Rabu, 14 Mei 2014

Sejarah Peradaban Islam Abbasyiah

Standard


 BAB II
                                                      PEMBAHASAN                                           


A.    SEJARAH BERDIRINYA DINASTI BANI ABBASIAH
     Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiah adalah melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini adalah keturunan Abbas, paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiah didirikan oleh Abdullah al-saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas. Dia dilahirkan di humaimah pada tahun 104 H. dia dilantik menjadi Khalifah panda tanggal 3 rabiul awal 132 H. kekuasaan Dinasti Bani Abbasiah berlangsung dari tahun 750-1258 M.[1] berdirinya pemerintahan ini dianggap sebagai kemenangan pemikiran yang pernah dakumandangkan oleh Bani Hasyim (Alawiyun) setelah meninggalnya Rasulullah dengan mengatakan bahwa yang berhak untuk berkuasa adalah keturunan Rasulullah dan anak-anaknya.[2]
       Pada abad ketujuh terjadi pemberontakan diseluruh negeri. Pemberontakan yang paling dahsyat dan merupakan puncak dari segala pemberontakan yakni perang antara pasukan Abbul Abbas melawan pasukan Marwan ibn Muhammad (Dinasti Bani Umayyah) yang akhirnya dimenangan oleh pasukan Abbul Abbas. Dengan jatuhnya negeri Syiria, berakhirlah riwayat Dinasti Bani Umayyah dan bersama dengan itu bangkitlah kekuasaan abbasiah.
     Dari sini dapat diketahui bahwa bangkitnya Daulah Bani Abbasiah bukan saja pergantian dinasti akan tetapi lebih dari itu adalah penggantian struktur social dan ideology Sehingga dapat dikatakan kebangkitan Daulah Bani Abbasiah merupakan suatu revolusi. Menurut Crane Brinton dalam Mudzar ada 4 ciri yang menjadi identitas revolusi yaitu:
  1. Bahwa pada masa sebelum revolusi ideology yang berkuasa mendapat kritik keras dari masyarakat disebabkan kekecewaan penderitaan masyarakat karena ketimpangan-ketimpangan dari ideology yang berkuasa itu. 
  2.  Mekanisme pemerintahannya tidak efesien karena kelalaiannya menyesuaikan lembaga-lembaga dan tuntutan zaman. 
  3.  Terjadinya penyeberangan kaum intelektual dari mendukung ideology yang berkuasa ada wawasan baru yangp ditawarkan oleh para kritikus. 
  4. Revolusi itu pada umumnya bukan hanya dipelopori dan digerakkan oleh orang-orang lemah dan kaum bawahan, melainkan dilakukan oleh para penguasa karena hal-hal tertentu yang merasa tidak puas dengan system yang ada.
        Sebelum berdirinya Dinasti Abbasiah terdapat tiga poros utama yang merupakan pusat kegiatan, antara satu dengan yang lain memiliki kedudukan tersendiri dalam memainkan peranannya untuk menegakkan kekuasaan keluarga besar paman Rasulullah saw. Abbas bin Abdul Muthalib. Dari nama Al-Abbas paman Rasulullah inilah nama ini disandarkan pada tiga tempat pusat kegiatan, yaitu Humamah, Kuffah, dan Khurasan. Humaimah merupakan tempat yang tenteram, bermukim di kota itu keluarga Bani Hasyim, baik dari kalangan pendukung Ali maupun pendukung keluarga Abbas. Humaimah terletak berdekatan dengan Damsyik. Kufah merupakan kota yang penduduknya menganut aliran syi’ah pendukung Ali bin Abi Thalib.ia bermusuhan secara terang-terangan dengan golongan Bani Umayyah.
    Demikian pula dengan Khurasan, kota yang penduduknya mendukung Bani Hasyim. Ia mempunyai warga yang bertemperamen pemberani, kuat fisiknya, tegap tinggi, teguh pendiriannya tidak mudah terpengaruh nafsu dan tidak mudah bingung dengan kepercayaan yang menyimpang. Disinilah diharapkan dakwah kaum Abbasiah mendapatkan dukungan.
       Di bawah pimpinan Muhammad bin Ali al-Abbashy, gerakan bani Abbas dilakukan dalam dua fase yaitu : 1) fase sangat rahasia dan 2) fase terang-terangan dan pertempuran (hajmy, 1993:211). Selama Imam Muhammad masih hidup gerakan dilakukan sangat rahasia. Propaganda dikirim keseluruh pelosok Negara, dan mendapat pengikut yang banyak terutama dari golongan yang merasa tertindas, bahkan juga dari golongan yang pada mulanya mendukung Bani Umayyah.
        Setelah Muhammad meninggal dan diganti oleh anaknya Ibrahim, maka seorang pemuda Persia yang gagah berani dan cerdas bernama Abu Muslim al-Khurasani bergabung dalam gerakan rahasia ini . semenjak itu dimulailah gerakan dengan cara terang-terangan kemudian cara pertemuran. Akhirnya bulan Zukhijjah 132 H Marwan, Khalifah Bani Umayyah terakhir terbunuh di fusthath, mesir. Kemudian Daulah Bani Abbasiah resmi berdiri. Dinasti Abbasiah yang dipimpin oleh khalifah pertamanya, yaitu Abul Abbas Ash-Shaffah dengan pusat kekuasaan awalnya di kuffah.
 
