beberapa kasus tidak
jelas, dan teori terkadang menemukan penemuan yang rancu pada suatu ruang lingkup
lapangan. Layanan untuk penyakit ini terpusat di Rumah Sakit Jiwa atau di masyarakat
sosial, dan penilaian diberikan oleh psikiater, psikolog klinik, dan terkadang
psikolog pekerja sukarela, menggunakan beberapa variasi metode tetapi sering
bergantung pada observasi dan tanya jawab. Perawatan klinik disediakan oleh
banyak profesi kesehatan mental. Psikoterapi dan pengobatan psikiatrik merupakan
dua opsi pengobatan umum, seperti juga intervensi sosial, dukungan lingkungan,
dan pertolongan diri. Pada beberapa kasus terjadi penahanan paksa atau pengobatan
paksa dimana hukum membolehkan. Stigma atau diskriminasi dapat menambah beban
dan kecacatan yang berasosiasi dengan kelainan mental (atauterdiagnosa kelainan
mental atau dinilai memiliki kelainian mental), yang akan mengara ke berbagai
gerakan sosial dalam rangka untuk meningkatkan pemahanan dan mencegah pengucilan
sosial. Kedua mendaftar kategori kelainan dan menyediakan standar kriteria
untuk diagosis. Kedua sistem ini telah merubah kode mereka pada revisi terakhir
sehingga pedomannya dapat dibandingkan, walaupun masih terdapat perbedaan
signifikan. Skema klasifikasi lain mungkin digunakan di budaya non- barat, dan
panduan lain mungkin juga digunakan oleh mereka yang menggunakan teori
persuasi. Pada umumnya, kelainan mental diklasifikasikan terpisah menjadi
kelainan syaraf, ketidakmampuan belajar, atau kelainan mental.[1]
Rasulullah memberikan jalan keluar
kepada seorang pemuda berupa do’a, yang sekaligus merupakan petunjuk kepada
manusia tentang penyakit jiwa yang seharusnya dihindari. Do’a yang dimaksud
adalah :
“Allahumma innii a’uudzu bika minal
hammi wal hazn, wa a’uudzu bika minal ‘ajzi wal kasal, wa a’uudzu bika minal
jubni wal bukhl, wa a’uudzu bika min ghalabatid dini wa qahrir rijaal.”
“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari sifat peragu dan duka nestapa, aku berlindung kepadaMu dari sifat lemah dan malas, aku berlindung kepadaMu dari sifat kikir dan penakut, dan aku berlindung kepadaMu dari timpaan hutang dan intimidasi.”
Do’a ini senantiasa dibaca Nabi pada saat beliau usai menjalankan sholat, menjelang tidur atau setelah bangun tidur.
Do’a tadi sekaligus member petunjuk kepada manusia tentang delapan penyakit jiwa yang harus dihindari. Kedelapan penyakit itu adalah :
1. HAMMI (ragu-ragu menghadapi masa depan)
Sesungguhnya tiap manusia telah dikarunai akal, ketrampilan dan kemauan. Sesuatu yang dimiliki (jika ia tahu dan bisa menggunakan dengan baik) pasti akan bisa mengatasi kesulitan hidupnya dan mencari jalan keluarnya. Sebaliknya kalau hatinya senantiasa ragu, bimbang, maka otaknya akan tertutup, geraknya tanpa kepastian. Langkahnya selalu maju-mundur, sehingga peluang yang ada kabur, dan ia hanya bisa menyesal.
“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari sifat peragu dan duka nestapa, aku berlindung kepadaMu dari sifat lemah dan malas, aku berlindung kepadaMu dari sifat kikir dan penakut, dan aku berlindung kepadaMu dari timpaan hutang dan intimidasi.”
Do’a ini senantiasa dibaca Nabi pada saat beliau usai menjalankan sholat, menjelang tidur atau setelah bangun tidur.
Do’a tadi sekaligus member petunjuk kepada manusia tentang delapan penyakit jiwa yang harus dihindari. Kedelapan penyakit itu adalah :
1. HAMMI (ragu-ragu menghadapi masa depan)
Sesungguhnya tiap manusia telah dikarunai akal, ketrampilan dan kemauan. Sesuatu yang dimiliki (jika ia tahu dan bisa menggunakan dengan baik) pasti akan bisa mengatasi kesulitan hidupnya dan mencari jalan keluarnya. Sebaliknya kalau hatinya senantiasa ragu, bimbang, maka otaknya akan tertutup, geraknya tanpa kepastian. Langkahnya selalu maju-mundur, sehingga peluang yang ada kabur, dan ia hanya bisa menyesal.
2.
