MAKALAH
Ibadah Haji, Problematika dan Hikmanya
Ibadah Haji, Problematika dan Hikmanya
Dosen Pengampu :
Drs.
H,M. Munir mansyur, M.Ag
Disusun Oleh :
Riski
Ariesta Eka P (B03212022)
Rullita Nur Azizah (B03212023 )
Siti Nadhziroh (B03212024)
BAB II
PEMBAHASAN
A.
IBADAH HAJI
a.
Hukum
dan Dalil Haji
Haji
secara bahasa dan Fiqih, asal maknanya adalah ”Menyengaja Sesuatu”. Sedangkan
secara substansi berarti “Menuju Kemuliaan”. Madsudya adalah (Menurut Syara)
”Sengaja mengunjungi Ka’bah (Rumah Suci) untuk melakukan beberapa ritual
(Syarat-Rukun) ibadah, dengan syarat-syarat tertentu.”[1]
Haji
diwajibkan atas semua orang muslim yang mampu, satu kali seumur hidupnya. Lebih
dari sekali hukumnya sunnah. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT :
97.
padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim[215];
Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji
adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup
Mengadakan perjalanan ke Baitullah[216]. Barangsiapa mengingkari (kewajiban
haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari
semesta alam.
Dalil
diatas kemudian dikuatakan oleh dalil Rasulullah saw :
Islam itu ditegakkan
diatas 5 dasar : (1) bersaksi bahwa tiada tuhan selain yang patut disembah
kecuali Allah dan bahwasannya nabi Muhammad itu utusan Allah, (2) mendirikan
shalat yang lima waktu, (3) membayar zakat, (4) mengerjakan haji ke Baitullah,
(5) berpuasa dalam bulan Ramadhan (H.R Muttafqun ‘alaih)
Dari Abu Hurairah, bahwa
Rasulullah saw telah berkata dalam pidato beliau: “Hai manusia! Sesungguhnya
Allah telah mewajibkan atas kamu mengerjakan ibadah haji, maka hendaklah kamu
kerjakan.” Seorang sahabat bertanya: “Apakah tiap tahun ya Rasulullah?” Beliau
diam tidak menjawab, dan yang bertanya itu mendesak sampai tiga kali. Kemudian
Rasulullah saw berkata: “Kalau saya jawab ‘ya’ sudah tentu menjadi wajib
tiap-tiap tahun, sedangkan kamu tidak kuasa mengerjakannya, biarkanlah saja apa
yang saya tinggalkan (artinya jangan ditanya karena boleh jadi jawabannya
memberatkan kamu)” (H.R Ahmad, Muslim, dan al-Nasai).[2]
Ibadah
Haji merupakan ibadah yang wajib segera dikerjakan dan dilaksanakan. Artinya,
apabila orang tersebut akan memenuhi syarat-syaratnya, tetapi masih dilalaikan
juga (tidak dikerjakannya pada saat mampu), maka ia berdosa karena kelalaiannya
itu. Hal ini ditegaskan oleh sabda Rasulullah yang berbunyi:
Dari Aabu Abbas, Nabi
Besar saw telah berkata: “Hendaklah kamu bersegera mengerjakan haji, karena
sesungguhnya seorang tidak akan menyadari suatu halangan yang akan
merintanginya.” (H.R Ahmad)
b.
Syarat-syarat
Wajib Haji
1.
Beragama Islam (Tidak
wajib, tidak sah haji orang kafir)
2.
Berakal (Tidak wajib
atas orang gila dan orang bodoh)
3.
Baligh (Sampai umur 15
tahun, atau baligh dengan tanda-tanda lain, sehingga tidak wajib haji atas
anak-anak)
4.
Mampu secara material dan immaterial (Tidak
wajib Haji atas orang yang tidak mampu, misalnya miskin maupun sakit).
Pengertian
mampu itu ada dua macam :
1. Mampu
mengerjakan haji dengan sendirinya, dengan beberapa syarat sebagai berikut:
a. Mempunyai
bekal yang cukup untuk pergi ke Mekkah dan kembalinya.
b. Ada
kendaraan yang pantas dengan keadaannya, baik milik pribadi ataupun dengan
jalan menyewa. Syarat ini bagi orang yang jauh tempatnya dari Mekkah adalah dua
marhalah (80,640 km). orang yang jarak tempatnya dari Mekkah kurang dari itu,
sedangkan dia kuat berjalan kaki maka wajib mengerjakan haji. Adanya kendaraan
tidak menjadi syarat baginya.
c. Aman
perjalanannya, artinya orang-orang yang melalui jalan itu selamat sampai
tujuan. Tetapi jika lebih banyak yang celaka atau sama banyaknya antara celaka
dan yang selamat, maka tidak wajib pergi haji, bahkan haram pergi kalau lebih
banyak celakanya daripada yang selamat.
d. Sedang
syarat wajib haji bagi perempuan, hendaklah ia berjalan sama dengan mahramnya,
atau bersama-sama dengan suaminya, dapat juga bersama dengan perempuan yang
dipercayai.
e. Dalam
hal orang buta, hukumnya wajib pergi haji.
