Rabu, 14 Mei 2014

Ibadah Haji, Problematika, dan Hikmanya

Standard


MAKALAH
Ibadah Haji, Problematika dan Hikmanya

Dosen Pengampu :

Drs. H,M. Munir mansyur, M.Ag
Disusun Oleh :
Riski Ariesta Eka P (B03212022)
   Rullita Nur Azizah   (B03212023 ) 
                                                     
Siti Nadhziroh          (B03212024)


BAB II
PEMBAHASAN

        A.     IBADAH HAJI
a.      Hukum dan Dalil Haji
Haji secara bahasa dan Fiqih, asal maknanya adalah ”Menyengaja Sesuatu”. Sedangkan secara substansi berarti “Menuju Kemuliaan”. Madsudya adalah (Menurut Syara) ”Sengaja mengunjungi Ka’bah (Rumah Suci) untuk melakukan beberapa ritual (Syarat-Rukun) ibadah, dengan syarat-syarat tertentu.”[1]
Haji diwajibkan atas semua orang muslim yang mampu, satu kali seumur hidupnya. Lebih dari sekali hukumnya sunnah. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT :
97. padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim[215]; Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah[216]. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.
Dalil diatas kemudian dikuatakan oleh dalil Rasulullah saw :
Islam itu ditegakkan diatas 5 dasar : (1) bersaksi bahwa tiada tuhan selain yang patut disembah kecuali Allah dan bahwasannya nabi Muhammad itu utusan Allah, (2) mendirikan shalat yang lima waktu, (3) membayar zakat, (4) mengerjakan haji ke Baitullah, (5) berpuasa dalam bulan Ramadhan (H.R Muttafqun ‘alaih)
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw telah berkata dalam pidato beliau: “Hai manusia! Sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas kamu mengerjakan ibadah haji, maka hendaklah kamu kerjakan.” Seorang sahabat bertanya: “Apakah tiap tahun ya Rasulullah?” Beliau diam tidak menjawab, dan yang bertanya itu mendesak sampai tiga kali. Kemudian Rasulullah saw berkata: “Kalau saya jawab ‘ya’ sudah tentu menjadi wajib tiap-tiap tahun, sedangkan kamu tidak kuasa mengerjakannya, biarkanlah saja apa yang saya tinggalkan (artinya jangan ditanya karena boleh jadi jawabannya memberatkan kamu)” (H.R Ahmad, Muslim, dan al-Nasai).[2]
Ibadah Haji merupakan ibadah yang wajib segera dikerjakan dan dilaksanakan. Artinya, apabila orang tersebut akan memenuhi syarat-syaratnya, tetapi masih dilalaikan juga (tidak dikerjakannya pada saat mampu), maka ia berdosa karena kelalaiannya itu. Hal ini ditegaskan oleh sabda Rasulullah yang berbunyi:
Dari Aabu Abbas, Nabi Besar saw telah berkata: “Hendaklah kamu bersegera mengerjakan haji, karena sesungguhnya seorang tidak akan menyadari suatu halangan yang akan merintanginya.” (H.R Ahmad)
b.      Syarat-syarat Wajib Haji

1.      Beragama Islam (Tidak wajib, tidak sah haji orang kafir)
2.      Berakal (Tidak wajib atas orang gila dan orang bodoh)
3.      Baligh (Sampai umur 15 tahun, atau baligh dengan tanda-tanda lain, sehingga tidak wajib haji atas anak-anak)
4.       Mampu secara material dan immaterial (Tidak wajib Haji atas orang yang tidak mampu, misalnya miskin maupun sakit).
Pengertian mampu itu ada dua macam :
1.      Mampu mengerjakan haji dengan sendirinya, dengan beberapa syarat sebagai berikut:
a.       Mempunyai bekal yang cukup untuk pergi ke Mekkah dan kembalinya.
b.      Ada kendaraan yang pantas dengan keadaannya, baik milik pribadi ataupun dengan jalan menyewa. Syarat ini bagi orang yang jauh tempatnya dari Mekkah adalah dua marhalah (80,640 km). orang yang jarak tempatnya dari Mekkah kurang dari itu, sedangkan dia kuat berjalan kaki maka wajib mengerjakan haji. Adanya kendaraan tidak menjadi syarat baginya.
c.       Aman perjalanannya, artinya orang-orang yang melalui jalan itu selamat sampai tujuan. Tetapi jika lebih banyak yang celaka atau sama banyaknya antara celaka dan yang selamat, maka tidak wajib pergi haji, bahkan haram pergi kalau lebih banyak celakanya daripada yang selamat.
d.      Sedang syarat wajib haji bagi perempuan, hendaklah ia berjalan sama dengan mahramnya, atau bersama-sama dengan suaminya, dapat juga bersama dengan perempuan yang dipercayai.
e.       Dalam hal orang buta, hukumnya wajib pergi haji.