HAZAN (berduka, menyesali diri dan kecewa akan kegagalan masa lalu)
Kegagalan dalam hidup adalah biasa dan wajar. Namun kegagalan bukanlah menjadikan hati kecut dan kecewa serta berputus asa, melainkan seharusnya menjadi cambuk untuk melecut semangat dalam berusaha dan merupakan pedoman untuk menghindari kegagalan dan meraih keberhasilan. Merintih, meratapi masa lalu dan berandai-andai adalah perbuatan yang sia-sia dan tidak disukai oleh Nabi SAW.
Kegagalan dalam hidup adalah biasa dan wajar. Namun kegagalan bukanlah menjadikan hati kecut dan kecewa serta berputus asa, melainkan seharusnya menjadi cambuk untuk melecut semangat dalam berusaha dan merupakan pedoman untuk menghindari kegagalan dan meraih keberhasilan. Merintih, meratapi masa lalu dan berandai-andai adalah perbuatan yang sia-sia dan tidak disukai oleh Nabi SAW.
3.
‘AJZI (pesimis, merasa tak berdaya)
Karena kurang percaya pada diri sendiri, maka ia akan senantiasa merasa dirinya lemah, tidak berguna. Bila diajak orang senantiasa menolak, karena merasa khawatir selalu mencekam, takut salah. Pembicaraannya menggambarkan suatu yang suram, sedih, lemah, tidak punya inisiatif, tidak bergairah.
Karena kurang percaya pada diri sendiri, maka ia akan senantiasa merasa dirinya lemah, tidak berguna. Bila diajak orang senantiasa menolak, karena merasa khawatir selalu mencekam, takut salah. Pembicaraannya menggambarkan suatu yang suram, sedih, lemah, tidak punya inisiatif, tidak bergairah.
4.
KASL (malas)
Ada orang yang bila diajak untuk melakukan sesuatu ia selalu berusaha menghindar dengan berbagai alasan yang tak jelas, suka menunda pekerjaan, dan apabila diajak bermusyawarah tidak mau berpendapat dengan dalih hal tersebut tidak penting untuk dipikirkan. Orang seperti ini, kalau ia tidak mau bertindak, bukanlah karena fisiknya lemah atau sakit, tidak punya ketrampilan atau otaknya buntu, melainkan semata karena malas. Padahal menunda pekerjaan berarti menambah beban, menghindari pekerjaan berarti membiarkan peluang berlalu. Padahal waktu itu ibarat mata pedang, bila tidak mampu menggunakan dengan baik dan benar, akan membunuh diri sendiri.
Ada orang yang bila diajak untuk melakukan sesuatu ia selalu berusaha menghindar dengan berbagai alasan yang tak jelas, suka menunda pekerjaan, dan apabila diajak bermusyawarah tidak mau berpendapat dengan dalih hal tersebut tidak penting untuk dipikirkan. Orang seperti ini, kalau ia tidak mau bertindak, bukanlah karena fisiknya lemah atau sakit, tidak punya ketrampilan atau otaknya buntu, melainkan semata karena malas. Padahal menunda pekerjaan berarti menambah beban, menghindari pekerjaan berarti membiarkan peluang berlalu. Padahal waktu itu ibarat mata pedang, bila tidak mampu menggunakan dengan baik dan benar, akan membunuh diri sendiri.
5.
JUBNI (penakut)
Penyakit ini membuat orang merasa takut tidak berani berjalan, berpikir, dan berbuat sendiri, ia tidak berani menyatakan sikapnya sendiri kepada orang lain, apalagi memperbaiki kesalahan diri atau orang lain walaupun ia mengetahui. Sesungguhnya tiap manusia punya rasa takut, dan ini bermanfaat agar orang waspada dan hati-hati dalam bertindak. Namun bila berlebihan, maka akan merugikan bagi diri maupun orang lain.
Penyakit ini membuat orang merasa takut tidak berani berjalan, berpikir, dan berbuat sendiri, ia tidak berani menyatakan sikapnya sendiri kepada orang lain, apalagi memperbaiki kesalahan diri atau orang lain walaupun ia mengetahui. Sesungguhnya tiap manusia punya rasa takut, dan ini bermanfaat agar orang waspada dan hati-hati dalam bertindak. Namun bila berlebihan, maka akan merugikan bagi diri maupun orang lain.
6.
