MAKALAH
Unsur-Unsur Dalam Bimbingan Konseling Sosial
Diajukan untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah
“BIMBINGAN KONSELING SOSIAL”
Dosen Pembimbing :
Dra. Faizah
Noer Laela, M.Si
Disusun Oleh:
Abdulloh
Faqih (B03212001)
Ahmad Fikri Haikal (B03212004)
M. Irsyadul Ibad
(B93212104)
Idlan Farid bin Noor Iskandar
(43212060)
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN KONSELOR.
1.1
Konselor
Berbicara
mengenai disiplin ilmu tentang bimbingan dan konseling, paling tidak dikenal dua istilah, yakni Penasihat atau yang lebih dikenal dengan
istilah Konselor
dan seorang Klien
atau Konseli.
Penasihat
atau yang lebih dikenal dengan sebutan Konselor
adalah seseorang yang memberikan bantuan terhadap orang lain yang disebut Konseli baik berupa nasehat, masukan ataupun arahan.
Sedangkan Konseli adalah
orang yang menerima bantuan atau nasihat dari konselor.
Dalam
literatur yang lain telah dijelaskan bahwa Konselor adalah pihak yang membantu klien
dalam proses konseling, sebagai pihak yang paling memahami dasar dan teknik
konseling. Dan secara arti luas, konselor dalam menjalankan perannya bertindak
sebagai fasilitator bagi klien.[1]
Dalam
melakukan proses konseling, konselor harus dapat menerima kondisi klien apa
adanya. Konselor harus dapat menciptakan suasana yang kondusif saat proses
konseling berlangsung, posisi konselor sebagai pihak yang membantu, harus dapat
menempatkan dirinya pada posisi yang benar benar dapat memahami dengan baik
permasalahan yang dihadapi oleh klien agar proses konseling dapat berjalan
dengan lancar.
Untuk
itu dalam bahasan Bimbimban
dan Konseling,
konselor yang bisa dikatakan
profesional adalah konselor yang memenuhi syarat syarat
konselor, kewajiban, dan karakteristik konselor.
B. KARAKTERISTIK KONSELOR.
2.1. Syarat-Syarat Konselor.
Konselor merupkan seseorang yang mempunyai wewenang dan keahlian
untuk memberikan bimbingan kepada orang lain( konseli ) yang sedang menghadapi
kesulitan atau masalah yang tidak dapat dihadapinya sendiri. Menurut Thohari Musnamar dalam bukunya “Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan dan
Konseling Islam”, persyaratan menjadi konselor antara lain:
a.
Kemampuan
Profesional
b.
Sifat
kepribadian yang baik
c.
Kemampuan
kemasyarakatan (Ukhuwah Islamiyah)
d.
Ketakwaan kepada Allah.
Sedangkan menurut H. M. Arifin, syarat-syarat untuk
menjadi seorang konselor adalah :[2]
a. Menyakini akan kebenaran Agama
yang dianutnya, menghayati, serta
mengamalkannya.
b.
Memiliki sifat dan
kepribadian yang menarik.
c.
Memiliki rasa tanggung jawab
yang tinggi.
d.
Memiliki kematangan jiwa
dalam menghadapi permasalahan yang sedang dihadapi oleh kliennya.
e.
Mempunyai keyakinan bahwa
kliennya memiliki kemampuan dasar yang baik, dan dapat dibimbing menuju arah
perkembangan yang optimal.
f.
Memiliki rasa cinta terhadap
kleinnya.
g.
Memiliki ketangguhan,
kesabaran serta keuletan dalam menjalankan tugasnya.
h.
Memiliki watak dan
kepribadian yang familiar.
i.
Memiliki jiwa yang progresif
(ingin maju dalam karirnya)
j.
Memiliki pengetahuan teknis
termasuk metode tentang bimbingan dan konseling serta dapat menerapkannya.
2.2. Kewajiban Konselor.
Di Indonesia
terdapat sebuah wadah yang disebut Asosiasi
Bimbingan
Konseling
Indonesia
(ABKIN) yang telah menyepakati bahwa
konselor adalah sebutan bagi pihak yang membantu terhadap konseli.
Dalam kode etik
yang terdapat dalam asosiasi tersebut, terdapat beberapa kewajiban yang harus
dipenuhi oleh seorang konselor, kewajiban kewajiban tersebut adalah:[3]
a.
Konselor berkewajiban untuk terus
menerus berusaha mengembangkan dan menguasai dirinya.
b.
Konselor berkewajiban memperlihatkan
sifat sifat sederhana, rendah hati, sabar, menepati janji, dapat dipercaya,
jujur, tertib dan hormat.
c.