1)   Kuasa mengerjakan haji yang bukan dikerjakan oleh yang bersangkutan, tetapi dengan jalan mengganti dengan orang lain. Umpamanya seorang telah meninggal dunia,sedangkan sewaktu hidupnya ia telah mencukupi syarat-syarat wajib haji, maka hajinya wajib dikerjakan oleh orang lain ongkos mengerjakannya diambil dari harta peninggalannya. Maka wajiblah atas ahli warisnya mencarikan orang yang akan mengerjakan hajinya itu serta membayar ongkos orang yang akan mengerjakannya. Ongkos-ongkos itu diambilkan dari harta peninggalannya sebelum dibagi, caranya sama dengan hal mengeluarkan utang- pihutangnya kepada manusia.
Sabda Rasulullah saw :
Dari Ibn Abbas, seorang perempuan dari Kabillah Juhainah telah datang kepada nabi saw, Ia berkata: “Sesungguhnya ibuku telah bernazar akan pergi haji, teapi dia tidak pergi sampai dia mati. Apakah boleh saya kerjakan haji itu untuk dia?” jawab Nabi: “Ya boleh. Kerjakanlah olehmu hajinya. Bagaimana pendapatmu kalau ibumu sewaktu mati meninggalkan utang, bukankah engkau yang membayarnya ? Hendaklah kamu bayar hak Allah, sebab hak Allah itu lebih utama untuk dipenihi.” (H.R Bukhari)


  •  Orang Lemah

Orang lemah yang tidak kuat mengerjakan haji karena sudah tua, atau lemah karena penyakit yang dideritanya, kalau dia mampu membayar ongkos sesederhananya yang bisa berlaku diwaktu itu kepada orang yang akan mengerjakan hajinya, maka dia wajib haji. Sebab dia terhitung orang kuasa dengan jalan mengongkosi orang.
Sabda Rasulullah saw :
Dari Ibnu Abbas, seorang dari kabilah Khasy’am telah bertanya kepada Nabi saw: “Wahai Rasulullah sesungguhnya bapak saya telah mendapat kewajiban haji, seddangkan dia sudah tua renta, tidak dapat duduk di atas punggung untanya bila tanpa bantuan orang lain.” Jawab Rasulullah saw: “Hedaklah engkau kerjakan hajinya” (HR. Muttafaqun ‘alaih).

  • Hadiah Haji atau Pertolongan

Kalau orang lain baik lembaga atau orang lainnya yang suka menolong untuk memberi uang guna ongkos haji seseorang, hukumnya tidaklah wajib diterima. Karena pemberian uang itu suka menjadi kemegahan bagi yang memberi. Bahkan, kadang disebut-sebut sampai menyakiti yang ditolong; kecuali dengan pertolongan tenaga, berarti orang itu sanggup mengerjakan hajinya, maka ia wajib menerima. Karena pertolongan tenaga adalah lebih mudah dan celaannya lebih sederhana dari pertolongan uang.

  • Haji Anak-anak dan Hamba

Haji anak yang belum baliqh (belum sampai umur) dan hamba, keduanya sah mengerjakan haji dan umrah. Amal keduanya menjadi aural sunat. Apabila anak sudah sampai umur atau hamba sudah merdeka dengan terpenuhinya syarat, maka keduanya wajib haji kembali. Sebab syarat sah wajib itu hendaklah dikerjakan oleh orang yang baliqh, berakal, dan merdeka.
Sabda Rasulullah saw:
Dari Ibn Abbas, sesunggunya Rasulullah saw, telah bertemu dengan sebuah kendaraan di Rauha. Sabda Beliau: “ kaum siapakah kalian?” mereka menjawab: “Kami kaum muslim.” Lalu mereka bertanya pula, “siapakah engkau ?” jawab Beliau: “saya Rasulullah.” Kemudian seorang perempuan mengangkat seorang anak, ditunjukkan kepada beliau, dan bertanya: “adakah sah haji anak ini?” jawab Nabi: “ya, dan engkau mendapat pahala pula>” (HR. Ahmad dan Muslim)
Dan barang siapa dari anak-anak yang telah haji, sesudah baliqh hendaklah ia melakukan haji kembali, sesudah baliqh hendaklah ia melakukan haji kembali. Dan barang siapa dari hamba yang telah haji, kemudian sesudah dia dimerdekakan hendaklah ia pergi haji kembali. (H.R. Baihaqi)

a.      Tingkatan Haji
Haji dipandang dari tingkatan syarat- syaratnya mempunyai lima tingkatan yaitu :
1.      Sah apa adanya. Syaratnya adalah: Islam, maka sah haji anak-anak atau hamba, walaupun belum mumayiz dengan pimpinan walinya.
2.      Sah mengerjkan sendiri, syaratnya islam dan mumayiz.
3.      Sah untuk haji yang dinazarkan. Syaratnya: Ialam, Baliqh, dan Berakal.
4.      Sah menjadi bayaran fardhu (kewajiban sekali seumur hidup). Syaratnya: Islam, Baliqh, Berakal, dan Merdeka.
5.      Wajib. Syaratnya: Islam, Baliqh, Berakal, Merdeka, dan Kuasa.