B.     SISTEM PEMERINTAHAN, POLITIK, dan Bentuk Negara
     Pada zaman Abbasiah konsep kekhalifahan berkembang sebagai system politik. Menurut pandangan para pemimpin Bani Abbasiah, kedaulatan yang ada pada pemerintahan (khalifah) adalah berasal dari Allah, bukan dari rakyat sebagaimana diaplikasikan oleh Abu Bakar dan Umar panda zaman khulafaurrasyidin. Hal ini dapat dilihat dengan perkataan Khalifah Al-Mansur “Saya adalah sultan Tuhan diatas buminya”  zaman Dinasti Bani Abbasiah, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, social, ekonomi dan budaya. System politik yang dijalankan oleh Daulah Bani Abbasiah I antara lain:
  • Para khalifah tetap dari keturunan Arab, sedang para menteri, panglima, Gubernur dan para pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan mawali 
  • Kota Baghdad digunakan sebagai ibu kota Negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi social dan kebudayaan. 
  •  Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan mulia kebebasan berpikir sebagai hak asasi manusia diakui sepenuhnya.
         Selanjutnya periode II,III,IV, kekuasaan politik Abbasiah sudah mengalami penurunan, terutama kekuasaan politik sentral. Hal ini dikarenakan Negara-negara bagian (kerajaan-kerajaan kecil) sudah tidak menghiraukan pemerintahan pusat, kecuali pengakuan politik saja.
         Pada masa awal berdirinya Daulah Abbasiah ada 2 tindakan yang dilakukan oleh para Khalifah Bani Abbasiah untuk mengamankan dan mempertahankan  dari kemungkinan adanya gangguan dan timbulnya pemberontakan yaitu: pertama, tindakan keras terhadap Bani Umayyah dan kedua pengutamaan orang-orang turunan persi. Dalam menjalankan pemerintahan, Khalifah Bani Abbasiah pada waktu itu dibantu oleh seorang wazir (perdana menteri) atau yang jabatannya disebut dengan wizarat. Sedangkan wizaraat itu dibagi lagi menjadi 2 yaitu: 
  1. Wizarat Tanfiz (system pemerintahan presidential) yaitu wazir hanya sebagai pembantu khalifah dan bekerja atas nama Khalifah  
  2. Wizaratut Tafwild (perlemen cabinet). Wazirnya berkuasa penuh untuk memimin pemerintahan. Sedangkan Khalifah sebagai lambang saja. Pada kasus lainnya fungsi Khalifah sebagai pengukuh dinasti-dinasti local sebagai gubernurnya Khalifah
     Selain itu, untuk membantu Khalifah dalam menjalankan tata usaha Negara diadakan sebuah dewan yang bernama diwanul kitabaah (secretariat Negara) yang dipimpin oleh seorang raisul kuttab (secretariat Negara). Dan dalam menjalankan pemerintantahan Negara, wazir dibantu beberapa raisul diwan (menteri departemen-departemen). Tata usaha negara bersifat sentralistik yang dianamakan an-nidhamul idary al-markazy.
      Selain itu, dalam zaman daulah Abbasiah juga didirikan angkatan perang, amirul umara, baitul maal, organisasi kehakiman. Selama dinasti berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, social, ekonomi dan budaya.[3]
 
C.    KHALIFAH DINASTI BANI ABBASIAH
Para khalifah Bani Abbasiah berjumblah 37 khalifah, mereka adalah: 
  1.  Abul Abbas As-Shaffah.(pendiri)                                          (749-754 M) 
  2.  Abu Ja’far Al-Mansur                                                            (754-775 M) 
  3. Abu Abdullah Muhammad Al-Mahdi                                    (775-785 M) 
  4. Abu Muhammad Musa Al-Hadi                                            (785-786 M) 
  5.  Abu Ja’far Harun Ar-Rasyid                                                  (786-809 M) 
  6. Abu Musa Muhammad Al-Amin                                           (809-813 M) 
  7. Abu Ja’far Abdullah Al-Ma’mun                                           (813-833 M) 
  8.  Abu Ishaq Muhammad Al-Mu’tashim                                   (833-842 M) 
  9.  Abu Ja’far Harun Al-Watsiq                                                 (842-847 M) 
  10.  Abu Fadl Ja’far Al-Mutawakil                                               (847-861 M) 
  11.  Abu Ja’far Muhammad Al-Muntashir3                                 (861-862 M) 
  12. Abu Abbas Ahmad Al-Musta’in                                          (862-866 M) 
  13.  Abu Abdullah Muhammad Al-Mu’taz                                   (866-869 M) 
  14.  Abu Ishaq Muhammad Al-Muhtadi                                       (869-870 M) 
  15.  Abul Abbas Ahmad Al-Mu’tamid                                          (870-892 M)
  16. Abul Abbas Ahmad Al-Mu’tadid                                          (892-902 M) 
  17.  Abul Muhammad Ali Al-Muktafi                                          (902-905 M) 
  18.  Abul Fadl Ja’far Al-Maqtadir                                                 (905-932 M) 
  19.  Abu Manshur Muhammad Al-Qahir                                      (932-934 M) 
  20.  Abul Abbas Ahmad A-Radi                                                   (934-940 M) 
  21. Abu Ishaq Ibrahim Al-Muttaqi                                               (940-944 M) 
  22. Abul Qasim Abdullah Al-Mustaqfi                                        (944-946 M) 
  23. Abul Qasim Al-Fadl Al-Mu’ti                                                (946-974 M) 
  24. Abul Fadl Abdul Karim At-Thai                                             (974-991 M) 
  25. Abul Abbas Ahmad Al-Qadir                                                 (991-1031 M) 
  26. Abu Ja’far Abdullah Al-Qaim                                                 (1031-1075 M) 
  27. Abul Qasim Abdullah Al-Muqtadi                                          (1075-1094 M) 
  28.  Abul Abbbas Ahmad Al-Mustadzir                                         (1094-1118 M) 
  29.  Abu Manshur Al-Fadl Al-Mustarsyid                                      (1118-1135 M) 
  30. Abu Ja’far Al-Mansur Ar-Rasyid                                             (1135-1136 M) 
  31. Abu Abdullah Muhammad Al-Muqtafi                                    (1136-1160 M) 
  32. Abul Mudzafar Al-Mustanjid                                                   (1160-1170 M) 
  33. Abu Muhammad Al-Hasan Al-Mustadi                                   (1170-1180 M) 
  34. Abu Al-Abbas Ahmad An-Nasir                                              (1180-1225 M) 
  35. Abu Nasr Muhammmad Az-Zahir                                            (1225-1226 M) 
  36. Abu Ja’far Al-Mansur Al-Mustansir                                         (1226-1242 M) 
  37. Abu Ahmad Abdullah Al-Mu’tashin Billah                              (1242-1258 M)[4]