Konselor wajib mengusahakan mutu kerja
yang setinggi mungkin dan tidak mengutamakan kepentingan pribadi, termasuk
keuntungan material, finansial dan popularitas.
d.
Konselor wajib memiliki ketrampilan
menggunakan teknik dan prosedur khusus yang dikembangkan atas dasar wawasan
yang luas dan kaidah kaidah ilmiah.
e. Konselor
wajib memiliki rasa tanggung jawab terhadap saran ataupun peringatan yang
diberikan kepadanya.
2.3. Karakteristik Konselor.
Setelah kita mengetahui siapa itu
konselor, apa saja syarat syarat yang harus dipenuhi oleh seorang konselor dan
kewajiban kewajiban konselor, maka
pembahasan selanjutnya adalah pembahasan mengenai karakteristik seorang, konselor.
Sebagai
seorang konselor sudah seharusnya seorang konselor memilki karakteristik dan
kepribadian yang baik, dikarenakan konselor merupakan pihak yang hendak
membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh konselinya.
Menurut Carl Rogers sebagai peletak dasar
konsep konseling, ada tiga karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang
konselor, karakteristik tersebut adalah : congruence, unconditional positive
regard, dan empathy.[4]
a.
Kongruen
Kongruen adalah karakteristik yang harus
dimiliki seorang konselor yang berarti seorang konselor harus dapat memahami
dirinya sendiri. Antara pikiran, perasaan, dan pengalamannya harus serasi.tidak
boleh menutupi kekurangan yang ada pada dirinya.
b.
Unconditional positive regard
Adalah karakteristik yang ke dua yang harus dimiliki oleh
seorang konselor, karakteristik ini menerangkan bahwa seorang konselor harus
dapat menerima/respek terhadap klien walaupun dengan keadaan klien yang tidak
dapat diterima oleh lingkungan. misalnya, apabila ada seorang klien yang datang
dengan keluhan selalu melakukan masturbasi, konselor tidak langsung sinis atau
bahkan menolaknya. Akan tetapi konselor harus tetap
bersikap terbuka dan berfikir positif bahwa tingkah laku kliennya tersebut
dapat diubah menjadi lebih baik.
c.
Empati
Empati disini maksudnya adalah memahami orang
lain dari sudut kerangka berfikirnya. Konselor harus dapat menyingkirkan nilai
nilainya sendiri tetapi tidak boleh ikut terlarut didalam nilai nilai kliennya.
Thohari Musnamar
mengemukakan sifat kepribadian konselor sosial yang baik adalah Akhlaqul
Karimah yang ditunjukkan dengan:
1.
Siddiq, mencintaidan menguatkan
kebenaran
2.
Amanah, dapat dipercaya
3.
Tabligh, mau menyampaikan apa yang harus
disampaikan
4.
Fathonah, cerdas atau berpengetahuan
5.
Mukhlish / Ikhlas dalam menjalankan
tugas
6.
Sabar, maksudnya ulet, tabah dan tidak
mudah putus asa, tidak mudah marah dan mau mendengarkan keluh kesah klien
dengan penuh perhatian
7.
Tawadlu’, rendah hati tidak sombong
8.
Soleh, maksudnya mencintai, melakukan,
membina dan menyokong kebaikan
9.
Adil, mampu menempatkan persoalan secara
proposional dan
C.
PENGERTIAN KLIEN/KONSELI.
Willis
mendefinisikan klien adalah setiap individu yang diberikan bantuan profesional
oleh seorang konselor atas permintaan dirinya sendiri atau orang lain.
Pengertian hampir sama juga di ungkapkan oleh Rogers yang mengartikan klien
sebagai individu yang datang kepada konselor dalam keadaaan cemas dan tidak
kongruensi[6].
Sebagai mana telah di uraikan pada
sasaran bimbingan koneling social, bahwa yang menjadi klien dalam bimbingan
konseling social antara lain:
- Individu yang mengalami kesulitan bersosialisasi.
- Kelompok yang mengalami stagnasi social.
Individu yang mengalami kesulitan dalam
bersosialisasi, individu disini yang dimaksudkan dapat berarti individu secara
perorangan atau sebuah keluarga yang mengalami kesulitan dalam bersosialisasi
diantara anggota-anggotanya. Individu yang mengalami kesulitan dalam
bersosialisasi ada tiga:
1.