b.      Rukun Haji
Rukun haji ada enam yaitu :
1.     Ihram (berniat mengerjakan haji atau umrah). Sabda Rasulullah saw: “Sesungguhnya segala amal ibadahnya hanya sah dengan niat” (H.R. Bukhari).
2.  Wuquf (Nadir dipadang Arafah pada waktu yang ditentukan, yaitu mulai dari tergelincir matahari (waktu Zuhur) tanggal 9 bulan Haji sampai terbit fajar tanggal 10 bulan Haji). Artinya, orang yang sedang mengerjakan haji itu wajib berada di padang Arafah pada waktu tersebut.
Dari sabda Rasulullah saw:
Dari Abd al-Rahman ibn Ya’mur, Bahwa orang-orang Najd telah datag kepada Rasulullah saw sewaktu beliau sedang wukuf di padang Arafah. Mereka betanya kepada beliau, maka beliau terus menyuruh orang supaya mengumumkan: “Hai itu hanyalah Arafah, artinya, yang terpenting urusan haji ialah hadir di Arafah. Barangsiapa yang datag pada malam sepuluh sebelum terbit fajar, sesungguhnya ia telah mendapat waktu yang sah.” (H.R. Muttafaqun ‘alaih).
3.      Tata Cara Wuquf
Jamaah haji menunjuk orang untuk menjadi imamnya. Keduanya (Imam dan Makmum) harus tiba di Arafah sebelum waktu Zuhur. Diadakanlah adzan oleh muazin yang ditetapkan. Kemudian berkhutbalah, dan berjamaah shalat zuhur dan ashar yang disatukan (jamak). Selanjutnya berdiam sambil berdoa sampai waktu maghrib. Dengan demikian waktu wuquf adalah dari mulai datangnya dhuhur sampai waktu maghrib.

4.      Tawaf (berkeliling Ka’bah). Tawaf rukun ini dinamakan “Tawaf Ifadah.”
Firman Allah swt: “Dan hendaklah mreka melakukan tawaf sekeliling rumah yang tua itu (Bait-ullah)” (QS. Al-Haj:29).

Syarat Tawaf
a.      Menutup Aurat.
Sabda Rasulullah saw: “Janganlah engkau tawaf (mengelilingi Ka’bah) sambil telanjang” (HR. Bukhari dan Muslim).
b.      Suci dari Hadast dan Najis.
Diriwayatkan: Dari Aisyah, “Sesungguhnya yang pertama dilakukan nabi saw, ketika beliau tiba di Makkah ialah mengambil wudhu, kemudian beliau tawaf di Baitullah. (HR. Bukhari dan Muslim).
c.       Ka’bah Hendaklah di Sebelah Kiri Orang yang Tawaf.
Diriwayatkan:
Dari jabir, bahwasannya Nabi besar saw. Tatkala sampai di Mekkah, beliau mendekat ke hajr aswad, kemudian menyapunya dengan tangan beliau, kemudian berjalan kesebelah kanan beliau; berjalan cepat tiga keliling, dan berjalan biasa empat keliling.” (HR. Muslim dan Nasai).

Sesudah menyapu Hajar Aswad, ia berjalan ke sebelah kanan beliau. Dengan sendirinya, Ka’bah ka’bah ketika itu di sebelah kiri beliau.
-          Permulaan tawaf itu hendaklah dari Hajar Aswad. (Keterangan yaitu hadist diatas).
-          Tawaf itu hendaklah tujuh kali. (Keterangannya adalah hadist diatas)
-          Tawaf itu hedaklah didalam masjid karena Rasulullah saw melakukan tawaf didalam masjid.
  • Niat Tawaf
Tawaf yang terkandung dalam ibadah haji tidak wajib niat karena niatnya sudah terkandung dalam niat ihram haji. Tetapi kalau tawaf itu tersendiri bukan dalam ibadah haji, seperti tawaf wada’ (tawaf karena akan meninggalkan Makkah), maka wajib berniat. Niat Tawaf disini menjadi syarat sahnya tawaf itu.
  • Macam- macam Tawaf
a)      Tawaf qudum adalah tawaf  ketika baru sampai di Makkah sebagai ganti dari shalat Tahiyat al-Masjid. Dilakukan sebelum hari penyembelihan korban.
b)      Tawaf ifadah adalah tawaf rukun haji yang dilakukan setelah melempar jumrah aqobah pada hari  ‘id al-Adha dan hari tasyrik.
c)      Tawaf wada’ adalah tawaf ketika akan meninggalkan Makkah sebagai upacara perpisahan.
d)     Tawaf tahallul adalah tawaf penghalalan atas persoalan yang haram karena ihram.
e)      Tawaf nazar adalah tawaf yang dinazarkan sebagai pelunas karena janjinya.