BAKHIL (kikir)
Kikir tidak hanya terkait dengan harta, melainkan bisa pula kikir dalam ilmu dan budi. Orang kikir tidak mau memberikan miliknya kepada orang lain, kecuali sangat sedikit. Kalau ia punya harta, ia hitung2 terus hartanya dan disimpan di tempat seaman-amannya karena takut berkurang atau hilang. Kalau ia punya ilmu tak mau mengajatkannya kepada orang lain takut akan tertandingi dirinya. Bahkan orang kikir tidak mau memberikan senyum kepada orang lain. Padahal Nabi SAW bersabda :”Senyummu adalah sedekah”
Kikir tidak hanya terkait dengan harta, melainkan bisa pula kikir dalam ilmu dan budi. Orang kikir tidak mau memberikan miliknya kepada orang lain, kecuali sangat sedikit. Kalau ia punya harta, ia hitung2 terus hartanya dan disimpan di tempat seaman-amannya karena takut berkurang atau hilang. Kalau ia punya ilmu tak mau mengajatkannya kepada orang lain takut akan tertandingi dirinya. Bahkan orang kikir tidak mau memberikan senyum kepada orang lain. Padahal Nabi SAW bersabda :”Senyummu adalah sedekah”
7.
HUTANG
Pada hakikatnya, hutang adalah mengurangi jatah rizqi hari esok. Lebih-lebih jika hutang itu untuk keperluan konsumtif, dan tanpa perhitungan. Resiko yang diderita orang berhutang adalah ketika ia tidak bisa melunasi pada waktunya : takut ketemu orang, mempersempit pergaulan, harga diri/martabat turun tanpa terasa, bahkan bisa menimbulkan pembunuhan.
Pada hakikatnya, hutang adalah mengurangi jatah rizqi hari esok. Lebih-lebih jika hutang itu untuk keperluan konsumtif, dan tanpa perhitungan. Resiko yang diderita orang berhutang adalah ketika ia tidak bisa melunasi pada waktunya : takut ketemu orang, mempersempit pergaulan, harga diri/martabat turun tanpa terasa, bahkan bisa menimbulkan pembunuhan.
8.
TERINTIMIDASI (diperbudak)
Sebenarnya secara fisik perbudakan sudah “tidak ada” di dunia modern seperti saat ini, namun kenyataannya banyak orang yang masih hidup seperti budak. Seperti halnya seorang karyawan atau pembantu yang dipekerjakan tanpa perikemanusiaan, diperas tenaga dan pikirannya dengan upah yang sangat kecil, bahkan tak diberi kesempatan istirahat, dan yang lebih parah tidak diperbolehkan menunaikan kewajiban kepada Rabb-nya.
Tapi ada pula manusia yang bebas, namun ia diperbudak dirinya sendiri atau diperbudak oleh harta atau tahta (kekuasaan) dan wanita.
Segala sesuatu berpotensi menimbulkan masalah, tapi bagi orang yang beriman, masalah bisa menjadi wasilah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, mengasah keuletan, memperpanjang galah kesabaran. Allah telah mengkaruniakan kita akal untuk memilih, hati untuk memahami, akhlakul karimah untuk menyikapi.
Begitulah Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita . baik suka maupun duka, hendaknya menjadi sarana turunnya berkah bagi kita semua. Itulah petunjuk Rasulullah, dan do’a yang diajarkan Rasul kepada kita, demi mencapai kehidupan yang lebih baik di dunia dan akhirat.
Sebenarnya secara fisik perbudakan sudah “tidak ada” di dunia modern seperti saat ini, namun kenyataannya banyak orang yang masih hidup seperti budak. Seperti halnya seorang karyawan atau pembantu yang dipekerjakan tanpa perikemanusiaan, diperas tenaga dan pikirannya dengan upah yang sangat kecil, bahkan tak diberi kesempatan istirahat, dan yang lebih parah tidak diperbolehkan menunaikan kewajiban kepada Rabb-nya.
Tapi ada pula manusia yang bebas, namun ia diperbudak dirinya sendiri atau diperbudak oleh harta atau tahta (kekuasaan) dan wanita.
Segala sesuatu berpotensi menimbulkan masalah, tapi bagi orang yang beriman, masalah bisa menjadi wasilah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, mengasah keuletan, memperpanjang galah kesabaran. Allah telah mengkaruniakan kita akal untuk memilih, hati untuk memahami, akhlakul karimah untuk menyikapi.
Begitulah Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita . baik suka maupun duka, hendaknya menjadi sarana turunnya berkah bagi kita semua. Itulah petunjuk Rasulullah, dan do’a yang diajarkan Rasul kepada kita, demi mencapai kehidupan yang lebih baik di dunia dan akhirat.