Individu non social, adalah individu
yang tidak mau menyesuaikan diri dengan ligkunganya, hal ini dapat dilihat dari
dua sisi idividu atau keluarga yang bersangkutan dan dari sisi lingkungan
dimana individu atau keluarga berada. Dari sisi individu hal ini dapat
disebabkan karena ada factor penghalang dari individu atau keluarga yang
bersangkutan, misalnya ada perasaan: minder atau takut dicemooh, malu dan lain
sebagainya. Dari lingkungan dimana individu atau keluarga tersebut tinggal, hal
ini dapat disebabkan karena lingkungan yang kurang dapat mereduksi
keinginan-keinginan dari anggotanya.terjadinya persaingan yang kurang sehat dan
lain-lain.
2.
Individu social, adalah individu atau
keluarga yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada
,individu atau keluarga yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya bukan
karena factor tidak mamapu tapi factor “relatifitas” dan bersifat subyektif.
3.
Individu atau keluarga anti social.
Adalah individu yang sebenarnya mampu untuk menyesuaikan diri pada lingkungan
atau dapat memenuhi tuntutan-tuntutan yang ada dalama masyarakat, tetapi
individu tersebut melawan atau menentang dengan lingkungn sekitarnya.
D. KARAKTERISTIK KLIEN/KONSELOR.
Klien adalah
semua individu yang diberi bantuan profesional seorang konselor atas permintaan
sendiri atau orang lain. Klien yang datang atas kemauannya sendiri karena dia
membutuhkan bantuan. Dia sadar bahwa dalam dirinya ada masalah yang memerlukan
bantuan seorang ahli. Sedangkan klien yang datang atas permintaan orang lain
misalnya orang tua atau guru, dia tidak sadar akan masalah yang dialami dirinya
karena kurangnya kesadaran diri. Apabila klien sudah sadar akan diri dan
masalahnya, maka dia mempunyai harapan terhadap konselor dan proses konseling.
Shertzer
and Stone (1987) mengemukakan bahwa keberhasilan dan kegagalan proses konseling
ditentukan oleh tiga hal yaitu :
1.
Kepribadian Klien
Kepribadian klien cukup menentukan keberhasilan
proses konseling. Aspek-aspek kepribadian klien adalah : sikap, emosi,
intelektual, dan motivasi.[7]
2.
Harapan Klien
Harapan klien mengandung makna adanya kebutuhan yang
ingin terpenuhi melalui proses konseling. Harapan klien adalah untuk memperoleh
informasi, menurunkan kecemasan, memperoleh jalan keluar dari persoalan yang
dialami dan mencari upaya bagaimana dirinya supaya lebih baik. Seringkali harapan klien terlalu tinggi
terhadap proses konseling, sedangkan kenyataannya konseling tidak dapat
memenuhi harapan tersebut, sehingga terjadilah diskretansi antara harapan dan
kenyataan yang dapat membuat klien kecewa dan bisa membuat dia putus hubungan dengan
konseling[8]
3.
Pengalaman dan Pendidikan Klien
Pengalaman dan pendidikan klien sangan menentukan
keberhasilan proses konseling sebab dengan
pengalaman dan pendidikan tersebut klien akan mudah menggali dirinya sehingga upaya pemecahan masalah
makin terarah. Pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman dalam konseling,
wawancara, berkomunikasi, keterbukaan, ceramah, pidato, mengajar, dan
demokratis. Seorang klien yang berpengalaman dalam diskusi, pidato, atau
ceramah, biasanya lebih mudah mengungkapkan perasaannya.
E.
MACAM-MACAM KLIEN/KONSELI.
Setelah memahami klien, maka kita
akan memahami macam-macam klien,
karena tidak ada dua klien yang sama persis[9], diantaranya :
1.
Klien Sukarela
Klien sukarela adalah klien yang datang pada
konselor atas kesadaran diri sendiri karena memiliki maksud dan tujuan tertentu[10],
Ciri-ciri klien sukarela :
1.
Mudah terbuka;
2.
Hadir atas kehendak sendiri;
3.
Dapat menyesuaikan diri dengan konselor;
4.
Bersedia mengungkapkan rahasia;
5.
Bersikap sahabat;
6.
Mengikuti proses konseling.
2.
Klien terpaksa
Apabila klien sukarela
datang pada konselor atas kemauannya sendiri, maka klien terpaksa adalah klien
yang datang pada konselor bukan atas kemauannya sendiri melainkan atas dorongan
teman atau keluarga[11],
Ciri-cirinya :
1.
Bersifat tertutup;
2.
Enggan berbicara;
3.
Curiga kepada konselor;
4.
Kurang bersahabat;
3.
Klien Enggan
Klien yang enggan
adalah klien yang datang pada konselor bukan untuk dibantu menyelesaikan
masalahnya, melainkan karena senang berbincang-bincang dengan konselor. Klien
ini enggan dibantu.
4.