  • Bacaan Sewaktu Tawaf
Sabda Rasulullah saw:
Dari Abi Hurairah. Bahwassannya ia telah mendengar Nabi saw bersabda: “Barangsiapa yang krlilinh ka’bah tujuh kali dan tidak berkata selain membaca, ‘MahasuciAllah dan segala puji bagi Allah, tidak ada tuhan yang patut disembah kecuali Allah, Allah Maha Besar, tidak ada daya upaya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah’. Orang yang membaca tersebut dihapus darinya sepuluh kejahatan, ditulis sepuluh kebaikan, dan diangkat derajatnya sepuluh tingkat.” (HR. Ibn Majah)

       1.      Sai (berlari- lari kecil diantara bukit Safa dan Marwah).
Allah awt berfirman, yang artinya :
Sesunggguhnya Safa dan Marwah adalah sebagian adalah sebagian dari syi’ar Allah. Maka, barang siapa beribadah haji ke baitullah atau berumrah, tidak dosa baginya untuk mengerjakan sa’i antar keduanya. (Qs. Al-Baqarah: 58)
 Syarat- syarat Sa’i
a)      Hendaklah dimlai dari bukit Safa dan disudahi di bukit Marwah.
b)   Hendaklah sa’i itu tujuh kali karena Rasulullah saw telah sai tujuh kali. Dari Safa ke Marwa dihitung satu kali, kembalinya dari Marwa ke Safa dihitung dua kali, dan seterusnya.
c)      Waktu sai itu hendaklah sesudah tawaf, baik tawaf rukun maupun tawaf qudum.

       2.      Mencukur atau Mengunting Rambutnya.
Hal ini kalau kita berpegang atas pendapat yang kuat. Sekurang –kurangnya menghilangkan tiga helai rambut. Pihak yang mengatakan bercukur menjadi rukun beralasan karena tidak dapat diganti dengan menyembelih.

      3.      Menertibkan Rukun- rukun itu.
Mendahulukan yang awal diantara rukun- rukun itu, yaitu mendahulukn niat dari semua rukun yang lain, mendahulukan hadir di Padang Arafah dari tawaf dan bercukur, mendahulukan tawaf dari sai, jika tidak sai sesudah tawaf qudum.


c.       Wajib Haji ada Tujuh, yaitu :



1.     Ihram dari miwat (tempat yang ditentukan dan masa tertentu).
    Ketentuan masa miqat (miqat zaman) ialah dari awal bulan syawal sampai terbit fajar Hari Raya Haji (tanggal 10 bulan Haji). Jadi, ihram haji wajib dilakukan dalam masa dua bulan 9,5 hari.
Firman Allah swt, yang artinya:
“Musim haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi.” (QS. Al-Baqarah: 197).
Tafsir sahabat tentang bulan-bulan yang dimaklumi itu menurut asar Ibn Umar                   adalah:
       Dan menurut Ibn Umar, “Bulan haji itu ialah bulan syawal, Zulkaidah, dan sepuluh         hari bulan haji” (HR. Bukhari)

Sabda Rasulullah saw:
Dari Ibn Abbas, Rasullah saw telah menentukan (tempat wajib ihram bagi tiap-tiap penduduk) yaitu bagi ahli Madinah ialah Zul Hulaifah, bagi ahli Syam ialah Juhfah, bagi ahli Najd ialah Qarn al-Manazil dan bagi ahli Yaman ialah Yalamlam. Beliau bersabda: “Tempat- tempat itu untuk penduduk negeri-negeri tersebut dan orang-orang yang datang ke negeri-negeri itu, yang bermadsud akan beribadah haji dan umrah. Adapun orang-orang yang negerinya lebih dekatke Mekah dari tempat-tempat tersebut, maka miqatnya di negeri-negeri masing-masing, sehingga bagi ahli Makah, miqat mereka negeri Makah.” (HR. Muslim)

Dari Jabir, Nabi besar saw. berkata: “Miqat ahli Irak ialah Zatu ‘irqin”(HR. Muslim).

Barang siapa yang datang ke Makah dengan madsud hendak beribadah Haji dan Umrah, maka apabila sampai perjalanannya ke tempat tersebut atau sejajar dengan tempat-tempat itu ia sudah wajib ihram (berniat), kalau tidak, ia wajib membayar denda (dam), yaitu memotong seekor kambing yang sah untuk qurban. (Perkara denda ini akan dijelaskan kemudian).
 
2.     Berhenti di Muzdalifah sesudah tengah malam, dimalam hari Raya Haji sesudah hadir di Padang Arafah.
Apabila ia berjalan dari Muzdalifah tengah malam, maka ia wajib membayar denda (dam). (Keterangannya adalah amal Rasulullah saw).