Ø  Pemerintahan Abul Abbas Ash-Shaffah
    Bani Abbasiah mewarisi imperium besar dari Bani Umayyah. Mereka memungkinkan dapat mencapai hasil lebih banyak karena landasannya telah dipersiakan oleh Bani Umayyah yang besar, dan Abbasiah yang pertama memanfaatkannya. Pergantian Umayyah oleh Abbasiah ini di dalam kepemimpinan masyarakat islam lebih dari sekedar penggantian dinasti. Ia merupakan revolusi dalam sejarah Islam, suatu titik balik yang sama pentingnya dengan revolusi Prancis, dan revolusi di dalam sejarah Barat.
      Seluruh Anggota Keluarga Abbas dan pemimpin umat Islam menyatakan setia kepada Abul Abbas Ash-Shaffah sebagai khalifah mereka. Ash-Shaffah kemudian pindah ke Ambar, sebelah Barat sungai Eufrat dekat Baghdad. Ia menggunakan sebagian besar dari masa pemerintahannya untuk memerangi para pemimpin Arab yang kedapatan membantu Bani Umayyah. Ia mengusir mereka kecuali Abddurrahman, yang tidak lama kemudian mendirikan Dinasti Umayyah di Spanyol. As-Shaffah juga memutuskan untuk menghabisi nyawa beberapa orang pembantu Bani Umayyah.
      Kekhalifahan Ash-Shaffah hanya bertahan selama 4 tahun, Sembilan bulan. Ia wafat pada tahun 136 H di Abbar, satu kota yang telah dijadikannya sebagai tempat kedudukan pemerintahan. Ia berumur tidak lebih dari 33 tahun. Bahkan ada yang mengatakan umur Ash-Shaffah ketika meninggal dunia adalah 29 tahun.
        Selama Dinasti Abbasiah berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, social, dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbasiah dalam empat periode berikut.
  1. Masa Abbasiah I, yaitu semenjak lahirnya daulah Abbasiah tahun 132 H (750 M) sampai meninggalnya Khalifah Al-Watsiq 232 H (847 M). 
  2. Masa Abbasiah II, yaitu mulai khalifah Al-Mutawakil pada tahun 232 H (847 M) sampai berdirinya daulah Buwaihiyah di Baghdad panda tahun 334 H (946 M). 
  3. Masa Abbasiah III, yaitu dari berdirinya daulah Buwaihiyah tahun 334 H (946 M) sampai masuknya kaum saljuk ke Baghdad tahun 447 H (1055 M) 
  4. Masa Abbasiah IV, yaitu masuknya orang-orang Saljuk ke Baghdad tahun 447 H (1055 M) sampai jatuhnya Baghdad ke tangan bangsa mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan pada tahun 656 H (1258 M).
Ø  Abu Ja’far Al-Mansur
    Abu Ja’far (754-775) yang mendapat julukan Al-Mansur. Adalah khalifah terbesar Dinasti Abbasiah meskipun bukan seorang muslim yang saleh. Dialah sebenarnya, bukan al-shaffah yang benar-benar membangun dinasti baru itu.[5]  
    Masa pemerintahan Abu Al-Abbas, pendiri dinasti ini sangat singkat, karena itu Pembina sebenarnya dari Daulah Abbasiah adalah Abu Ja’far Al Mansur(754-775). Pada mulanya ibu kota Negara adalah al-hasyimiah dekat kuffah. Namun untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas Negara yang baru berdiri itu al-mansyur memindahkan ibu kota yang baru dibangunnya, yaitu Baghdad dekat bekas ibu kota Persia, Ctesiphon, tahun 762 M. dengan demikian pusat pemerintahan dinasti bani Abbasiah berada di tengah-tengah bangsa Persia.      
       Di ibu kota yang baru ini al-Mansur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya. Dia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di lembaga eksekutif dan yudikatif. Di bidang pemerintahan dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat wazir sebagai coordinator departemen.
      Khalifah al-Manshur juga membentuk lembaga protocol Negara, sekretaris Negara, dan kepolisian Negara di samping membenahi angkatan bersenjata. Khalifah al-Manshur juga berusaha menaklukan kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintahan pusat, dan memantapkan keamanan di daerah perbatasan. Pada masa al-Manshur pengertian khalifah kembali berubah. Konsep khilafah dalam pandangannya dan berlanjut ke generasi sesudahnya merupakan mandat dari Allah, bukan dari manusia, bukan pula sekedar pelanjut nabi sebagaimana pada masa al-khulafaurrasyidin.

Ø  Abu Ja’far Harun Al-Rasyid
      Harun ar-Rasyid dilahirkan di Raiyi pada tahun 145 H, ibundanya adalah Khaizuran,bekas seorang hamba yang juga ibunda al-Hadi. Beliau telah dibesarkan dengan baik sewaktu beliau diasuh agar berpribadi kuat dan berjiwa toleransi. Ayahanda beliau al-Mahdi telah memikulkan beban yang berat, bertanggung jawab memerintah negeri dengan melantik beliau sebagai amir di Saifah pada tahun 163 H. Pada tahun 164 H beliau dilantik memerintah seluruh wilayah Anbar dan negeri-negeri di Afrika Utara. Harun ar-Rasyid telah melantik pula beberapa orang pegawai tinggi, mewakili beliau di kawasan-kawasan tersebut.
      Pribadi dan akhlak Khalifah Harun ar-Rasyid adalah baik dan mulia yang menyebabkan beliau sangat dihormati dan disegani.Beliau adalah salah seorang khalifah yang suka bercengkrama,alim dan dimuliakan.Selain itu,beliau juga terkenal sebagai seorang pemimpin yang pemurah dan suka berderma.Beliau juga menyukai musik,ilmu pengetahuan dan dekat dengan para ulama serta penyair.
    Pada zaman pemerintahan Harun Ar-Rasyid, Baitul Mal ditugaskan menanggung narapidana dengan memberikan setiap orang makanan yang cukup serta pakaian musim panas dan musim dingin. Sebelum itu khalifah al-Mahdi juga berbuat demikian tetapi dengan nama pemberian, sementara Khalifah Harun Ar-Rasyid menjadikannya suatu tugas  dan tanggung jawab Baitul Mal.
   Khalifah Harun Ar-Rasyid mampu membawa negeri yang dipimpinnya ke masa kejayaan, kemakmuran dan kesejahteraan. Berikut usaha Harun ar-Rasyid selama masa pemerintahannya:
  • Mengembagkan bidang ilmu pengetahuan dan seni. 
  •  Membangun gedung-gedung dan sarana sosial.
  • Memajukan bidang ekonomi dan industri. 
  •  Memajukan bidang politik pertahanan dan perluasan wilayah kekuasaan Dinasti Abbasiyah.
       Popularitas Daulah Abbasiah mencapai puncaknya di Zaman Khalifah Harun al-Rasyid (786-809 M) dan putranya al-Ma’mun (813-833 M) kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun al- Rasyid untuk keperluan social, rumah sakit, lembaga pendidikan dokter dan farmasi didirikan. Tingkat kemakmuran paling tinggi terwujud pada zaman khalifah ini. Kesejahteraan social, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusasteraan berada ada zaman keemasannya. Panda masa inilah Negara Islam menempatkan dirinya sebagai Negara terkuat dan tak tertandingi.
        Dengan demikian telah terlihat bahwa panda masa Khalifah Harun Al-Rasyid lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam dari perluasan wilayah yang memang sudah luas. Orientasi kepada pembangunan peradaban dan kebudayaan ini menjadi unsur pembanding lainnya antara Dinasti Abbasiah dan Dinasti Umayyah.[6]

Ø  Abu Ja’far Abdullah Al-Ma’mun
       Al-Ma’mun, pengganti al-rasyid dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Ia juga mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Bait al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa al-Makmun inilah Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan Al-Mu’tasim.