Klien bermusuhan/Menentang
Klien
Bermusuhan/Menentang merupakan kelanjutan dari klien terpaksa yang bermasalah
dengan cukup serius. Adapun sifat-sifatnya :
1.
Tertutup; 2. Menentang; 3. Bermusuhan; 4. Menolak secara terbuka.
5.
Klien
Krisis
Merupakan
klien yang mendapat musibah seperti kematian orang-orang terdekat, kebakaran,
dan pemerkosaan, Perilaku Klien krisis adalah :
1.
Tertutup;
2.
Emosional;
3.
Kurang mampu berpikir rasional;
4.
Tidak mampu mengurus diri dan
keluarganya;
Carl R. Rogers menyatakan bahwa
konseling yang berpusat pada klien haruslah dilandasi pada pemahaman klien
tentang dirinya. Atau dengan kata lain pendekatan Rogers ini menitikberatkan
pada kemampuan klien untuk menentukan sendiri masalah-masalah yang penting bagi
dirinya dan memecahkan sendiri masalahnya. Campur tangan konselor sedikit
sekali. Konseli akan mampu menghadapi sifat-sifat dirinya yang tidak dapat
diterima lingkungannya tanpa ada perasaan terancam dan cemas, sehingga ia maju
kearah menerima dirinya dan nilai-nilai yang selama ini dimiliki dianutnya,
serta mampu mengubah aspek-aspek dirinya sebagai sesuatu yang dirasa perlu
diubah.[14]
Jadi, tujuan konseling dengan sendirinya ada dan ditentukan oleh konseli itu
sendiri[15].
Dengan demikian, pada layanan Bimbingan dan Konseling
Sosial, konselor dan konseli lebih dihadapkan pada cara untuk mengembangkan
diri konseli menjadi manusia seutuhnya. Baik secara konseling perseorangan
(individual) maupun secara kelompok. Konseli lebih dibekali seperangkat cara
(metode) untuk memecahkan permasalahannya sendiri ketimbang mencari pemecahan
atas masalah konseli. Hal ini yang membedakan layanan pribadi dengan layanan
sosial.
Setidaknya ada 4 bagaimana (cara), yang merupakan bahasan
dari layanan Bimbingan dan Konseling Sosial antara lain[16]:
1.
Bagaimana konseli dapat
menempatkan diri dalam lingkungan sosial. Individu sebagai makhluk sosial,
sehingga konseli ditumbuhkan pemahamannya mengenai hakekat kemanusiaannya.
2.
Bagaimana konseli bersikap baik
dan semestinya terhadap lingkungan sosial menurut standar moral, hukum dan
agama yang berlaku setempat. Misalnya sopan santun, tata krama, rasa
menghormati dan menghargai orang lain.
3.
Bagaimana mendidik perilaku
konseli yang tidak normative menjadi lebih normatif.
4.
Bagaimana agar konseli dapat
belajar dari lingkungan sosialnya, yang baik diambil, yang jelek dibuang.
5.
Bagaimana membuat konseli dapat
memahami perbedaan lingkungan sosial budaya, mengenal perbedaan lingkungan
budaya yang multikultural dan dapat menyesuaikan diri baik dalam lingkungan
yang berbeda maupun dnegan orang yang mempunyai latar belakang budaya yang
berbeda dengan dirinya.
[1] Namora Lumongga Lubis. 2011, memahami
dasar-dasar konseling dalam teori dan praktik. (Jakarta: kencana
Prenada Media Group,
hal: 21-22).
[2]http://id.shvoong.com/socialsciences/counseling/2204418-pengertian-konselor/#ixzz27UckL800 diakses pada tanggal 28/09/2012
[3] Gantina Komalasari dan Eka Wahyuni. 2011, teori dan teknik konseling. (Jakarta: PT.Indeks, hal:10-11)
[4] Namora Lumongga
Lubis. 2011, memahami dasar-dasar konseling dalam teori dan
praktik. (Jakarta: kencana Prenada Media Group, hal: 22-24).
[5]
Thohari Musnamar dalam Syamsu yusuf. Landasan
Bimbingan dan Konseling. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008)
[6]
Ibid, Hal 46
[7]
Fenti Hikmawati, Hal 39
[8]
Ibid, hal 40
[9]
Shahudi Siradj, 2012,
Pengantar Bimbingan Konseling, [Surabaya, PT Revka Petra Media]. Hal 137
[10]
Namora Lumongga Lubis, Hal 48
[11]
Ibid, hal 49
[12]
Fenti Hikmawati, hal 41
[13]
Ibid, hal 43
[14]
Dewa Ketut Sukardi, 2008, Pengantar
Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah [Jakarta:PT Rineka
cipta]. Hal 123
0 komentar:
Posting Komentar