       3.      Melontar Jumrat al-‘Aqabah pada hari Haji Raya Haji.
Dari Jabir ia berkata: “Saya melihat Nabi saw melontar jumrah dari atas kendaraan pada hari raya, lalu ia bersabda: ‘Hendaklah kamu turut cara ibadah seperti yang kukerjakan ini karena sesungguhnya aku tidak dapat mengetahui apakah dapat mengerjakan haji lagi sesudah ini” (HR. Mualim dan Ahmad).

        4.      Melontar tiga jumrah
Jumrah yang pertama, kedua, dan ketiga (Jumrah Aqabah) dilontar pada tanggal 11, 12, 13 bulan Haji. Tiap-tiap Jumrah dilontar dengan tujuh batu kecil. Waktu melontar ialah sesudah tergelincir matahari pada tiap-tiap hari.
Diriwayatkan oleh Aisyah tentang waktu Jumrah.
Dari Aisyah, Nabi saw telah tinggal di Mina selama hari Tasyriq (taggal 11.12,13 Haji). Beliau melintar Jumrah apabila matahari telah condong ke sebelah barat, tiap-tiap jumrah jumrah dilontarkan denga batu kecil (HR. Ahmad dan Abu Daud).

Orang yang sudah melontar pada hari pertama dan kedua, kalau ingin pulang tidak ada halangan lagi. Kewajiban bermalam pada malam ketiga dan kewajiban melontar pada hari ketiga, hilang darinya.
Firman Allah swt: “Barang siapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya” (QS. Al—Baqarah: 203).
  • Syarat Melontar Jumrah
a)      Melontar dengan tujuh, dilontarkan satu per satu.
b)      Menertibkan tiga jumrah dimulai dari jumrah yang pertama (dekat masjid Khifa), kemudian ditengah, dan sesudah itu yang akhir (jumrah Aqabah).
c)      Alat untuk melontar Jumrah adalah batu (batu kerikil), tidak sah melontar dengan selain batu. Orang yang berhalangan tidak dapat melontar, sedangkan halangan-halangan itu tidak ada harapan akan hilang dalam masa yang ditentukan , maka orang tersebut hendaklah mencari wakilnya dengan jalan mengupah. Orang yang tidak melontar sehari atau dua hari harus menggantinya pada hari lain, asal masih dalam masa yang ditentukan untuk melontar yaitu tanggal 10-13.

        5.      Bermalam di Mina

        6.      Tawaf wada’ (tawaf sewaktu akan meninggalkan Mekah)
Dari Ibn Abbas, “Manusia diperintahkan supaya mengakhiri pekerjaan haji mereka di Mekah ialah tawaf, kecuali perempuan yang sedang dalam keadaan haid, tidak diberati dengan tawaf” (HR. Bukhari dan Muslim).

         7.      Menjauhkan diri dari segala larangan atau yang diharamkan (muharramat).


     B.     HIKMAH HAJI
Diantara Asmaul Husna yang dimiliki Allah SWT adalah Al-Hakim yang bermakna : Yang menetapkan Hukum, atau Yang mempunyai sifat Hikmah, di mana Allah tidak berkata dan bertindak dengan sia-sia. [3]Oleh karena itulah semua syari’at Allah SWT mempunyai kebaikan yang besar dan manfaat yang banyak bagi hamba-Nya di dunia seperti kebagusan hati, ketenangan jiwa dan kebaikan keadaan. Juga akibat yang baik dan kemenangan yang besar di kampung kenikmatan (akhirat) dengan melihat wajah-Nya dan mendapatkan ridha-Nya.[4]
Haji adalah sebuah ibadah ynag tidat diketahui secara pasti tujuan utamannya. Dalam hal ini, akal manusia diberi kebebasan untuk meneliti dan mencari apa hikmah dibalik ibadah haji itu sehingga ibadah dibalik ibadah haji itu, dapat ditemukan dan dipahami oleh kemampuan nalar manusia. Hal itu tidak dapat mempengaruhi sedikitpun terhadap bentuk dan eksistensi haji. Selain itu,temuan berbagai hikmah dari ibadah haji pada hakikatnnya lebih bersifat parsial dan subjektif. Namun demikian, bukan berarti hikmah ibadah haji tidak bisa disampaikan kepada orang atau pihak lain.[5]
Demikian pula haji, sebuah ibadah tahunan yang besar yang Allah syari’atkan bagi para hamba-Nya, mempunyai berbagai manfaat yang besar dan tujuan yang besar pula, yang membawa kebaikan di dunia dan akhirat.  Ibadah haji adalah rukun islam yang kelima sekaligus yang terakhir, dan ibadah ini di lakukan di tanah suci atau bisa di bilang di mekkah. ibadah ini di lakukan jika kita mampu, mampu dalam hal materi dan juga kesehatan karena jika kesehatan kita terganggu maka kita tidak di izinkan pergi ke mekkah itu karena perjalanannya yang cukup jauh dan lama. Di bawah ini 7 hikmah Ibadah haji diantarannya.3