C. Faktor Penyebab Penyakit Mental
Sampai saat ini belum diketahui
penyebab (etiologi) yang pasti yang menyebabkan seseorang Menderita skizofrenia,
Beberapa factor yang diduga menjadi penyebab sikozofrenia antara lain :
1. Faktor genetik;
2. Virus;
3. Auto antibody;
Dari sebuah penelitian diperoleh gambaran sebagai berikut :
1. Studi terhadap keluarga menyebutkan pada orang tua 5,6%, saudara
kandung
10,1%; anak-anak 12,8%; dan penduduk secara keseluruhan 0,9%.
2. Studi terhadap orang kembar (twin) menyebutkan pada kembar
identik 59,20%; sedangkan kembar fraternal 15,2% Penelitian lain menyebutkan
bahwa gangguan pada perkembangan
otak janin juga mempunyai peran bagi timbulnya skizofrenia kelak dikemudian
hari. Gangguan ini muncul, karena kekurangan gizi, infeksi, trauma, toksin dan kelainan hormonal. Penelitian
mutakhir menyebutkan bahwa meskipun ada gen yang abnormal, skizofrenia tidak
akan muncul kecuali disertai faktor- faktor lainnya.
v Skizofrenia Muncul bila Terjadi Interaksi Antara Abnormal Gen
dengan :
1. Virus atau infeksi lain selama kehamilan yang dapat
menganggu perkembangan otak janin;
2. Menurunnya autoimun yang mungkin disebabkan infeksi selama
kehamilan;
3. Komplikasi kandungan; dan
4. Kekurangan gizi yang cukup berat, terutama pada trimester
kehamilan. Selanjutnya dikemukakan bahwa orang yang sudah mempunyai factor epigenetik
tersebut, bila mengalami stresor psikososial dalam kehidupannya, maka risikonya
lebih besar untuk menderita skizofrenia dari pada orang yang tidak ada factor
epigenetic sebelumnya.[2]
Gangguan skizofrenia adalah gangguan yang pada
umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental
dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek
yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted).
v Penyebab Umum Penyakit Mental
Manusia bereaksi secara keseluruhan,
secara holistik, atau dapat dikatakan juga, secara somato-psiko-sosial. Penyakit mental
artinya bahwa yang menonjol ialah gejala-gejala yang patologik dari unsure psikis.
Hal ini tidak berarti bahwa unsur yang lain tidak terganggu. Hal- hal yang
dapat mempengaruhi perilaku manusia ialah keturunan, usia dan Jenis Kelamin, keadaan
fisik, keadaan psikologik, keluarga, adat- istiadat, kebudayaan dan kepercayaan,
pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang dicintai,
agresi, rasa permusuhan, hubungan antar manusia, dan sebagainya.[3]
D. Ciri-Ciri Penyakit Mental Yang Dialami oleh Manusia
Menyalahkan orang lain Itu penyakit P
dan K, yaitu Primitif dan Kekanak-kanakan. Primitif. Menyalahkan orang lain adalah pola pikir orang
primitif. Di pedalaman Afrika, kalau ada orang yang sakit, yang Dipikirkan
adalah: "Siapa nih yang nyantet?" Selalu "siapa", Bukan
"apa" penyebabnya. Bidang kedokteran modern selalu mencari tahu
"apa" sebabnya, bukan "siapa". Jadi kalau kita berpikir
menyalahkan orang lain, itu sama dengan sikap primitif. Pakai koteka aja deh,
nggak usah pakai dasi dan jas. Kekanak-kanakan. Kenapa? Anak- anak selalu nggak
pernah mau disalahkan. Kalau ada piring yang jatuh, "Adik tuh yang
salah", atau, "Mbak tuh yang salah". Anda pakai celana monyet
aja kalau bersikap begitu. Kalau kita manusia yang berakal dan dewasa selalu
akan mencari sebab terjadinya sesuatu. Menyalahkan diri sendiri Menyalahkan
diri sendiri bahwa dirinya merasa tidak mampu. Ini berbeda dengan mengakui
kesalahan. Anda pernah mengalaminya? Kalau anda bilang tidak pernah, berarti
anda bohong. "Ah, dia sih bisa, dia ahli, dia punya jabatan, dia berbakat,
dan sebagainya, Lha, saya ini apa ?, wah saya nggak bisa deh. Dia S3, lha, saya
SMP, wah nggak bisa deh.
