Selasa, 27 Mei 2014

PENYAKIT-PENYAKIT MENTAL ATAU KEPRIBADIAN MUSLIM (PENYAKIT KEJIWAAN)

Standard


PENYAKIT-PENYAKIT MENTAL ATAU KEPRIBADIAN MUSLIM
(PENYAKIT KEJIWAAN)

Oleh kelompok :
                   Maharani Sekar Kinanti                 (B03212014)
                   Dewi Mei Sinta                                 (B03212006)
                   Muhammad Rifqi Faisal                 (B03212019)

Dosen Pembimbing:
Drs. Abd. Syakur, M.Ag.
  


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Penyakit Mental
Penyakit mental, disebut juga gangguan mental, penyakit jiwa, atau gangguan jiwa, adalah gangguan yang mengenai satu atau lebih fungsi mental. Penyakit mental adalah gangguan otak yang ditandai oleh terganggunya emosi, proses berfikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indera). Penyakit mental ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi pesakit (dan keluarganya).
Penyakit mental boleh mengenai setiap orang, tanpa mengenal umur, bangsa, agama , mahupun status sosial-ekonomi. Penyakit mental bukan disebabkan oleh kelemahan peribadi. Di masyarakat banyak beredar kepercayaan atau mitos yang salah mengenai penyakit mental, ada yang percaya bahawa penyakit mental disebabkan oleh gangguan roh jahat, ada yang menuduh bahawa itu akibat guna-guna , kerana kutukan atau hukuman atas dosanya. Kepercayaan yang salah ini hanya akan merugikan pesakit dan keluarganya kerana penghidap penyakit jiwa tidak mendapat rawatan secara cepat dan tepat.
            Selanjutnya secara istilah kesehatan mental dipaparkan oleh Dr. Kartini Kartono adalah mereka yang memiliki kemampuan bertindak secara efisien, memiliki tujuan hidup yang jelas, memiliki koordinasi antara segenap potensi dengan usaha-usahanya, memiliki regulasi diri, intergritas kepribadian, dan memiliki batin yang selalu tenang.
            Sedangkan menurut tokoh Psikologi nasional Prof. Zakiya Drajat kesehatan mental adalah mereka yang pertama, terbebas dari neorosis (penyakit jiwa yang sulit disembuhkan), dan terbebas dari psikosis (gangguan dan kerusakan dalam otak yang menyebabkan salah menefsirkan orang lain dan situasi). Kedua,  mereka yang ada harmoni antara pikiran, jiwa, dan perbuatan. Ketiga, mereka yang sehat mental adalah mereka yang mampu menyesuaikan diri. Dan keempat, mereka yang sehat mental adalah yang mampu mengembangkan minat dan bakat.
            Kemudian dalam perkembangannya, para ahli ilmu jiwa melihat gejala kejiwaan manusia yang semakin hari semakin sulit diperkirakan, apalagi gejala tingkah laku manusia yang berbeda sekalipun di satu tempat yang sama membuat para ahli semakin penasaran, untuk menjawab penyebab itu semua- ketenangan dan kebahagiaan dalam kehidupan manusia-akhirnya para ahli memunculkan salah satu cabang dari ilmu jiwa yaitu kesehatan mental.
Ilmu kesehatan mental adalah ilmu yang mempelajari masalah kesehatan mental dan jiwa, yang bertujuan mencegah timbulnya gangguan dan penyakit mental dan gangguan emosi, dan berusaha mengurangi penyakit dan menyembuhkannya, serta memajukan kesehatan jiwa masyarakat, sebagaimana yang ditulis oleh Dr. Kartini Kartono dalam bukunya Hygene Mental dan Kesehatan Mental dalam Islam.