      1.      Menjadi tetamu Allah
Kabah atau Baitullah itu dikatakan juga sebagai 'Rumah Allah'. Walau bagaimana pun haruslah difahami bahwa bukanlah Allah itu bertempat atau tinggal disitu. Sesungguhnya Allah itu ada dimana mana. Ia dikatakan sebagai 'Rumah Allah' kerana mengambil apa yang diucapkan oleh Nabi Ibrahim a.s. oleh yang demikian orang yang mengerjakan haji adalah merupakan tetamu istimewa Allah.
Dan sudah menjadi kebiasaan setiap tetamu mendapat layanan yang istimewa dari tuan rumah. Rasulullah bersabda: "Orang yang mengerjakan haji dan orang yang mengerjakan umrah adalah tetamu Allah Azza wa jalla dan para pengunjung-Nya. Jika mereka meminta kepada-Nya nescaya diberi-Nya. Jika mereka meminta ampun nescaya diterima-Nya doa mereka. Dan jika mereka meminta syafaat nescaya mereka diberi syafaat." (Ibnu Majah)

      2.      Mendapat tarbiah langsung dari pada Allah
Di kalangan mereka yang pernah mengerjakan haji, mereka mengatakan bahawa Ibadah Haji adalah kemuncak ujian dari pada Allah s.w.t. Ini disebabkan jumlah orang yang sama-sama mengerjakan ibadah tersebut adalah terlalu ramai hingga menjangkau angka jutaan orang. Rasulullah bersabda: "Bahwa Allah Azza wa jalla telah menjanjikan akan 'Rumah' ini, akan berhaji kepadanya tiap-tiap tahun enam ratus ribu. Jika kurang nescaya dicukupkan mereka oleh Allah dari para malaikat." Sabda Rasulullah laga, "Dari umrah pertama hingga umrah yang kedua menjadi penebus dosa yang terjadi diantara keduanya,sedangkan haji yang mabrur (haji yang terima) itu tidak ada balasannya kecuali syurga." (Bukhari dan Muslim)

      3.      Membersihkan dosa
Mengerjakan Ibadah Haji merupakan kesempatan untuk bertaubat dan meminta ampun kepada Allah. Terdapat beberapa tempat dalam mengerjakan ibadah haji itu merupakan tempat yang mustajab untuk berdoa dan bertaubat. Malah ibadah haji itu sendiri jika dikerjakan dengan sempurna tidak dicampuri dengan perbuatan-perbuatan keji maka Allah akan mengampunkan dosa-dosanya sehingga ia suci bersih seperti baru lahir ke dunia ini. Rasulullah bersabda: "Barangsiapa yang melakukan Ibadah Haji ke Baitullah dengan tidak mengucapkan perkataan keji, tidak berbuat fasik, dia akan kembali ke negerinya dengan fitrah jiwanya yang suci ibarat bayi baru lahir daripada perut ibunya." (Bukhari Muslim).

       4.      Memperteguhkan iman
Ibadah Haji secara tidak langsung telah menghimpunkan manusia Islam dari seluruh pelusuk dunia. Mereka terdiri dari berbagai bangsa, warna kulit dan bahasa pertuturan. Hal ini membuka pandangan dan fikiran tentang kebenaran Al-Quran yang diterangkan semua dengan jelas dan nyata.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ ١٣
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang lelaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal." (Al-Hujurat 13)
وَمِنۡ ءَايَٰتِهِۦ خَلۡقُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱخۡتِلَٰفُ أَلۡسِنَتِكُمۡ وَأَلۡوَٰنِكُمۡۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّلۡعَٰلِمِينَ ٢٢
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlainan bahasamu dan warna kulitmu." (Ar-Rumm 22).

      5.      Iktibar dari pada peristiwa orang-orang soleh
Tanah suci Mekah adalah merupakan lembah yang menyimpan banyak rentetan peristiwa-peristiwa bersejarah. Diantaranya sejarah nabi-nabi dan rasul, para sahabat Rasulullah,para tabiin, tabi’ut tabiin dan salafus soleh yang mengiringi mereka. Sesungguhnya peristiwa tersebut boleh diambil iktibar atau pengajaran untuk membangun jiwa seseorang. Rasulullah bersabda: "Sahabat-sahabatku itu laksana bintang-bintang dilangit, jika kamu mengikut sahabat-sahabatku niscaya kamu akan mendapat petunjuk." Di antara peristiwa yang terjadi ialah:
Pertemuan di antara Nabi Adam a.s. dengan Siti Hawa di Padang Arafah.
Siti Hajar dan Nabi Ismail ditinggalkan di tengah padang pasir yg kering kontang di antara Bukit Safa dan Marwah.Pengorbanan Nabi Ibrahim a.s. menyembelih Nabi Ismail sebagai perintah Allah. Nabi Ismail a.s. dan Nabi Ibrahim mendirikan Kaabah.Lahirnya seorang anak yatim yang miskin dan serba kekurangan. Tidak tahu membaca dan menulis tetapi mempunyai akhlak yang terpuji hingga mendapat gelaran 'Al-Amin.Medan Badar dan Uhud sewajarnya mengingati seseorang kepada kegigihan Rasulullah dan para sahabat menegakkan agama Allah.