Dia punya waktu banyak, saya sibuk,
pasti nggak bisa deh". Penyakit ini seperti kanker, tambah besar, besar di
dalam mental . Jadi walau yang salah partner, anak buah, atau bahkan atasan,
berani bilang, "Saya kok yang memang salah, tidak mampu, dan
sebagainya". Penyakit ini pelan-pelan bisa membunuh kita. Merasa inferior,
kita tidak punya kemampuan. Kita sering membandingkan keberhasilan orang lain
dengan kekurangan kita, sehingga keberhasilan orang lain dianggap Wajar karena
mereka punya sesuatu lebih yang kita tidak punya. Tidak punya goal atau
cita-cita Kita sering terpaku dengan kesibukan kerja, tetapi arahnya tidak
jelas. Sebaiknya kita selalu mempunyai target kerja dengan milestone. Buat
target jangka panjang dan jangka pendek secara tertulis. Ilustrasinya kayak
gini: Ada anjing jago lari yang sombong.
E. Beberapa cara yang biasa digunakan untuk mengatasi gangguan mental,
antara lain sebagai berikut:
a. Berusaha
memahami hakekat manusia yang mempunyai pembawaan dan pengalaman yang berbeda-beda dengan segala
kelebihan dan kekurangannya. Termasuk memahami diri sendiri yang bisa dilakukan dengan intropeksi diri atau umpan balik.
b. Konsultasi pada orang yang dianggap bias memahami membantu mengatasi masalahnya.
c. Mencurahan isi hatinya kepada orang lain yang dipercaya.
d. Berfikir positif, dengan memandang segala sesuatu dari aspek positif/hikmahnya.
e. Realistis yaitu dengan menerima kenyataan/fakta secara rasional.
f. Berusaha untuk menyesuaikan diri yang bias dilakukan secara:
- Alloplasties yaitu dengan mengubah sikap perilaku diri sendiri agas sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan, jika diri sendiri tidak mungkin/mampu mengubah situasi dan kondisi lingkungan.
- Geneplasties yaitu dengan mengadakan perubahan pada diri sendiri dan pada lingkungan, sepanjang hal tersebut memungkinkan.
- Autoplasties yaitu mengubah situasi dan kondisi lingkungan sesuai dengan yang kita harapkan, sepanjang hal tersebut memungkinkan, baik secara kemampuan, kemauan, kewenangan maupun peluang sehingga seseorang akan merasa lebih baik, senang, nyaman dan bahagia.
g. Melakukan rekreasi dan olahraga ringan agar secara fisik maupun mental seseorang merasa lebih
segar dan enak.
h. Melakukan relaksasi misalnya dengan program latihan relaksasi, massage, rekreasi dan sebagainya yang akan membuat seseorang merasa lebih tenang.
i. Berdoa dan berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga seseorang akan merasa tenang, tentram dan damai.
ü Ada beberapa cara untuk mengatasi stress, yaitu:
a. Ubah lingkungan kerja dan lingkungan social.
b. Pelajari emosi yang dilahirkan oleh persepsi dan opini Anda.
c. Berusaha untuk rileks, tenang dalam menghadapi tugas maupun masalah.
d. Pelihara fisik anda dengan gizi yang memadai dan berolahraga yang teratur.
e. Penuhi kebutuhana rohani dengan berdoa, laksanakan ajaran dengan sebaik-baiknya sesuatu dengan keyakinan.[4]
ü Gangguan mental dapat diobati secara informal Pengobatan informal ini dapat berupa partisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan mental dan fisik secara keseluruhan, dan didukung oleh filsafat atau ideologi tertentu mengenai bagaimana seseorang harus hidup.
Contoh:
a. Mengikuti
latihan pengembangan diri, latihan yoga atau orhiba (olahraga hidup baru), mendalami ajaran agama, ikut dalam kelompok arisan yang disenangi, secara teratur mengikuti pengajian dan sebagainya.
b.
Pengobatan
formal menyangkut segala bentuk terapi, perawatan medis atau lainnya yang dilakukan semata-mata untuk meringankan masalah- masalah mental. Kegiatan ini meliputi berbagai
bentuk kegiatan
psikoanalisis, terapi tingkahlaku, terapi umum atau konseling professional lainnya.[5]
DAFTAR PUSTAKA
Al- Nawawi. Abu Muhammad Zakariya, Arbain Nawawi,
Libanon: Darul Fikr, 2010.
Burhanuddin. Drs. Yusak, Kesehatan Mental, Bandung:
Penerbit Pustaka Setia, 1999.
Gazi, M.Si, Psikologi Agama; Memahami Pengaruh Agama
Terhadap Perilaku Manusia, Jakarta: Lembaga Peneliti UIN Syarif
Hidayatullah, 2010.
Kuhsari. Ishaq Husaini, Al-Qur’an dan Tekanan Jiwa,
Jakarta: Sadra Press, 2012.
Ramayulis;
Psikologi Agama; Kalam Mulia; Jakarta; 2002.
0 komentar:
Posting Komentar