1) Kuasa
mengerjakan haji yang bukan dikerjakan oleh yang bersangkutan, tetapi dengan
jalan mengganti dengan orang lain. Umpamanya seorang telah meninggal
dunia,sedangkan sewaktu hidupnya ia telah mencukupi syarat-syarat wajib haji,
maka hajinya wajib dikerjakan oleh orang lain ongkos mengerjakannya diambil
dari harta peninggalannya. Maka wajiblah atas ahli warisnya mencarikan orang
yang akan mengerjakan hajinya itu serta membayar ongkos orang yang akan
mengerjakannya. Ongkos-ongkos itu diambilkan dari harta peninggalannya sebelum
dibagi, caranya sama dengan hal mengeluarkan utang- pihutangnya kepada manusia.
Sabda
Rasulullah saw :
Dari Ibn Abbas, seorang
perempuan dari Kabillah Juhainah telah datang kepada nabi saw, Ia berkata:
“Sesungguhnya ibuku telah bernazar akan pergi haji, teapi dia tidak pergi
sampai dia mati. Apakah boleh saya kerjakan haji itu untuk dia?” jawab Nabi:
“Ya boleh. Kerjakanlah olehmu hajinya. Bagaimana pendapatmu kalau ibumu sewaktu
mati meninggalkan utang, bukankah engkau yang membayarnya ? Hendaklah kamu
bayar hak Allah, sebab hak Allah itu lebih utama untuk dipenihi.” (H.R Bukhari)
- Orang Lemah
Orang lemah yang tidak kuat mengerjakan haji
karena sudah tua, atau lemah karena penyakit yang dideritanya, kalau dia mampu
membayar ongkos sesederhananya yang bisa berlaku diwaktu itu kepada orang yang
akan mengerjakan hajinya, maka dia wajib haji. Sebab dia terhitung orang kuasa
dengan jalan mengongkosi orang.
Sabda
Rasulullah saw :
Dari Ibnu Abbas, seorang dari kabilah Khasy’am telah bertanya kepada
Nabi saw: “Wahai Rasulullah sesungguhnya bapak saya telah mendapat kewajiban
haji, seddangkan dia sudah tua renta, tidak dapat duduk di atas punggung
untanya bila tanpa bantuan orang lain.” Jawab Rasulullah saw: “Hedaklah engkau
kerjakan hajinya” (HR. Muttafaqun ‘alaih).
- Hadiah Haji atau Pertolongan
Kalau
orang lain baik lembaga atau orang lainnya yang suka menolong untuk memberi
uang guna ongkos haji seseorang, hukumnya tidaklah wajib diterima. Karena
pemberian uang itu suka menjadi kemegahan bagi yang memberi. Bahkan, kadang
disebut-sebut sampai menyakiti yang ditolong; kecuali dengan pertolongan
tenaga, berarti orang itu sanggup mengerjakan hajinya, maka ia wajib menerima.
Karena pertolongan tenaga adalah lebih mudah dan celaannya lebih sederhana dari
pertolongan uang.
- Haji Anak-anak dan Hamba
Haji
anak yang belum baliqh (belum sampai umur) dan hamba, keduanya sah mengerjakan
haji dan umrah. Amal keduanya menjadi aural sunat. Apabila anak sudah sampai
umur atau hamba sudah merdeka dengan terpenuhinya syarat, maka keduanya wajib
haji kembali. Sebab syarat sah wajib itu hendaklah dikerjakan oleh orang yang
baliqh, berakal, dan merdeka.
Sabda
Rasulullah saw:
Dari Ibn Abbas,
sesunggunya Rasulullah saw, telah bertemu dengan sebuah kendaraan di Rauha.
Sabda Beliau: “ kaum siapakah kalian?” mereka menjawab: “Kami kaum muslim.”
Lalu mereka bertanya pula, “siapakah engkau ?” jawab Beliau: “saya Rasulullah.”
Kemudian seorang perempuan mengangkat seorang anak, ditunjukkan kepada beliau,
dan bertanya: “adakah sah haji anak ini?” jawab Nabi: “ya, dan engkau mendapat
pahala pula>” (HR. Ahmad dan Muslim)
Dan barang siapa dari
anak-anak yang telah haji, sesudah baliqh hendaklah ia melakukan haji kembali,
sesudah baliqh hendaklah ia melakukan haji kembali. Dan barang siapa dari hamba
yang telah haji, kemudian sesudah dia dimerdekakan hendaklah ia pergi haji
kembali. (H.R. Baihaqi)
a.
Tingkatan
Haji
Haji
dipandang dari tingkatan syarat- syaratnya mempunyai lima tingkatan yaitu :
1. Sah
apa adanya. Syaratnya adalah: Islam, maka sah haji anak-anak atau hamba,
walaupun belum mumayiz dengan pimpinan walinya.
2. Sah
mengerjkan sendiri, syaratnya islam dan mumayiz.
3. Sah
untuk haji yang dinazarkan. Syaratnya: Ialam, Baliqh, dan Berakal.
4. Sah
menjadi bayaran fardhu (kewajiban sekali seumur hidup). Syaratnya: Islam,
Baliqh, Berakal, dan Merdeka.