      6.      Merasa bayangan Padang Mahsyar
Bagi orang yang belum mengerjakan haji tentunya belum pernah melihat dan mengikuti perhimpunan ratusan ribu manusia yang berkeadaan sama tiada beda. Itu semua dapat dirasai ketika mengerjakan haji. Perhimpunan di Padang Arafah menghilangkan status dan perbedaan hidup manusia sehingga tidak dapat kenal siapa kaya, hartawan, rakyat biasa, raja atau sebagainya. Semua mereka sama dengan memakai pakaian seledang kain putih tanpa jahit. Firman Allah s.w.t:
"Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah siapa yang paling taqwa." (Al-Hujurat-13)

       7.      Syiar perpaduan umat Islam
Ibadah Haji adalah merupakan syiar perpaduan umat Islam. Ini kerana mereka yang pergi ke Tanah Suci Makkah itu hanya mempunyai satu tujuan dan matlamat iaitu menunaikan perintah Allah atau kewajipan Rukun Islam yang kelima. Dalam memenuhi tujuan tersebut mereka melakukan perbuatan yang sama,memakai pakaian yang sama, mengikut tertib yang sama malah boleh dikatakan semuanya sama. Ini menggambarkan perpaduan dan satu hati umat Islam. Dan gambaran inilah yang semestinya diamalkan dalam kehidupan seharian umat Islam apabila mereka kembali ke negara asal masing-masing.[6]
Hikmah haji yang dapat dirasakan adalah menumbuhkan rasa persaudaraan dan sikap solidaritas yang tinggi.Sikap itu dapat dilihat pada saat melakukan tawaf mengelilingi Ka’bah tujuh kali, berlari kecil antara Safa dan Marwah dalam jarak 934, 35 meter (394,35 X 7 = 2760,45 meter), sebagai perwujudan sikap manusia yang tidak mudah putus asa dalam runag dan waktu, bahkan mampu menghadapi gejolak kehidupan dengan sabar dan tabah disertai sikap optimisme.
Fungsi pencarian hikmah yang utama adalah untuk lebih memantapkan apa yang sudah diatur dalam syariat sehingga pencarian dan perolehan hikmah bukanlah untuk melakukan telaah ulang, dekonstruksi, dan segala bentuk pemberontakan terhadap tatanan yang telah mapan secara syar’i. Dalam hal ini, kita akan berusaha memahami haji dengan lebih baik dan sempurna. Dan lebih penting lagi adalah kita dapat menjadikan ibadah haji sebagai pelajaran untuk menapaki kehidupan dimasa depan. Dengan pandangan semacam ini, kita akan digiringuntuk menjadi generasi yang penuh rasa percaya (iman), tunduk (islam), dan disertai prilaku dan pemajaman keagamaan yang baik (ihsan), pencarian dan perolehan hikmah ibadah lebih diarahkan pada pemantapan konteks syariat agar mampu melahirkan makrifat dan mampu memperoleh hakikat keagamaan.[7]

       C.     PROBLEMATIKA HAJI

a)    Seseorang yang Sedang Melaksanakan Iibadah Haji/Umrah, Tidak Boleh Rafats, Fasiq, Jidal
1.     Firman Allah dalam Surat Al-Baqarah (197) :
ٱلۡحَجُّ أَشۡهُرٞ مَّعۡلُومَٰتٞۚ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ ٱلۡحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي ٱلۡحَجِّۗ وَمَا تَفۡعَلُواْ مِنۡ خَيۡرٖ يَعۡلَمۡهُ ٱللَّهُۗ وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيۡرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقۡوَىٰۖ وَٱتَّقُونِ يَٰٓأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ ١٩٧

 “_Muslim haji adalah beberapa bulan yang telah ditentukan barang siapa yang menetapkan niatnya (telah ihram) dalam bulan itu akan melaksanakan haji; maka tidak boleh rafats (1), fasiq(2), dan jidal (3) di dalam masa melaksanakan haji itu. Dan apa saja yang kamu kerjakan dari kebaikan niscaya Allah mengetahuianya. Dan hendaklah kamu berbekal, sesungguhnya sebaik – baik bekal adalah takwa dan bertawakalah kepada-Ku, wahai orang – orang yang berakal._”.

Keterangan :
·         rafats =berkata atau berbuat yang menimbulkan rangsangan seksual, atau bersetubuh dengan istri/suami.
·         fasiq = melanggar larangan ihram
·         jidal = berbantah – bantah dengan cara yang tidak patut dan bernafsu (emosional).