Ø  Abu Ishaq Muhammad Al-Mu’tashim
       Abu Ishak Muhammad Al-Mu`tashim lahir pada tahun 187 H. Ibunya bernama Maridah. Beliau dibesarkan dalam suasana ketentaraan, karena sifat berani dan minatnya untuk menjadi pahlawan. Di masa pemerintahan al-Ma`mun, al-Mu`tashim merupakan tangan kanannya dalam menyelesaikan kesulitan dan memimpin peperangan. Al-Ma`mun juga melantik al-Mu`tashim sebagai pemerintah di negeri Syam dan Mesir, kemudian melantiknya pula sebagai putra mahkota. Al-Mu`tashim menyandang jabatan khalifah sesudah wafatnya, al-Ma`mun.
        Khalifah pindah bersama korp-korps kayangannya ke Samara. Di sana beliau mendirikan istana, masjid dan sekolah-sekolah. Tidak lama kemudian Samara mulai megah seperti Baghdad, tetapi beliau tidak pernah menggantikan Baghdad sebagai pusat intelektual yang besar. Hal ini juga didukung oleh kondisi perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ini berkembang dengan pesat, bukan hanya ilmu pengetahuan umum tetapi ilmu pengetahuan agama
    Khalifah Mu’tashim memberi peluang besar kepada orang-orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan. Demikian ini dilatar belakangi oleh adanya persaingan antara golongan Arab dan Persia pada masa al-Ma’mun dan sebelumnya. Keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara pengawal. Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit professional. Dengan demikian kekuatan militer Dinasti Bani Abbasiah menjadi sangat kuat.
      Dalam periode ini, sebenarnya banyak gerakan politik yang mengganggu stabilitas, baik dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakan-gerakan itu seperti gerakan sisa-sisa Dinasti Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas dan lain-lain semuanya dapat dipadamkan. Dalam kondisi seperti itu khalifah mempunyai prinsip kuat sebagai pusat politik dan agama sekaligus apabila tidak seperti pada periode sesudahnya, stabilitas tidak lagi dapat dikontrol, bahkan para khalifah sendiri berada di bawah pengaruh kekuasaan yang lain.

D.    Kejayaan Daulah Abbasiyah
       Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbasiah mencapai masa keemasan. Secara politis para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik sekaligus agama. Di sisi lain kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam.
      Peradaban dan kebudayaan Islam tumbuh dan berkembang bahkan mencapai kejayaannya pada masa Abbasiah. Hal tersebut dikarenakan Dinasti Abbasiah pada periode ini lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada perluasan wilayah. Di sini letak perbedaan pokok antara Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiah.
       Puncak kejayaan Dinasti Abbasiah terjadi pada masa khalifah Harun Ar-Rasyid (786-809 M) dan anaknya Al-Ma’mun (813-833 M) ketika Ar-Rasyid memerintah, negara dalam keadaan makmur, kekayaan melimpah, keamanan terjamin walaupun ada juga pemberontakan, dan luas wilayahnya mulai dari Afrika Utara hingga keasanya hidup pula filsuf, pujangga, ahli baca Al-qur’an dan para ulama di bidang agama. Didirikan perpustakaan yang diberi nama Baitul Hikmah, didalamnya orang dapat membaca, menulis, dan berdiskusi. Khalifah Harun Ar-Rasyid sebagai orang yang taat beragama, menunaikan ibadah haji setiap tahun yang diikuti oleh keluarga dan pejabat-pejabat serta para ulama, dan berderma kepada fakir miskin.[7]
      Masa Abbasiyah menjadi tonggak puncak peradaban Islam. Khalifah-khalifah Bani Abbasiyah secara terbuka mempelopori perkembangan ilmu pengetahuan dengan mendatangkan naskah-naskah kuno dari berbagai pusat peradaban sebelumnya untuk kemudian diterjemahkan, diadaptasi dan diterapkan di dunai Islam. Para ulama’ muslim yang ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan baik agama maupun non agama juga muncul pada masa ini. Pesatnya perkembangan peradaban juga didukung oleh kemajuan ekonomi imperium yang menjadi penghubung dunua timur dan barat. Stabilitas politik yang relatif baik terutama pada masa Abbasiyah awal ini juga menjadi pemicu kemajuan peradaban Islam
            Disamping itu, kemajuan itu paling tidak, juga ditentukan oleh dua hal, yaitu:
  1. Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan Bani Abbas, bangsa-bangsa non Arab banyak yang masuk Islam. Asimilasi berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. Pengaruh Persia sebagaiman sudah disebutkan sangat kuat di bidang pemerintahan. Di samping itu bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan Ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh india terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika, dan astronom. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak bdang ilmu terutama filsafat. 
  2. Gerakan terjemahannya yang berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama pada masa khalifah Al-Manshur hngga Harun Al-Rasyid. pada fase ini yang banyak dterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan manthiq. Fase kedua berlangsung mulai masa khalifah Al-Ma’mun hingga tahun 300 H. buku-buku yang banyak diterjemahkan dalam bidang filsafat dan kedokteran.fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H terutama setelah adanya pembuatan kertas. Bidang-bidang lmu yang diterjemahkan seman meluas.[8]                
        Khalifah Harun Ar-Rasyid merupakan penguasa yang paling kuat di dunia pada saat itu, tidak ada yang menyamainya dalam hal keluasaa wilayah yang diperintahnya, dan kekuataan pemerintahannya serta ketinggian kebudayaan dan peradaban yang berkembang di negaranya. Khalifah Harun Ar-Rasyid berada pada tingkat yang lebih tinggi peradabannya dan lebih besar kekuasaannya jika dibandingkan dengan Karel Agung di Eropa yang menjalin persahabatan dengannya karena motif saling memanfaatkan. Harun bersahabat dengan Karel untuk menghadap Dinasti Umayyah di Andalusia, sementara Karel berkepentingan dengan Khalifah yang tersohor  itu untuk menghadapi Bizantum. Baghdad sebagai ibu kota Abbasiah tidak ada bandingannya ketika itu, walau dengan Konstatinopel sebagai ibu kota Bizantum sekalipun.