5. Wajib.
Syaratnya: Islam, Baliqh, Berakal, Merdeka, dan Kuasa.
b.
Rukun
Haji
Rukun
haji ada enam yaitu :
1. Ihram
(berniat mengerjakan haji atau umrah). Sabda Rasulullah saw: “Sesungguhnya
segala amal ibadahnya hanya sah dengan niat” (H.R. Bukhari).
2. Wuquf
(Nadir dipadang Arafah pada waktu yang ditentukan, yaitu mulai dari tergelincir
matahari (waktu Zuhur) tanggal 9 bulan Haji sampai terbit fajar tanggal 10
bulan Haji). Artinya, orang yang sedang mengerjakan haji itu wajib berada di
padang Arafah pada waktu tersebut.
Dari
sabda Rasulullah saw:
Dari Abd al-Rahman ibn
Ya’mur, Bahwa orang-orang Najd telah datag kepada Rasulullah saw sewaktu beliau
sedang wukuf di padang Arafah. Mereka betanya kepada beliau, maka beliau terus
menyuruh orang supaya mengumumkan: “Hai itu hanyalah Arafah, artinya, yang
terpenting urusan haji ialah hadir di Arafah. Barangsiapa yang datag pada malam
sepuluh sebelum terbit fajar, sesungguhnya ia telah mendapat waktu yang sah.”
(H.R. Muttafaqun ‘alaih).
3. Tata Cara Wuquf
Jamaah
haji menunjuk orang untuk menjadi imamnya. Keduanya (Imam dan Makmum) harus
tiba di Arafah sebelum waktu Zuhur. Diadakanlah adzan oleh muazin yang
ditetapkan. Kemudian berkhutbalah, dan berjamaah shalat zuhur dan ashar yang
disatukan (jamak). Selanjutnya berdiam sambil berdoa sampai waktu maghrib.
Dengan demikian waktu wuquf adalah dari mulai datangnya dhuhur sampai waktu
maghrib.
4. Tawaf (berkeliling
Ka’bah). Tawaf rukun ini dinamakan “Tawaf
Ifadah.”
Firman
Allah swt: “Dan hendaklah mreka melakukan
tawaf sekeliling rumah yang tua itu (Bait-ullah)” (QS. Al-Haj:29).
Syarat Tawaf
a.
Menutup
Aurat.
Sabda
Rasulullah saw: “Janganlah engkau tawaf
(mengelilingi Ka’bah) sambil telanjang” (HR. Bukhari dan Muslim).
b.
Suci
dari Hadast dan Najis.
Diriwayatkan:
Dari Aisyah, “Sesungguhnya yang pertama
dilakukan nabi saw, ketika beliau tiba di Makkah ialah mengambil wudhu,
kemudian beliau tawaf di Baitullah. (HR. Bukhari dan Muslim).
c.
Ka’bah
Hendaklah di Sebelah Kiri Orang yang Tawaf.
Diriwayatkan:
Dari jabir, bahwasannya Nabi besar saw. Tatkala
sampai di Mekkah, beliau mendekat ke hajr aswad, kemudian menyapunya dengan
tangan beliau, kemudian berjalan kesebelah kanan beliau; berjalan cepat tiga
keliling, dan berjalan biasa empat keliling.” (HR. Muslim dan Nasai).
Sesudah
menyapu Hajar Aswad, ia berjalan ke sebelah kanan beliau. Dengan sendirinya,
Ka’bah ka’bah ketika itu di sebelah kiri beliau.
-
Permulaan tawaf itu
hendaklah dari Hajar Aswad. (Keterangan yaitu hadist diatas).
-
Tawaf itu hendaklah
tujuh kali. (Keterangannya adalah hadist diatas)
-
Tawaf itu hedaklah
didalam masjid karena Rasulullah saw melakukan tawaf didalam masjid.
- Niat Tawaf
Tawaf yang terkandung dalam ibadah
haji tidak wajib niat karena niatnya sudah terkandung dalam niat ihram haji.
Tetapi kalau tawaf itu tersendiri bukan dalam ibadah haji, seperti tawaf wada’
(tawaf karena akan meninggalkan Makkah), maka wajib berniat. Niat Tawaf disini
menjadi syarat sahnya tawaf itu.
- Macam- macam Tawaf
a) Tawaf qudum
adalah tawaf ketika baru sampai di
Makkah sebagai ganti dari shalat Tahiyat al-Masjid. Dilakukan sebelum hari
penyembelihan korban.
b) Tawaf ifadah adalah
tawaf rukun haji yang dilakukan setelah melempar jumrah aqobah pada hari ‘id al-Adha dan hari tasyrik.
c) Tawaf wada’
adalah tawaf ketika akan meninggalkan Makkah sebagai upacara perpisahan.
d) Tawaf tahallul
adalah tawaf penghalalan atas persoalan yang haram karena ihram.
e) Tawaf nazar
adalah tawaf yang dinazarkan sebagai pelunas karena janjinya.
- Bacaan Sewaktu Tawaf
Sabda
Rasulullah saw:
Dari Abi Hurairah.