2.      Sabda Rasulullah saw
“_Barang siapa yang melaksanakan haji kemudian tidak rafats dan tidak fasiq, pastilah dia pulang kembali sebagai anak yang baru dilahirkan oleh ibunya_”. (H.R. Bukhari)[8]
jamarot, perluasan tempat sa’i, mina jadid.
  • Haid saat pelaksanaan Towaf ifadloh, sementara bila menunggu suci  akan ditinggal oleh  kloternya
Menurut  ulama’ syafi’iyyah wanita dalam kondisi seperti ini disarankan untuk mengikuti kloternya hingga sampai pada satu tempat yang yang dirasa sulit baginya untuk kembali ke makkah, dan ditempat itu juga ia melakukan tahallul sebagaimana orang yang dikepung oleh musuh yakni menyembelih kambing dan mencukur rambut dibarengi dengan niat  tahallul , setelah itu hal-hal yang diharamkan sebab ihrom menjadi halal baginya namun ia masih mempunyai tanggungan towaf yang harus dikerjakan tahun depan jika ia mampu.Namun solusi ini dirasa sangat memberatkan tekait dengan situasi dan kondisi saat ini, karna itu sebagaian ulama’ menyarankan agar taqlid pada Imam Ahmad atau Imam Abu Hanifah yang menghukumi sah towafnya wanita haid dengan konsekwensi  menyembelih unta badanah dan dosa karna memasuki masjid dalam kondisi haid.Bila wanita yang mengalami haid tadi melakukan haji tamattu’ maka ia harus nia ihrom haji saat itu juga hingga hajinya menjadi haji qiran
  • Bersentuhan   dengan  wanita ketika thowaf
Suatu kejadian yang hampir pasti di alami oleh para jamaah haji lelaki ketika melaksanakan thowaf adalah bersentuhan dengan kaum perempuan .hal ini di karenakan mayoritas jamaah haji India dan Pakistan mengikuti mazhab  hanafi yang berpendapat  bahwa  aurotnya wanita  saat ibadah adalah 2/3 dari setiap anggota tubuh atau ½ nya.jika lelaki yakin tersentuh oleh kulit perempuan yang terbuka maka kedudukan lelaki tersebut adalah sebagai malmus, yang dalam pembahasan hukumnya terdapat dua qoul, menurut qoul yang ashoh wudlu’nya batal. Dalam masalah tabrakan (laki – laki dan perempuan  melakukan gerakan yang mengakibatkan sentuhan) maka keduannya sama- sama berkedudukan sebagai lamis dan para ashhabusyafi’i sepakat wudlu’ mereka batal.
v  MelemparJumroh Dan NafarAwalSebelumTergelincirnyaMatahariPadaTanggal 12 Dzulhijjah
Terdorong oleh adanya isu dan omongan-omongan dari mereka yang berbicara tentang hokum serta demi keamanan jamaah mengingat bahaya dalam melempar jumroh setelah tergelincirnya matahari maka banyak jamaah haji kita yang melempar jumroh pada tanggal 12 dzulhijjah sekaligus meninggalkan mina sebelum tergelincirnya matahari.dalam madhab Syafi’I Waktu melontar Jamrah pada hari tasyriq dimulai setelah tergelincirnya matahari menurut qaul yang ashah (Imam Nawawi), dan boleh sebelum tergelincirnya matahari, menurut qaul yang kedua (Imam Rafii) (ket. Matan Syarwanihal.138/4. ). Hal ini dibenarkan tapi makruh, menurut pendapat Imam Rafii 
Oleh karena itu bagi jemaah haji yang nafar awal sebelum tergelincirnya matahari wajib kembali ke Mina dan jika tidak kembali maka harus membayar satu mud, karena tidak mabit pada malam 13 Dzilhijjah dan membayar dam muqaddar murattab, karena tidak melontar jamrah pada tgl. 13 Dzilhijjah.
 DAFTAR PUSTAKA
W  Mustofa, Haji perjalanansebuah air mata, Jogjakarta :YayasanBentang Agama, 1993,1997,1999
Haryono. Yudhie, dkk.  Haji Mistik, Jakarta: IntimediadanNalar, 2002
Majid Dien, Berhajidimasa colonial, Jakarta :Cvsejahtera, 2008
Rosidin, Inti fiqih Haji dan Umrah, Malang : Genius Media, 2013
Sholikhin  Muhammad, Keajaiban haji danumrah,Jakarta: Erlangga, 2013


[1] M. YudhieHaryono, dkk. Haji Mistik,2002 Jakarta: IntimediadanNalar, hal 85
[2] Ibid, hal 86
[3]W Mustofa
[6]http://haji.okezone.com/read/2011/12/12/398/541439/hikmah-ibadah-haji
[7]Sholikhin Muhammad
[8]ThohirLuth. Syariat Islam Tentang Haji danUmrah. (Jakarta : PT RINEKA CIPTA : 2004). Hal : 14-15

0 komentar:

Posting Komentar