Ø  Baghdad sebagai pusat peradaban Islam
       Baghdad terletak di pinggir kota tigris. Al-Mashur sangat cermat dan teliti dalam memilih lokasi yang akan dijadikan ibu kota. Ia menugaskan beberapa orang ahli untuk meneliti dan mempelajari lokasi. Bahkan ada beberapa orang diperintahkan tinggal beberapa hari di tempat itu panda setiap musim yang berbeda. Kemudian para ahli tersebut melaporkan kepadanya tentang keadaan udara, tanah, dan lingkungan setelah melakukan penelitian secaraca seksama, daerah ini ditetapkan sebagai ibu kota.
      Sejak awal berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat Peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan dalam Islam. Itulah sebabnya Philip K. Hitti menyebutnya sebagai kota intelektual, menurutnya Baghdad merupakan professor masyarakat Islam.
  •  Kota Baghdad sebagai  pusat intelektual terdapat beberapa pusat aktivitas pengembangan ilmu, antara lain Baitul Hikmah, yaitu lembaga ilmu pengetahuan sebagai pusat pengkajian berbagai ilmu. Baghdad juga sebagai pusat penerjemahan buku-buku dari berbagai cabang ilmu yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
      Sebagai ibu kota, Baghdad mencapai puncaknya panda masa Harun Ar-Rasyid walaupun kota tersebut belum lima puluh tahun dibangun. Kemegahan dan kemakmuran tercermin dalam istana khalifah yang luasnya sepertiga dari kota Baghdad yang terbentuk bundar itu dengan dilengkapi beberapa bangunan sayap dan ruang audiensi yang dipenuhi berbagai perlengkapan yang terindah. Kemewahan muncul terutama dalam upacara penobatan khalifah, perkawinan, keberangkatan berhaji, dan jamuan untuk para duta Negara asing.
       Dengan demikian, Dinasti Abbasiah dengan pusatnya di Baghdad sangat maju sebagai pusat kota Peradaban dan pusat ilmu pengetahuan. Beberepa kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan dapat disebutkan sebagai berikut.
  •          Bidang Agama    
        a)      Bidang Fiqh
     Bidang Fiqih Para Fuqaha yaitu ahli fiqih yang mampu menyusun kitab-kitab fiqih. Penyusun kitab al-Musnad al-Imam al-‘itdham atau fiqih Al-Akbar (Imam Malik) 97-179 H, Penyusun kitab Al-Muwatha’ (Imam Syafi’i) 150-204 H, penyusun kitab al-Ilm dan al-Fiqh al-Akbar fi al-Tauhid (Ibnu Hanbal) 780-855 M. menyusun kitab Al-Musnad.
Fuqaha dibagi menjadi dua golongan yaitu:
  1. Ahl al-hadis yaitu golongan yang menyadarkan kepada hadis dalam mengambil hukum (istinbath al-hukm) 
  2. Ahl-al-Ra’yi adalah golongan yang menggunakan akal di dalam mengambil hukum (istinbath al-hukm). 
  • Tokoh dalam bidang ini adalah Imam Abu Hanifah. Adapun para Imam Mahzab fiqih empat yang dikenal hingga kini. 
  1. Imam Abu Hanifah (80 – 150 H / 699 – 767 M). Nama lengkapnya adalah Nu’man bin Tsabit bin Zautby. Lahir di Kufah pada tahun 80 H/699 M dikenal sebagai saudagar penjual pakaian di Kufah, hidup diantara dua masa yaitu penghubung dinasti Bani Umayyah dan di awal Bani Abbasiyah. 
  2. Imam Malik (93 – 179 H / 716 0 795). Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Malik bin Anas bin Amir bin Amr bin Haris bin Gaiman bin Kutail bin Amr bin Haris al-Asbahi. Lahir di Madinah pada masa khalifah al-Walid bin Abdul Malik tahun 93 H/716 M, Wafat pada masa Harun Al-Rasyid tahun 179 H/795 M. Terkenal dengan sebutan Imam Dar-al-Hijrah. 
  3. Imam Syafi’i. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Idris al-Hasyimi al-Muthalibi bin Abbas bin Usman bin As-syafi’i. Lahir di Gaza palestina pada tahun 150/767 M dan wafat di Mesir pada tahun 204 /820 M. 
  4. Imam Hanbali (164-241 H / 780-855 M). Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah atau Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. Lahir di Bagdad pada tahun 164 H/780 M. Ia dikenal sebagai penulis kitab hadis yaitu Musnad Ahmad bin Hanbal yang memuat 40.000 hadis.
  b) Ilmu Tafsir
   Bidang  Tafsir Metode ke-2 disebut tafsir Dirayah Tafsir bir al-Ra’yi atau bi al-Aqli yaitu menafsirkan al-Qur’an dengan menggunakan akal lebih banyak dari pada hadis. Pada masa Bani Abbasiyyah ini ditandai degan munculnya kelompok Mu’tazilah yang tidak terikat oleh Al-Hadis maupun perkataan sahabat atau aqwal al-Sahahah.
Tokoh tokohnya:
  1. Ibn Jarir ath Tabary 
  2. Ibn Athiyah al-Andalusy 
  3. Abu Bakar Asam 
  4. Ibn Jaru al-Asady 
  5. Abu Muslim Muhammad bin Bahar Isfahani
 c) Ilmu Hadist
     Pada abad ke-2 dalam pembukuan hadits yaitu pembukuan yang berdiri sendiri terlepas dari sistematika fiqih dan tidak dimasukkan ke dalam aqwal Al-Shahahah dan fatawa Al-Tabi’in. Tokoh yang terkenal di bidang ini adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Al-Mughiroh bin Mardizah al-Bukhori. Ia lahir di kota Bukhara pada tahun 194 H. Sanad adalah orang yang mendengar atau menerima hadis dari Rasulullah SAW, lalu menceritakannya kembali kepada orang lain. Matan adalah isi atau kalimat dari sabda atau hadis Rasulullah SAW. Rawi adalah orang yang meriwayatkan hadis-hadis Rasulullah SAW. Diantara guru hadis yang sempat didatangi adalah Ishak bin Rahwi dan Ali Al-Mada’ini. Imam Al-Bukhori menghasilkan sebuah karya dlaam bidang ilmu hadis yang sangat manual yaitu kitab Al-Shahih Al-Bukhori.
Tokoh- tokoh Ilmuan dalam bidang Hadist :
a.       Imam Bukhori (194-256 H) karyanya shahih Al-Bukhari.
b.      Imam Muslim(w. 261 H) karyanya shahih Muslim.
c.       Ibn Majah, karyanya Sunan Ibnu Majah.
d.      Abu Dawud, karyanya sunan Abu Dawud
e.       Imam An-Nasai, karyanya Sunan An-Nasai.
f.       Baihaqi
g.      At-Tirmizi

 d) Ilmu Kalam
   Akulturasi budaya yang disebabkan oleh mengglobalnya islam sebagai agama peradaban menimbulkan tantangan – tantangan baru bagi para ulama. Menurut A. Hasymy, lahirnya ilmu kalam karena 2 faktor:
  1. Untuk membela islam dengan bersenjatakan filsafat seperti halnya musuh memati senjata itu 
  2. Karena semua masalah termasuk masalah agama, telah berkisar dari pola rasa kepada pola akal dan ilmu. 
Tokoh – tokoh Ilmuan dalam bidang Kalam :
     a. Imam Abul Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Mashur Al-Maturidi, tokoh Asy’ariyah
     b. Al-Juba’i
     c.Washil bin Atha, Abul Huzail Al Allaf (w. 849 M), tokoh mu’tazilah