Bahwassannya ia telah mendengar Nabi saw bersabda: “Barangsiapa yang krlilinh
ka’bah tujuh kali dan tidak berkata selain membaca, ‘MahasuciAllah dan segala
puji bagi Allah, tidak ada tuhan yang patut disembah kecuali Allah, Allah Maha
Besar, tidak ada daya upaya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah’.
Orang yang membaca tersebut dihapus darinya sepuluh kejahatan, ditulis sepuluh
kebaikan, dan diangkat derajatnya sepuluh tingkat.” (HR. Ibn Majah)
1.
Sai
(berlari- lari kecil diantara bukit Safa dan Marwah).
Allah
awt berfirman, yang artinya :
Sesunggguhnya Safa dan
Marwah adalah sebagian adalah sebagian dari syi’ar Allah. Maka, barang siapa
beribadah haji ke baitullah atau berumrah, tidak dosa baginya untuk mengerjakan
sa’i antar keduanya. (Qs. Al-Baqarah: 58)
Syarat-
syarat Sa’i
a) Hendaklah
dimlai dari bukit Safa dan disudahi di bukit Marwah.
b) Hendaklah
sa’i itu tujuh kali karena Rasulullah saw telah sai tujuh kali. Dari Safa ke
Marwa dihitung satu kali, kembalinya dari Marwa ke Safa dihitung dua kali, dan
seterusnya.
c) Waktu
sai itu hendaklah sesudah tawaf, baik tawaf rukun maupun tawaf qudum.
2.
Mencukur
atau Mengunting Rambutnya.
Hal
ini kalau kita berpegang atas pendapat yang kuat. Sekurang –kurangnya
menghilangkan tiga helai rambut. Pihak yang mengatakan bercukur menjadi rukun
beralasan karena tidak dapat diganti dengan menyembelih.
3.
Menertibkan
Rukun- rukun itu.
Mendahulukan
yang awal diantara rukun- rukun itu, yaitu mendahulukn niat dari semua rukun
yang lain, mendahulukan hadir di Padang Arafah dari tawaf dan bercukur,
mendahulukan tawaf dari sai, jika tidak sai sesudah tawaf qudum.
c.
Wajib Haji ada Tujuh, yaitu
:
1. Ihram dari miwat (tempat yang ditentukan dan masa tertentu).
Ketentuan masa miqat (miqat zaman) ialah dari awal bulan syawal sampai terbit fajar Hari Raya Haji (tanggal 10 bulan Haji). Jadi, ihram haji wajib dilakukan dalam masa dua bulan 9,5 hari.
Firman Allah swt, yang
artinya:
“Musim
haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi.”
(QS. Al-Baqarah: 197).
Tafsir sahabat tentang bulan-bulan yang dimaklumi
itu menurut asar Ibn Umar adalah:
Dan menurut Ibn Umar,
“Bulan haji itu ialah bulan syawal, Zulkaidah, dan sepuluh hari
bulan haji” (HR. Bukhari)
Sabda
Rasulullah saw:
Dari Ibn Abbas,
Rasullah saw telah menentukan (tempat wajib ihram bagi tiap-tiap penduduk)
yaitu bagi ahli Madinah ialah Zul Hulaifah, bagi ahli Syam ialah Juhfah, bagi
ahli Najd ialah Qarn al-Manazil dan bagi ahli Yaman ialah Yalamlam. Beliau
bersabda: “Tempat- tempat itu untuk penduduk negeri-negeri tersebut dan
orang-orang yang datang ke negeri-negeri itu, yang bermadsud akan beribadah
haji dan umrah. Adapun orang-orang yang negerinya lebih dekatke Mekah dari
tempat-tempat tersebut, maka miqatnya di negeri-negeri masing-masing, sehingga
bagi ahli Makah, miqat mereka negeri Makah.” (HR. Muslim)
Dari Jabir, Nabi besar saw. berkata: “Miqat ahli Irak ialah Zatu ‘irqin”(HR.
Muslim).
Barang siapa yang
datang ke Makah dengan madsud hendak beribadah Haji dan Umrah, maka apabila
sampai perjalanannya ke tempat tersebut atau sejajar dengan tempat-tempat itu
ia sudah wajib ihram (berniat), kalau tidak, ia wajib membayar denda (dam),
yaitu memotong seekor kambing yang sah untuk qurban. (Perkara denda ini akan
dijelaskan kemudian).
2. Berhenti di Muzdalifah
sesudah tengah malam, dimalam hari Raya Haji sesudah hadir di Padang Arafah.
Apabila ia berjalan dari Muzdalifah
tengah malam, maka ia wajib membayar denda (dam). (Keterangannya adalah amal
Rasulullah saw).
3.
Melontar Jumrat
al-‘Aqabah pada hari Haji Raya Haji.
Dari
Jabir ia berkata: “Saya melihat Nabi saw melontar jumrah dari atas kendaraan
pada hari raya, lalu ia bersabda: ‘Hendaklah kamu turut cara ibadah seperti
yang kukerjakan ini karena sesungguhnya aku tidak dapat mengetahui apakah dapat
mengerjakan haji lagi sesudah ini” (HR. Mualim dan Ahmad).