B. Gangguan kejiwaan (Mental)
Gangguan mental atau penyakit mental adalah pola psikologis atau perilaku yang pada umumnya terkait dengan stress atau kelainan mental yang tidak dianggap sebagai bagian dari perkembangan normal manusia. Gangguan tersebut didefinisikan sebagai kombinasi afektif, perilaku, komponen kognitif atau persepsi, yang berhubungan dengan fungsi tertentu pada daerah otak atau sistem saraf yang menjalankan fungsi social manusia. Penemuan dan pengetahuan tentang kondisi kesehatan mental telah berubah sepanjang perubahan waktu dan perubahan budaya, dan saat ini masih terdapat perbdaan tentang definisi, penilaan dan klasifikasi, meskipun kriteria pedoman standar telah digunakan secara luas. Lebih dari sepertiga orang di sebagian besar negara-negara melaporkan masalah pada satu waktu pada hidup mereka yang memenuhi kriteria salah satu atau beberapa tipe umum dari kelainan mental. Penyebab gangguan mental bervariasi dan pada beberapa kasus tidak jelas, dan teori terkadang menemukan penemuan yang rancu pada suatu ruang lingkup lapangan. Layanan untuk penyakit ini terpusat di Rumah Sakit Jiwa atau di masyarakat sosial, dan penilaian diberikan oleh psikiater, psikolog klinik, dan terkadang psikolog pekerja sukarela, menggunakan beberapa variasi metode tetapi sering bergantung pada observasi dan tanya jawab. Perawatan klinik disediakan oleh banyak profesi kesehatan mental. Psikoterapi dan pengobatan psikiatrik merupakan dua opsi pengobatan umum, seperti juga intervensi sosial, dukungan lingkungan, dan pertolongan diri. Pada beberapa kasus terjadi penahanan paksa atau pengobatan paksa dimana hukum membolehkan. Stigma atau diskriminasi dapat menambah beban dan kecacatan yang berasosiasi dengan kelainan mental (atauterdiagnosa kelainan mental atau dinilai memiliki kelainian mental), yang akan mengara ke berbagai gerakan sosial dalam rangka untuk meningkatkan pemahanan dan mencegah pengucilan sosial. Kedua mendaftar kategori kelainan dan menyediakan standar kriteria untuk diagosis. Kedua sistem ini telah merubah kode mereka pada revisi terakhir sehingga pedomannya dapat dibandingkan, walaupun masih terdapat perbedaan signifikan. Skema klasifikasi lain mungkin digunakan di budaya non- barat, dan panduan lain mungkin juga digunakan oleh mereka yang menggunakan teori persuasi. Pada umumnya, kelainan mental diklasifikasikan terpisah menjadi kelainan syaraf, ketidakmampuan belajar, atau kelainan mental.[1]
            Rasulullah memberikan jalan keluar kepada seorang pemuda berupa do’a, yang sekaligus merupakan petunjuk kepada manusia tentang penyakit jiwa yang seharusnya dihindari. Do’a yang dimaksud adalah :
Allahumma innii a’uudzu bika minal hammi wal hazn, wa a’uudzu bika minal ‘ajzi wal kasal, wa a’uudzu bika minal jubni wal bukhl, wa a’uudzu bika min ghalabatid dini wa qahrir rijaal.
“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari sifat peragu dan duka nestapa, aku berlindung kepadaMu dari sifat lemah dan malas, aku berlindung kepadaMu dari sifat kikir dan penakut, dan aku berlindung kepadaMu dari timpaan hutang dan intimidasi.”
            Do’a ini senantiasa dibaca Nabi pada saat beliau usai menjalankan sholat, menjelang tidur atau setelah bangun tidur.
            Do’a tadi sekaligus member petunjuk kepada manusia tentang delapan penyakit jiwa yang harus dihindari. Kedelapan penyakit itu adalah :
1.    HAMMI (ragu-ragu menghadapi masa depan)
            Sesungguhnya tiap manusia telah dikarunai akal, ketrampilan dan kemauan. Sesuatu yang dimiliki (jika ia tahu dan bisa menggunakan dengan baik) pasti akan bisa mengatasi kesulitan hidupnya dan mencari jalan keluarnya. Sebaliknya kalau hatinya senantiasa ragu, bimbang, maka otaknya akan tertutup, geraknya tanpa kepastian. Langkahnya selalu maju-mundur, sehingga peluang yang ada kabur, dan ia hanya bisa menyesal.
2.    HAZAN (berduka, menyesali diri dan kecewa akan kegagalan masa lalu)