e) Ilmu Bahasa
      diantara ilmu bahasa yang berkembang panda masa Dinasti Abbasiah adalah nahwu, ilmu sharaf, ilmu bayan, ilmu badi’ dan arudh. Bahasa Arab dijadikan sebagai bahasa ilmu pengetahuan, di samping sebagpai alat komunikasi antar bangsa.
Diantara ara ahli ilmu bahasa adalah:
a.       Imam Sibawaih (w. 183 H), karyanya terdiri dari 2 jilid setebal 1.000 halaman
b.      Al-Kiasi
c.       Abu Zakaria Al-Farra (w. 208 H). Kitab Nahwunya terdiri dari 6000 halaman lebih
  •        Bidang Umum
a.)      Filsafat
Bidang Proses penerjemahan yang dilakukan umat islam pada masa pemerintahan  dinasti bani Abbasiyah mengalami kemajuan cukup besar. Penerjemah tidak hanya melakukan ilmu pengetahuan dan peradaban bangsa-bangsa Yunani, Romawi, Persia, India, Syiria, saja, juga mencoba mentransfernya kedalam bentuk pemikiran. Proses ini biasanya disebut dengan istilah Hellenisasi.
Tokoh-Tokoh Penting Didalam Perkembangan ilmu Filsafat islam
1.      Al Ishaq Al-Kandi (809 – 873) M. karyanya lebih dari 231 judul. Ia filosuf muslim pertama yang berasal dari suku Kinbad. Ia mengatakan antara filsafat dan dengan agama tidak ada pertentangan dan tidak perlu dipertentangkan, karena keduanya sama-sama mencari kebenaran. Dalam catatan M. M Syarif, al – Kindi memiliki karya sejumlah 270 buah, berupa tulisan yang mencakup pemikiran ilmu pengetahuan lain, seperti filsafat, kedokteran, logika, ilmu hitung, music, astronomi, psikologi, politik dan lain-lain.
2.      Abu Nasr al-Faraby. Karyanya lebih dari 12 buah buku. Ia memperoleh gelar Al-Mualimuts Tsani (the second techer), yaitu guru kedua, sedangkan guru pertama dalam bidang filsafat adalah aristoteles.Ia merupakan salah seorang filosuf yang memiliki wawasan pengetahuan cukup luas.
3.      Ibnu sina, terkenal dengan Avicenna (980-1037). Ia seorang filsuf yang menghidupkan kembali filsafat Yunani aliran Aristoes dan Plato. selain filsuf Avicenna juga seorang dokter istana kenamaan. Diantara bukunya yang terkenal adalah Asy-Syifa, dan Al-Qanun fi Ath-Thib (Canon of Medicine). Dan salah seorang ilmuan dan yang gemar mencari ilmu pengetahuan. Diantara kedokteran, yang kemudian dituangkan dalam bentuk karya yang sangat monumental yaitu al – Qanunfi al – Thibb (ensiklopedia kedokteran) karya ini menjadi bahan rujukan para ilmuan dan dokter dunia hingga abad ke 18 M. diantara pemikiran filsafat yang dikembangkannya adalah filsafat jiwa, filsafat wahyu dan nabi, serta filsafat wujud.
4.      Ibnu Bajjab (533 H / 1138 H).Selain menguasai filsafat, Ibnu Bajjah juga menguasai tata bahasa dan sastra arab.
5.      Ibnu Tbufail (581 H / 1186 H). Ia adalah seorang ilmuan filosuf kenaman pada masa itu, selain menguasai bidang filsafat ia juga menguasai ilmu pengetahuan, seperti kedokteran, matematika dan sastra arab. Dan penulis novel filsafat Hayy bin Yaqdzan.
6.     Al – Ghazali (1059 – 1111 M). Al – Ghazali mendapat julukan Al-Hujjatul Islam. Karyanya antara lain: Maqasid Al-Falasifah,Al-Munqid Minadh Dhalal, Tahafud Al-Falasifah,dan ihya’ ulumuddin.dalam karya ini sebenarnya ia ingin mencari kebenaran yang hakiki ia tidak mau percaya beitu saja dengan pemikiran orang lain dalam bidang kalam dan juga dalam bidang Filosifis tidak menemukan, dan yang dikatakannya telah Rancu. Ketika Al – Ghazali tidak menemukan argumen yang kuat dalam kedua bidang tersebut, akhirnya melakukan pencarian diri mengenai hakikat yang sebenarnya, semua itu ditemukan dalam bidang tasawuf.
7.      Ibnu Rusyd (520-595 H / 1126 – 1196 M). Nama lengkapnya adalah Abu al Khalid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Rusd, ia lahir di Cordova pada tahun 520 H / 1126 H, ia lahir dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga tedidik, sehingga ia menjadi orang yang terdidik pula. Diantara karyanya yang hingga kini masih dapat ditemukan adalah Bidayah al – Mujtahid, yang bahasa ilmu hukum, dan kitab al – Kulliya, yang membahas ilmu kedokteran. Selain itu ia juga banyak melakukan komentar terhadap hasil karya pemikiran Aristoteles, sehingga ia dikenal sebagai seorang komentator Aristoteles kenamaan, karena kritik dan komentarnya sangat tajam. Kalau dibarat (Spanyol) Ibnu Rusyd dikenal sebagai komentator terhadap pemikiran Aristoteles, didunia timur ia dikenal sebagai filosuf yang membela pemikiran para Filosuf dari serangan Al – Ghazali. Karyanya dalam bidang ini tertuang dalam Fashl al – Maqail fi ma Baina al – Hikmah wa al – Syar’iyyah min al Ittishal.Dari karya mereka inilah kemudian bangsa-bangsa barat mencapai masa kejayaan, karena mereka mulai terbuka pemikiran dan wawasanya semakin bertambah dengan menerjemahkan karya umat islam kedalam bahasa Yunani (Eropa). Dari situlah dikenal masa Aufklarung, Renesaince, yang melahirkan suatu zaman industri yang disebut revolusi industry.
      b)      Bidang Kedokteran
       Ilmu kedokteran merupakan salah satu ilmu yang mengalami perkembangan yang sangat pesat pada masa Bani Abbasiyah. Pada masa itu telah didirikan apotik yang pertama didunia yaitu yaitu tempat menjual obat.
Tokoh – tokoh Ilmuan dalam bidang Kedokteran :
  1. Ibnu Sina (Avicenna), bukunya yang fenomenal yaitu al-Qanun fi al-Tiib. Ia juga berhasil menemukan sistem peredaran darah pada manusia. 
  2. Ibnu Masiwaihi 
  3. Ibnu Sahal 
  4. Ali bin Abbas 
  5. Al-Razi, tokoh pertama yang membedakan antara penyakit cacar dengan measles. Dia juga orang pertama yang menyusun buku mengenai kedokteran anak. 
  6. Abu Bakar Ar- Razi (Rhazes) 864-932 M dikenal sebagai “Galien Arab” 
  7. Abu Zakaria Yahya bin Mesuwaih (w. 242 H) seorang ahli farmasi di rumah sakit Jundhisapur Iran.
      c)      Bidang Matematika
Diantara ilmu lain yang dikembangkan pada masa pemerintahan Bani Abbas yaitu adalah ilmu hisab / Matemaika. Ilmu ini berkembang karena kebutuhan dasar pemerintah untuk menentukan waktu yang tepat dalam setiap pembangunan.
Tokoh – tokoh Ilmuan dalam bidang Matematika :
  1. Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi, yang juga mahir dalam bidang astronomi. Dialah yang menciptakan ilmu al-Jabar. 
  2. Tsabit ibn Qurrah al-Hirany 
  3. Musa bin Syakir 
  4. Abu Al-Wafa Muhammad bin Muhammad bin Ismail bin Al-Abbas (940-998) terkenal sebagai ahli matematika
      d)      Farmasi
Diantara ahli Farmasi panda masa Dinasti Abbasiah adalah Ibnu Bachtiar karyanya yang terkenal adalah Al-Mughni (berisi tentang obat-obatan) Jami Al-Mufradat Al-Adawiyah (berisi tentang obat-obatan dan makanan bergizi).  
      e)      Ilmu Astronomi
Ilmu Perbintangan/Astronomi juga mendapat perhatian serius dari para ilmuan muslim ketika itu. Karena itu mereka terus melakukan kajian untuk mengembangkan ilmu tersebut. Sementara itu, Habasyi al-Hasib al-Marwazi telah melakukan observasi sejak usia 15 tahun. Ia memimpin penyusunan 3 tabel Zij Al-Makmun (Tabel Al-Makmun) pada masa pemerintahan khalifah Al-Makmun. Tabel pertama mengkritik metode al-Khawarizmi, kedua menulis tentang al-Ziz Al-Mumtahan, ketiga al-Zij As-Syah. Al Marwazi juga menulis beberapa karya astromoni yang dikutip dalam Fihrist (indeks) karya al-Nadim.
Tokoh – tokoh Ilmuan dalam bidang Astronomi : 
  1.  Al-Fazari, astronom Islam yang pertama kali menyusun astrolabe 
  2. Al- Fargani (Al-Faragnus), menulis ringkasan ilmu astronomi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan Johannes Hispalensis 