4.
Melontar tiga jumrah
Jumrah yang pertama, kedua, dan
ketiga (Jumrah Aqabah) dilontar pada tanggal 11, 12, 13 bulan Haji. Tiap-tiap
Jumrah dilontar dengan tujuh batu kecil. Waktu melontar ialah sesudah
tergelincir matahari pada tiap-tiap hari.
Diriwayatkan oleh Aisyah tentang
waktu Jumrah.
Dari Aisyah, Nabi saw
telah tinggal di Mina selama hari Tasyriq (taggal 11.12,13 Haji). Beliau
melintar Jumrah apabila matahari telah condong ke sebelah barat, tiap-tiap
jumrah jumrah dilontarkan denga batu kecil (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Orang yang sudah melontar pada hari
pertama dan kedua, kalau ingin pulang tidak ada halangan lagi. Kewajiban
bermalam pada malam ketiga dan kewajiban melontar pada hari ketiga, hilang
darinya.
Firman Allah swt: “Barang siapa
yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa
baginya” (QS. Al—Baqarah: 203).
- Syarat Melontar Jumrah
a) Melontar
dengan tujuh, dilontarkan satu per satu.
b) Menertibkan
tiga jumrah dimulai dari jumrah yang pertama (dekat masjid Khifa), kemudian
ditengah, dan sesudah itu yang akhir (jumrah Aqabah).
c) Alat
untuk melontar Jumrah adalah batu (batu kerikil), tidak sah melontar dengan
selain batu. Orang yang berhalangan tidak dapat melontar, sedangkan
halangan-halangan itu tidak ada harapan akan hilang dalam masa yang ditentukan
, maka orang tersebut hendaklah mencari wakilnya dengan jalan mengupah. Orang
yang tidak melontar sehari atau dua hari harus menggantinya pada hari lain,
asal masih dalam masa yang ditentukan untuk melontar yaitu tanggal 10-13.
5.
Bermalam di Mina
6.
Tawaf wada’ (tawaf sewaktu
akan meninggalkan Mekah)
Dari Ibn Abbas,
“Manusia diperintahkan supaya mengakhiri pekerjaan haji mereka di Mekah ialah
tawaf, kecuali perempuan yang sedang dalam keadaan haid, tidak diberati dengan
tawaf” (HR. Bukhari dan Muslim).
7.
Menjauhkan diri dari
segala larangan atau yang diharamkan (muharramat).
B.
HIKMAH
HAJI
Diantara
Asmaul Husna yang dimiliki Allah SWT
adalah
Al-Hakim yang bermakna : Yang menetapkan Hukum, atau Yang mempunyai sifat
Hikmah, di mana Allah tidak berkata dan bertindak dengan sia-sia. [3]Oleh
karena itulah semua syari’at Allah SWT mempunyai kebaikan yang besar dan
manfaat yang banyak bagi hamba-Nya di dunia seperti kebagusan hati, ketenangan
jiwa dan kebaikan keadaan. Juga akibat yang baik dan kemenangan yang besar di
kampung kenikmatan (akhirat) dengan melihat wajah-Nya dan mendapatkan
ridha-Nya.[4]
Haji
adalah sebuah ibadah ynag tidat diketahui secara pasti tujuan utamannya. Dalam
hal ini, akal manusia diberi kebebasan untuk meneliti dan mencari apa hikmah
dibalik ibadah haji itu sehingga ibadah dibalik ibadah haji itu, dapat
ditemukan dan dipahami oleh kemampuan nalar manusia. Hal itu tidak dapat
mempengaruhi sedikitpun terhadap bentuk dan eksistensi haji. Selain itu,temuan
berbagai hikmah dari ibadah haji pada hakikatnnya lebih bersifat parsial dan
subjektif. Namun demikian, bukan berarti hikmah ibadah haji tidak bisa
disampaikan kepada orang atau pihak lain.[5]
Demikian
pula haji, sebuah ibadah tahunan yang besar yang Allah syari’atkan bagi para
hamba-Nya, mempunyai berbagai manfaat yang besar dan tujuan yang besar pula,
yang membawa kebaikan di dunia dan akhirat.
Ibadah haji adalah rukun islam yang kelima sekaligus yang terakhir, dan
ibadah ini di lakukan di tanah suci atau bisa di bilang di mekkah. ibadah ini
di lakukan jika kita mampu, mampu dalam hal materi dan juga kesehatan karena
jika kesehatan kita terganggu maka kita tidak di izinkan pergi ke mekkah itu
karena perjalanannya yang cukup jauh dan lama. Di bawah ini 7 hikmah Ibadah
haji diantarannya.3
1. Menjadi tetamu Allah
Ka’bah atau Baitullah itu
dikatakan juga sebagai 'Rumah Allah'. Walau bagaimana pun haruslah difahami
bahwa bukanlah Allah itu bertempat atau tinggal disitu. Sesungguhnya Allah itu
ada dimana mana. Ia dikatakan sebagai 'Rumah Allah' kerana mengambil apa yang
diucapkan oleh Nabi Ibrahim a.s. oleh yang demikian orang yang mengerjakan haji
adalah merupakan tetamu istimewa Allah.