            Kegagalan dalam hidup adalah biasa dan wajar. Namun kegagalan bukanlah menjadikan hati kecut dan kecewa serta berputus asa, melainkan seharusnya menjadi cambuk untuk melecut semangat dalam berusaha dan merupakan pedoman untuk menghindari kegagalan dan meraih keberhasilan. Merintih, meratapi masa lalu dan berandai-andai adalah perbuatan yang sia-sia dan tidak disukai oleh Nabi SAW.
3.    ‘AJZI (pesimis, merasa tak berdaya)
            Karena kurang percaya pada diri sendiri, maka ia akan senantiasa merasa dirinya lemah, tidak berguna. Bila diajak orang senantiasa menolak, karena merasa khawatir selalu mencekam, takut salah. Pembicaraannya menggambarkan suatu yang suram, sedih, lemah, tidak punya inisiatif, tidak bergairah.
4.    KASL (malas)
            Ada orang yang bila diajak untuk melakukan sesuatu ia selalu berusaha menghindar dengan berbagai alasan yang tak jelas, suka menunda pekerjaan, dan apabila diajak bermusyawarah tidak mau berpendapat dengan dalih hal tersebut tidak penting untuk dipikirkan. Orang seperti ini, kalau ia tidak mau bertindak, bukanlah karena fisiknya lemah atau sakit, tidak punya ketrampilan atau otaknya buntu, melainkan semata karena malas. Padahal menunda pekerjaan berarti menambah beban, menghindari pekerjaan berarti membiarkan peluang berlalu. Padahal waktu itu ibarat mata pedang, bila tidak mampu menggunakan dengan baik dan benar, akan membunuh diri sendiri.
5.    JUBNI (penakut)
            Penyakit ini membuat orang merasa takut tidak berani berjalan, berpikir, dan berbuat sendiri, ia tidak berani menyatakan sikapnya sendiri kepada orang lain, apalagi memperbaiki kesalahan diri atau orang lain walaupun ia mengetahui. Sesungguhnya tiap manusia punya rasa takut, dan ini bermanfaat agar orang waspada dan hati-hati dalam bertindak. Namun bila berlebihan, maka akan merugikan bagi diri maupun orang lain.
6.    BAKHIL (kikir)
            Kikir tidak hanya terkait dengan harta, melainkan bisa pula kikir dalam ilmu dan budi. Orang kikir tidak mau memberikan miliknya kepada orang lain, kecuali sangat sedikit. Kalau ia punya harta, ia hitung2 terus hartanya dan disimpan di tempat seaman-amannya karena takut berkurang atau hilang. Kalau ia punya ilmu tak mau mengajatkannya kepada orang lain takut akan tertandingi dirinya. Bahkan orang kikir tidak mau memberikan senyum kepada orang lain. Padahal Nabi SAW bersabda :”Senyummu adalah sedekah”
7.    HUTANG
            Pada hakikatnya, hutang adalah mengurangi jatah rizqi hari esok. Lebih-lebih jika hutang itu untuk keperluan konsumtif, dan tanpa perhitungan. Resiko yang diderita orang berhutang adalah ketika ia tidak bisa melunasi pada waktunya : takut ketemu orang, mempersempit pergaulan, harga diri/martabat turun tanpa terasa, bahkan bisa menimbulkan pembunuhan.
8.    TERINTIMIDASI (diperbudak)
            Sebenarnya secara fisik perbudakan sudah “tidak ada” di dunia modern seperti saat ini, namun kenyataannya banyak orang yang masih hidup seperti budak. Seperti halnya seorang karyawan atau pembantu yang dipekerjakan tanpa perikemanusiaan, diperas tenaga dan pikirannya dengan upah yang sangat kecil, bahkan tak diberi kesempatan istirahat, dan yang lebih parah tidak diperbolehkan menunaikan kewajiban kepada Rabb-nya.
            Tapi ada pula manusia yang bebas, namun ia diperbudak dirinya sendiri atau diperbudak oleh harta atau tahta (kekuasaan) dan wanita.
Segala sesuatu berpotensi menimbulkan masalah, tapi bagi orang yang beriman, masalah bisa menjadi wasilah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, mengasah keuletan, memperpanjang galah kesabaran. Allah telah mengkaruniakan kita akal untuk memilih, hati untuk memahami, akhlakul karimah untuk menyikapi.
            Begitulah Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita . baik suka maupun duka, hendaknya menjadi sarana turunnya berkah bagi kita semua. Itulah petunjuk Rasulullah, dan do’a yang diajarkan Rasul kepada kita, demi mencapai kehidupan yang lebih baik di dunia dan akhirat.
  