  3. Jabir Batany (w.319 H) Al-Bathani adalah pencipta teropong bntang pertama. karyanya yang terkenal adalah kitab Ma’rfat Mathiil Buruj Bana Arba Al-Falak 
  4. Musa bin Syakir 
  5. Abu Ja’far Muhammad
  6. Abu Mansur Al-Falaki (w. 272 H) karyanya yang terkenal adalah Isbat Al-Falak 
  7. Rihan Al-Biruni (w.440 H) karyanya adalah at-Tafhim li Awal As-Sina At-Tanjim
       f)       Geografi
Dalam tradisi islam, ilmu bumi tidak bisa dipisahkan dengan astronomi. Ahli bumi pertama dalam sejarah islam adalah al – Kalbi, yang termasyur pada abad ke – 9M khususnya dalam studinya dikawasan Arab. Kemudian pada masa Abad ke 10 M, al – Astakhri menerbitkan buku geografi negeri-negeri islam dengan peta berwarna. Al-Biruni pada awal abad ke – 11 M melengkapi karya al Astakhri ini dengan menerbitkan buku geografi Rusia dan Eropa Utara.
Tokoh – tokoh Ilmuan dalam bidang Geografi :
  1. Syarif Idrisy 
  2. Abu Hasan Al-Mas’udi (w. 345 H/956 M) seorang penjelajah yang mengadakan perjalanan sampai Persia, India Srilanka. 
  3. Ibnu Khurdazabah 
  4. Ahmad El-Yakubi 
  5. Abu Muhammad Al-Hasan Al-Hamadani
 g)      sejarah
Pada masa ini, kajian sejarah masih terfokus pada tokoh atau / peristiwa tertentu misalnya, sejarah hidup nabi Muhammad SAW. Dalam perkembangan pada ilmuan/sejarawan tidak menjadikan hadist berupa perkataan. Perbuatan Nabi Muhammad SAW, dan menentukan suatu hukum, juga masalah logis / rangkaian peristiwa.
Tokoh – tokoh Ilmuan dalam bidang Sejarah : 
  1.  Al-Mas’udi, diantara karyanya adalah Muruj al-Zahab wa Ma’adin al-Jawahir 
  2. Ibn Sa’ad 
  3.  Ahmad Al-Ya’kubi (w. 895 M) karyanya adalah Al-Buldan (Negeri-negeri), At-Tarikh. 
  4. Ibnu Ishaq 
  5. Abdullah bin Muslim Al-Qurtubah (w. 889 M) penulis buku Al-Imamah wa As-Siyasah, Al-Ma’arif, Uyunul Ahbar, dll. 
  6. Ibnu Hisyam 
  7. Ath-Thabari (w. 923 M) penulis buku kitab Al-Umam wa Al-Muluk. 
  8. Al-Maqrizi 
  9. Al-Baladzuri (w. 892 M), penulis buku-buku sejarah.
       h)     Bidang Sastra 
      Dalam bidang sastra, Baghdad merupakan kota pusat seniman dan sastrawan. Para tokoh sastra antara lain:
  1.       Abu Nawas salah seorang penyair terkenal dengan karya cerita humornya 
  2.     An-Nasyasi, penulis buku Alfu Lila wa Laila (the Arabian Night), adalah buku cerita sastra Seribu Satu Malam yang sangat terkenal dan diterjemahkan ke dalam hampir seluruh bahasa dunia.
E.     DINASTI-DINASTI YANG MEMERDEKAKAN DIRI DARI BAGHDAD
       Disintegrasi dalam bidang politik sebenarnya sudah mulai terjadi di akhir zaman Bani Umayyah. Akan tetapi, berbicara tentang politik Islam dalam lintasan sejarah, akan terlihat perbedaan antara pemerintahan Bani Umayyah dengan pemerintahan Bani Abbasiah. Wilayah kekuasaan Bani Umayyah mulai dari awal berdirinya sampai masa keruntuhannya sejajar dengan batas-batas wilayah kekuasaan islam. Hal ini berbeda dengan masa Dinasti Abbasiah. Kekuasaan dinasti ini tidak pernah diakui oleh Islam di wilayah Spanyol dan Afrika utara, kecuali Mesir. Bahkan dalam kenyataannya, banyak wilayah tidak dikuasai khalifah. Secara riil daerah-daerah itu berada di bawah keuasaan gubernur-gubernur provinsi bersangkutan. Hubungannya dengan khalifah ditandai dengan pembayaran uAda kemungkinan bahwa para khalifah Bani Abbasiah sudah cukup puas dengan pengakuan nominal dari provinsi-provinsi tertentu, dengan pembayaran upeti. Alasannya, pertama, mungkin para khalifah tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk kepadanya. Kedua, penguasa Bani Abbas lebih menitikberatkan pembinaan dan Peradaban dan kebudayaan dari pada ekspansi
       Akibat dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan Peradaban dan kebudayaan Islam dari pada persoalan politik itu, beberapa provinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani Abbasiah.
Dinasti-dinasti yang lahir dan melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa khilafah Abbasiah, di antaranya:
1.      Yang berbangsa Persia:
            a.       Thahiriyyah di Khurasan, (205-259 H/820-872 M)
            b.      Shafariyyah di Fars, (254-290 H/868-901 M)
            c.       Samaniyah di Transoxania, (261-389 H/873-998 M)
            d.      Sajiyyah di Azerbaijan, (266-318 H/878-930 M)
            e.       Buwaihiyyah, bahkan menguasai Baghdad, (320-447 H/932-1055 M)
2.      Yang berbangsa Turki
             a.       Thuluniyyah di mesir, (254-292 H/837-903 M)
             b.      Ikhsyidiyah di Turkistan, (320-560 H/932-1163 M)
             c.       Ghasnawiyah di Afganistan, (351-585 H/962-1189 M)
             d.      Dinasti seljuk dan cabang-cabangnya:
  •        Seljuk besar atau Seljuk Agung, didirikan oleh Rukn Al-Din Abu Thalib Tuqhrul Bek ibn Mikail ibn Seljuk ibn Tuqaq. Seljuk ini menguasai Baghdad dan memerintah selama sekitar 93 tahun (429-522 H/1037-1127 M) 
  •            Seljuk Kirman di Kirman, (433-583 H/1117 M) 
  •            Seljuk Syiria atau Syam di Syiria, (487-511 H/1094-1117 M) 
  •             Seljuk Iran di Irak dan Kurd0istan, (511-590 H/1117-1194 M) 
  •            Seljuk Rum atau Asia kecil di Asia Kecil, (470-700 H/1077-1299 M)
3.      Yang berbangsa Kurdi
             a.       Al-Barzuqani, (348-406 H/959-1095 M)
             b.      Abu Ali, (380-489 H/990-1095 M)
             c.       Ayubiyyah, (564-648 H/167-1250 M)
4.      Yang berbangsa Arab
             a.       Idrisiyyah di Maroko, (172-375 H/788-985 M)
             b.      Aghlabiyyah di Tunisia, (184-289 H/800-900 M)
             c.      Dulafiyyah di Kurdistan, (210-285 H/825-898 M )
             d.      Alawiyyah di Tabaristan, (250-316 H/864-928 M)
             e.       Hamdaniyyah di Aleppo dan Maushil, (317-394 H/929-1002 M)
             f.       Mazyadiyyah di Hillah, (403-545 H/1011-1150 M)     
             g.      Ukailiyyah di Maushil, (386-489 H/996-1095 M)
             h.      Mirdasiyyah di Aleppo, (414-472 H/1023-1079 M)
5.      Yang mengaku dirinya sebagai khalifah:
             a.       Umawiyah di Sanyol
             b.      Fatimiyyah di Mesir
Dari latar belakang dinasti tersebut, tampak jelas adanya persaingan antara bangsa Arab, Persia, dan Turki. Di samping latar belakang kebangsaan, dinasti-dinasti itu juga dilatarbelakangi aham keagamaan ada yang berlatar belakang Syi’ah dan ada pula yang Sunni.
F.     Factor-fator penyebab kemunduran Dinasti Bani Abbasiah 
  a.      Faktor Internal 
  Menurut W. Montgomery Watt:
  1.     Luasnya wilayah kekuasaan kerajaan Abbasyiah, sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukuan.
  2.     Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata ketergantungan khalifah kepada mereka sangat tinggi
  3.    Keuangan Negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara bayaran sangat besar.[9 
         b.    Factor internal
  1.       Kemewahan hidup di kalangan penguasa 
  2.       Perebutan kekuasaan antara keluarga Bani Abbasiah 
  3.       Konflik keagamaan[10]
1.   Faktor Eksternal
      a. banyaknya pemberontakan
      b. dominasi Bangsa Turki
      c. dominasi Bangsa Persia[11]
2.   Factor eksternal
            a.     Perang salib yang berlangsung beberapa gelombang atau periode dan menelan banyak korban
            b.    Serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam[12]