Dan
sudah menjadi kebiasaan setiap tetamu mendapat layanan yang istimewa dari tuan
rumah. Rasulullah bersabda: "Orang yang mengerjakan haji dan orang yang
mengerjakan umrah adalah tetamu Allah Azza wa jalla dan para pengunjung-Nya.
Jika mereka meminta kepada-Nya nescaya diberi-Nya. Jika mereka meminta ampun
nescaya diterima-Nya doa mereka. Dan jika mereka meminta syafaat nescaya mereka
diberi syafaat." (Ibnu Majah)
2. Mendapat tarbiah langsung
dari pada Allah
Di
kalangan mereka yang pernah mengerjakan haji, mereka mengatakan bahawa Ibadah
Haji adalah kemuncak ujian dari pada Allah s.w.t. Ini disebabkan jumlah orang
yang sama-sama mengerjakan ibadah tersebut adalah terlalu ramai hingga
menjangkau angka jutaan orang. Rasulullah bersabda: "Bahwa Allah Azza wa
jalla telah menjanjikan akan 'Rumah' ini, akan berhaji kepadanya tiap-tiap
tahun enam ratus ribu. Jika kurang nescaya dicukupkan mereka oleh Allah dari
para malaikat." Sabda Rasulullah laga, "Dari umrah pertama hingga
umrah yang kedua menjadi penebus dosa yang terjadi diantara keduanya,sedangkan
haji yang mabrur (haji yang terima) itu tidak ada balasannya kecuali
syurga." (Bukhari dan Muslim)
3. Membersihkan dosa
Mengerjakan
Ibadah Haji merupakan kesempatan untuk bertaubat dan meminta ampun kepada
Allah. Terdapat beberapa tempat dalam mengerjakan ibadah haji itu merupakan
tempat yang mustajab untuk berdoa dan bertaubat. Malah ibadah haji itu sendiri
jika dikerjakan dengan sempurna tidak dicampuri dengan perbuatan-perbuatan keji
maka Allah akan mengampunkan dosa-dosanya sehingga ia suci bersih seperti baru
lahir ke dunia ini. Rasulullah bersabda: "Barangsiapa yang melakukan
Ibadah Haji ke Baitullah dengan tidak mengucapkan perkataan keji, tidak berbuat
fasik, dia akan kembali ke negerinya dengan fitrah jiwanya yang suci ibarat
bayi baru lahir daripada perut ibunya." (Bukhari Muslim).
4. Memperteguhkan iman
Ibadah
Haji secara tidak langsung telah menghimpunkan manusia Islam dari seluruh
pelusuk dunia. Mereka terdiri dari berbagai bangsa, warna kulit dan bahasa
pertuturan. Hal ini membuka pandangan dan fikiran tentang kebenaran Al-Quran
yang diterangkan semua dengan jelas dan nyata.
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا
وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ
إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ ١٣
"Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang lelaki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal mengenal." (Al-Hujurat 13)
وَمِنۡ
ءَايَٰتِهِۦ خَلۡقُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱخۡتِلَٰفُ أَلۡسِنَتِكُمۡ
وَأَلۡوَٰنِكُمۡۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّلۡعَٰلِمِينَ ٢٢
"Dan
diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan
berlainan bahasamu dan warna kulitmu." (Ar-Rumm 22).
5. Iktibar dari pada peristiwa
orang-orang soleh
Tanah
suci Mekah adalah merupakan lembah yang menyimpan banyak rentetan
peristiwa-peristiwa bersejarah. Diantaranya sejarah nabi-nabi dan rasul, para
sahabat Rasulullah,para tabiin, tabi’ut tabiin dan salafus soleh yang
mengiringi mereka. Sesungguhnya peristiwa tersebut boleh diambil iktibar atau
pengajaran untuk membangun jiwa seseorang. Rasulullah bersabda: "Sahabat-sahabatku
itu laksana bintang-bintang dilangit, jika kamu mengikut sahabat-sahabatku
niscaya kamu akan mendapat petunjuk." Di antara peristiwa yang terjadi
ialah:
Pertemuan
di antara Nabi Adam a.s. dengan Siti Hawa di Padang Arafah.
Siti Hajar dan Nabi Ismail ditinggalkan di tengah padang pasir yg kering kontang di antara Bukit Safa dan Marwah.Pengorbanan Nabi Ibrahim a.s. menyembelih Nabi Ismail sebagai perintah Allah. Nabi Ismail a.s. dan Nabi Ibrahim mendirikan Kaabah.Lahirnya seorang anak yatim yang miskin dan serba kekurangan. Tidak tahu membaca dan menulis tetapi mempunyai akhlak yang terpuji hingga mendapat gelaran 'Al-Amin.Medan Badar dan Uhud sewajarnya mengingati seseorang kepada kegigihan Rasulullah dan para sahabat menegakkan agama Allah.