C. Faktor Penyebab Penyakit Mental
Sampai saat ini belum diketahui penyebab (etiologi) yang pasti yang menyebabkan seseorang Menderita skizofrenia, Beberapa factor yang diduga menjadi penyebab sikozofrenia antara lain :
1. Faktor genetik;
2. Virus;
3. Auto antibody;
              
Dari sebuah penelitian diperoleh gambaran sebagai berikut :
1. Studi terhadap keluarga menyebutkan pada orang tua 5,6%, saudara kandung
10,1%; anak-anak 12,8%; dan penduduk secara keseluruhan 0,9%.
2. Studi terhadap orang kembar (twin) menyebutkan pada kembar identik 59,20%; sedangkan kembar fraternal 15,2% Penelitian lain menyebutkan bahwa gangguan pada perkembangan otak janin juga mempunyai peran bagi timbulnya skizofrenia kelak dikemudian hari. Gangguan ini muncul, karena kekurangan gizi, infeksi, trauma, toksin dan kelainan hormonal. Penelitian mutakhir menyebutkan bahwa meskipun ada gen yang abnormal, skizofrenia tidak akan muncul kecuali disertai faktor- faktor lainnya.
v   Skizofrenia Muncul bila Terjadi Interaksi Antara Abnormal Gen
dengan :
1. Virus atau infeksi lain selama kehamilan yang dapat menganggu perkembangan otak janin;
2. Menurunnya autoimun yang mungkin disebabkan infeksi selama kehamilan;
3. Komplikasi kandungan; dan
4. Kekurangan gizi yang cukup berat, terutama pada trimester kehamilan. Selanjutnya dikemukakan bahwa orang yang sudah mempunyai factor epigenetik tersebut, bila mengalami stresor psikososial dalam kehidupannya, maka risikonya lebih besar untuk menderita skizofrenia dari pada orang yang tidak ada factor epigenetic sebelumnya.[2]
            Gangguan skizofrenia adalah gangguan yang pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted).

v   Penyebab Umum Penyakit Mental
Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistik, atau dapat dikatakan juga, secara somato-psiko-sosial. Penyakit mental artinya bahwa yang menonjol ialah gejala-gejala yang patologik dari unsure psikis. Hal ini tidak berarti bahwa unsur yang lain tidak terganggu. Hal- hal yang dapat mempengaruhi perilaku manusia ialah keturunan, usia dan Jenis Kelamin, keadaan fisik, keadaan psikologik, keluarga, adat- istiadat, kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang dicintai, agresi, rasa permusuhan, hubungan antar manusia, dan sebagainya.[3]

D. Ciri-Ciri Penyakit Mental Yang Dialami oleh Manusia
Menyalahkan orang lain Itu penyakit P dan K, yaitu Primitif dan Kekanak-kanakan. Primitif. Menyalahkan orang lain adalah pola pikir orang primitif. Di pedalaman Afrika, kalau ada orang yang sakit, yang Dipikirkan adalah: "Siapa nih yang nyantet?" Selalu "siapa", Bukan "apa" penyebabnya. Bidang kedokteran modern selalu mencari tahu "apa" sebabnya, bukan "siapa". Jadi kalau kita berpikir menyalahkan orang lain, itu sama dengan sikap primitif. Pakai koteka aja deh, nggak usah pakai dasi dan jas. Kekanak-kanakan. Kenapa? Anak- anak selalu nggak pernah mau disalahkan. Kalau ada piring yang jatuh, "Adik tuh yang salah", atau, "Mbak tuh yang salah". Anda pakai celana monyet aja kalau bersikap begitu. Kalau kita manusia yang berakal dan dewasa selalu akan mencari sebab terjadinya sesuatu. Menyalahkan diri sendiri Menyalahkan diri sendiri bahwa dirinya merasa tidak mampu. Ini berbeda dengan mengakui kesalahan. Anda pernah mengalaminya? Kalau anda bilang tidak pernah, berarti anda bohong. "Ah, dia sih bisa, dia ahli, dia punya jabatan, dia berbakat, dan sebagainya, Lha, saya ini apa ?, wah saya nggak bisa deh. Dia S3, lha, saya SMP, wah nggak bisa deh.
Dia punya waktu banyak, saya sibuk, pasti nggak bisa deh". Penyakit ini seperti kanker, tambah besar, besar di dalam mental . Jadi walau yang salah partner, anak buah, atau bahkan atasan, berani bilang, "Saya kok yang memang salah, tidak mampu, dan sebagainya". Penyakit ini pelan-pelan bisa membunuh kita. Merasa inferior, kita tidak punya kemampuan. Kita sering membandingkan keberhasilan orang lain dengan kekurangan kita, sehingga keberhasilan orang lain dianggap Wajar karena mereka punya sesuatu lebih yang kita tidak punya. Tidak punya goal atau cita-cita Kita sering terpaku dengan kesibukan kerja, tetapi arahnya tidak jelas. Sebaiknya kita selalu mempunyai target kerja dengan milestone. Buat target jangka panjang dan jangka pendek secara tertulis. Ilustrasinya kayak gini: Ada anjing jago lari yang sombong.