DAFTAR PUSTAKA

Suriyadi,dedi.Sejarah Peradaban Islam.Bandung:Pustaka Setia,2008
Munir Amin,Samsul.Sejarah Peradaban Islam.jakarta:Amzah,2013
Yatim,Badri.Sejarah Peradaban Islam.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2008
K.Hitti,Philli.History of the Arrabs.Jakarta:PT Serambi Ilmu Semesta,2002
Mubasyaroh. Sejarah Dakwah. Kudus: NORA MEDIA ENTERRISE,2010
Asnawi,Muh,Sejarah Kebudayaan Islam,Semarang:CV.Aneka Ilmu,2009


[1] Mubasyaroh, Sejarah Dakwah, (kudus, NORA MEDIA ENTERRISE,2010),hal,66
[2] Samsul munir amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta, AMZAH,2009),hal,138
[3] Mubasyaroh, Sejarah Dakwah, (kudus, NORA MEDIA ENTERRISE,2010),hal,69
[4]Samsul munir amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta, AMZAH,2009),hal,143
[5] Philip K. Hitti History of the Arrab,(Jakarta,PT SERAMBI ILMU SEMESTA,2013)hal360
[6]Mubasyaroh, Sejarah Dakwah, (kudus, NORA MEDIA ENTERRISE,2010),hal,73
[7]Samsul munir amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta, AMZAH,2009),hal,144
[8] Badri Yatim,Sejarah peradaban slam, (Jakarta,PT Raja perguruan Tinggi,2008),hlm,55
[9]Samsul munir amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta, AMZAH,2009),hal,155
[10]Dedi Suriyadi,Sejarah Peradaban islam,(Bandung,CV PUSTAKA SETIA,2008),hlm,137 
[11] Ibid,hlm,138
[12] Mubasyaroh, Sejarah Dakwah, (kudus, NORA MEDIA ENTERRISE,2010),hal,88

0 komentar:

Posting Komentar