Siti Hajar dan Nabi Ismail ditinggalkan di tengah padang pasir yg kering kontang di antara Bukit Safa dan Marwah.Pengorbanan Nabi Ibrahim a.s. menyembelih Nabi Ismail sebagai perintah Allah. Nabi Ismail a.s. dan Nabi Ibrahim mendirikan Kaabah.Lahirnya seorang anak yatim yang miskin dan serba kekurangan. Tidak tahu membaca dan menulis tetapi mempunyai akhlak yang terpuji hingga mendapat gelaran 'Al-Amin.Medan Badar dan Uhud sewajarnya mengingati seseorang kepada kegigihan Rasulullah dan para sahabat menegakkan agama Allah.
6. Merasa bayangan Padang
Mahsyar
Bagi
orang yang belum mengerjakan haji tentunya belum pernah melihat dan mengikuti
perhimpunan ratusan ribu manusia yang berkeadaan sama tiada beda. Itu semua
dapat dirasai ketika mengerjakan haji. Perhimpunan di Padang Arafah menghilangkan
status dan perbedaan hidup manusia sehingga tidak dapat kenal siapa kaya,
hartawan, rakyat biasa, raja atau sebagainya. Semua mereka sama dengan memakai
pakaian seledang kain putih tanpa jahit. Firman Allah s.w.t:
"Sesungguhnya
yang paling mulia di sisi Allah adalah siapa yang paling taqwa."
(Al-Hujurat-13)
7. Syiar perpaduan umat Islam
Ibadah
Haji adalah merupakan syiar perpaduan umat Islam. Ini kerana mereka yang pergi
ke Tanah Suci Makkah itu hanya mempunyai satu tujuan dan matlamat iaitu
menunaikan perintah Allah atau kewajipan Rukun Islam yang kelima. Dalam
memenuhi tujuan tersebut mereka melakukan perbuatan yang sama,memakai pakaian
yang sama, mengikut tertib yang sama malah boleh dikatakan semuanya sama. Ini
menggambarkan perpaduan dan satu hati umat Islam. Dan gambaran inilah yang
semestinya diamalkan dalam kehidupan seharian umat Islam apabila mereka kembali
ke negara asal masing-masing.[6]
Hikmah haji yang dapat dirasakan adalah menumbuhkan
rasa persaudaraan dan sikap solidaritas yang tinggi.Sikap itu dapat dilihat pada
saat melakukan tawaf mengelilingi Ka’bah tujuh kali, berlari kecil antara Safa dan
Marwah dalam jarak 934, 35 meter (394,35 X 7 = 2760,45 meter), sebagai perwujudan
sikap manusia yang tidak mudah putus asa dalam runag dan waktu, bahkan mampu menghadapi
gejolak kehidupan dengan sabar dan tabah disertai sikap optimisme.
Fungsi pencarian hikmah yang utama adalah untuk lebih memantapkan
apa yang sudah diatur dalam syariat sehingga pencarian dan perolehan hikmah bukanlah
untuk melakukan telaah ulang, dekonstruksi, dan segala bentuk pemberontakan terhadap
tatanan yang telah mapan secara syar’i. Dalam hal ini, kita akan berusaha memahami
haji dengan lebih baik dan sempurna. Dan lebih penting lagi adalah kita dapat menjadikan
ibadah haji sebagai pelajaran untuk menapaki kehidupan dimasa depan. Dengan pandangan
semacam ini, kita akan digiringuntuk menjadi generasi yang penuh rasa percaya
(iman), tunduk (islam), dan disertai prilaku dan pemajaman keagamaan yang baik
(ihsan), pencarian dan perolehan hikmah ibadah lebih diarahkan pada pemantapan konteks
syariat agar mampu melahirkan makrifat dan mampu memperoleh hakikat keagamaan.[7]
C.
PROBLEMATIKA
HAJI
a) Seseorang
yang Sedang Melaksanakan Iibadah Haji/Umrah, Tidak Boleh Rafats, Fasiq,
Jidal
1. Firman
Allah dalam Surat Al-Baqarah (197) :
ٱلۡحَجُّ
أَشۡهُرٞ مَّعۡلُومَٰتٞۚ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ ٱلۡحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا
فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي ٱلۡحَجِّۗ وَمَا تَفۡعَلُواْ مِنۡ خَيۡرٖ يَعۡلَمۡهُ ٱللَّهُۗ
وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيۡرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقۡوَىٰۖ وَٱتَّقُونِ يَٰٓأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ
١٩٧
“_Muslim
haji adalah beberapa bulan yang telah ditentukan barang siapa yang menetapkan
niatnya (telah ihram) dalam bulan itu akan melaksanakan haji; maka tidak boleh
rafats (1), fasiq(2), dan jidal (3) di dalam masa melaksanakan haji itu. Dan
apa saja yang kamu kerjakan dari kebaikan niscaya Allah mengetahuianya. Dan
hendaklah kamu berbekal, sesungguhnya sebaik – baik bekal adalah takwa dan
bertawakalah kepada-Ku, wahai orang – orang yang berakal._”.
Keterangan :
·
rafats
=berkata atau berbuat yang menimbulkan rangsangan seksual, atau bersetubuh
dengan istri/suami.