E. Beberapa cara yang biasa digunakan untuk mengatasi gangguan mental, antara lain sebagai berikut:
a. Berusaha memahami hakekat manusia yang mempunyai pembawaan dan pengalaman yang berbeda-beda dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Termasuk memahami diri sendiri yang bisa dilakukan dengan intropeksi diri atau umpan balik.
b. Konsultasi pada orang yang dianggap bias memahami membantu mengatasi masalahnya.
c. Mencurahan isi hatinya kepada orang lain yang dipercaya.
d. Berfikir positif, dengan memandang segala sesuatu dari aspek positif/hikmahnya.
e. Realistis yaitu dengan menerima kenyataan/fakta secara rasional.
f. Berusaha untuk menyesuaikan diri yang bias dilakukan secara:
  • Alloplasties yaitu dengan mengubah sikap perilaku diri sendiri agas sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan, jika diri sendiri tidak mungkin/mampu mengubah situasi dan kondisi lingkungan.
  • Geneplasties yaitu dengan mengadakan perubahan pada diri sendiri dan pada lingkungan, sepanjang hal tersebut memungkinkan.
  • Autoplasties yaitu mengubah situasi dan kondisi lingkungan sesuai dengan yang kita harapkan, sepanjang hal tersebut memungkinkan, baik secara kemampuan, kemauan, kewenangan maupun peluang sehingga seseorang akan merasa lebih baik, senang, nyaman dan bahagia.
g. Melakukan rekreasi dan olahraga ringan agar secara fisik maupun mental seseorang merasa lebih segar dan enak.
h. Melakukan relaksasi misalnya dengan program latihan relaksasi, massage, rekreasi dan sebagainya yang akan membuat seseorang merasa lebih tenang.
i. Berdoa dan berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga seseorang akan merasa tenang, tentram dan damai.
ü  Ada beberapa cara untuk mengatasi stress, yaitu:
a. Ubah lingkungan kerja dan lingkungan social.
b. Pelajari emosi yang dilahirkan oleh persepsi dan opini Anda.
c. Berusaha untuk rileks, tenang dalam menghadapi tugas maupun masalah.
d. Pelihara fisik anda dengan gizi yang memadai dan berolahraga yang teratur.
e. Penuhi kebutuhana rohani dengan berdoa, laksanakan ajaran dengan sebaik-baiknya sesuatu dengan keyakinan.[4]
ü  Gangguan mental dapat diobati secara informal Pengobatan informal ini dapat berupa partisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan mental dan fisik secara keseluruhan, dan didukung oleh filsafat atau ideologi tertentu mengenai bagaimana seseorang harus hidup.
Contoh:
a.  Mengikuti latihan pengembangan diri, latihan yoga atau orhiba (olahraga hidup baru), mendalami ajaran agama, ikut dalam kelompok arisan yang disenangi, secara teratur mengikuti pengajian dan sebagainya.
b.  Pengobatan formal menyangkut segala bentuk terapi, perawatan medis atau lainnya yang dilakukan semata-mata untuk meringankan masalah- masalah mental. Kegiatan ini meliputi berbagai bentuk kegiatan psikoanalisis, terapi tingkahlaku, terapi umum atau konseling professional lainnya.[5]

 DAFTAR PUSTAKA

Al- Nawawi. Abu Muhammad Zakariya,  Arbain Nawawi, Libanon: Darul Fikr, 2010.
Burhanuddin. Drs. Yusak, Kesehatan Mental, Bandung: Penerbit Pustaka Setia, 1999.
Gazi, M.Si, Psikologi Agama; Memahami Pengaruh Agama Terhadap Perilaku Manusia, Jakarta: Lembaga Peneliti UIN Syarif Hidayatullah, 2010.
Kuhsari. Ishaq Husaini, Al-Qur’an dan Tekanan Jiwa, Jakarta: Sadra Press, 2012.
Ramayulis; Psikologi Agama; Kalam Mulia; Jakarta; 2002.



[1] Ibid. Hal; 57
[2] Burhanuddin. Drs. Yusak, Kesehatan Mental, Bandung: Penerbit Pustaka Setia, 1999. Hal; 205
[3] Ibid. Hal; 157
[4] Ramayulis; Psikologi Agama; Kalam Mulia; Jakarta; 2002. Hal; 142
[5] Ibid. Hal 152

0 komentar:

Posting Komentar