·
fasiq =
melanggar larangan ihram
·
jidal
= berbantah – bantah dengan cara yang tidak patut dan bernafsu (emosional).
2. Sabda
Rasulullah saw
“_Barang siapa yang melaksanakan haji kemudian tidak
rafats dan tidak fasiq, pastilah dia pulang kembali sebagai anak yang baru
dilahirkan oleh ibunya_”. (H.R. Bukhari)[8]
jamarot, perluasan tempat sa’i, mina jadid.
- Haid saat pelaksanaan Towaf ifadloh, sementara bila menunggu suci akan ditinggal oleh kloternya
Menurut ulama’ syafi’iyyah
wanita dalam kondisi seperti ini disarankan untuk mengikuti kloternya hingga
sampai pada satu tempat yang yang dirasa sulit baginya untuk kembali ke makkah,
dan ditempat itu juga ia melakukan tahallul sebagaimana orang yang dikepung
oleh musuh yakni menyembelih kambing dan mencukur rambut dibarengi dengan
niat tahallul , setelah itu hal-hal yang diharamkan sebab ihrom menjadi
halal baginya namun ia masih mempunyai tanggungan towaf yang harus dikerjakan
tahun depan jika ia mampu.Namun solusi ini dirasa sangat memberatkan tekait
dengan situasi dan kondisi saat ini, karna itu sebagaian ulama’ menyarankan
agar taqlid pada Imam Ahmad atau Imam Abu Hanifah yang menghukumi sah towafnya
wanita haid dengan konsekwensi menyembelih unta badanah dan dosa karna
memasuki masjid dalam kondisi haid.Bila wanita yang mengalami haid tadi
melakukan haji tamattu’ maka ia harus nia ihrom haji saat itu juga hingga
hajinya menjadi haji qiran
- Bersentuhan dengan wanita ketika thowaf
Suatu kejadian yang hampir pasti
di alami oleh para jamaah haji lelaki ketika melaksanakan thowaf adalah
bersentuhan dengan kaum perempuan .hal ini di karenakan mayoritas jamaah haji
India dan Pakistan mengikuti mazhab hanafi yang berpendapat
bahwa aurotnya wanita saat ibadah adalah 2/3 dari setiap anggota
tubuh atau ½ nya.jika lelaki yakin tersentuh oleh kulit perempuan yang terbuka
maka kedudukan lelaki tersebut adalah sebagai malmus, yang dalam pembahasan hukumnya
terdapat dua qoul, menurut qoul yang ashoh wudlu’nya batal. Dalam masalah
tabrakan (laki – laki dan perempuan melakukan gerakan yang mengakibatkan
sentuhan) maka keduannya sama- sama berkedudukan sebagai lamis dan para
ashhabusyafi’i sepakat wudlu’ mereka batal.
v MelemparJumroh
Dan NafarAwalSebelumTergelincirnyaMatahariPadaTanggal 12 Dzulhijjah
Terdorong oleh adanya isu dan omongan-omongan
dari mereka yang berbicara tentang hokum serta demi keamanan jamaah mengingat bahaya
dalam melempar jumroh setelah tergelincirnya matahari maka banyak jamaah haji
kita yang melempar jumroh pada tanggal 12 dzulhijjah sekaligus meninggalkan
mina sebelum tergelincirnya matahari.dalam madhab
Syafi’I Waktu melontar Jamrah pada hari tasyriq dimulai setelah tergelincirnya matahari
menurut qaul yang ashah (Imam Nawawi), dan boleh sebelum tergelincirnya matahari,
menurut qaul yang kedua (Imam Rafii) (ket. Matan Syarwanihal.138/4. ). Hal ini dibenarkan tapi makruh,
menurut pendapat Imam Rafii
Oleh karena itu bagi jemaah
haji yang nafar awal sebelum tergelincirnya matahari wajib kembali ke Mina dan jika
tidak kembali maka harus membayar satu mud, karena tidak mabit pada malam 13
Dzilhijjah dan membayar dam muqaddar murattab, karena tidak melontar jamrah pada
tgl. 13 Dzilhijjah.
DAFTAR
PUSTAKA
W Mustofa, Haji perjalanansebuah air mata,
Jogjakarta :YayasanBentang Agama, 1993,1997,1999
Haryono. Yudhie,
dkk. Haji Mistik, Jakarta:
IntimediadanNalar, 2002
Majid
Dien, Berhajidimasa colonial, Jakarta
:Cvsejahtera, 2008
Rosidin, Inti
fiqih Haji dan Umrah, Malang : Genius Media, 2013
Sholikhin Muhammad, Keajaiban haji danumrah,Jakarta:
Erlangga, 2013
[1] M. YudhieHaryono, dkk. Haji
Mistik,2002 Jakarta: IntimediadanNalar, hal 85
[2] Ibid, hal 86
[3]W Mustofa
[6]http://haji.okezone.com/read/2011/12/12/398/541439/hikmah-ibadah-haji
[7]Sholikhin Muhammad
[8]ThohirLuth.
Syariat Islam Tentang Haji danUmrah. (Jakarta : PT RINEKA CIPTA : 2004). Hal :
14-15
0 komentar:
Posting Komentar