BAB II
PEMBAHASAN
A.
SEJARAH BERDIRINYA
DINASTI BANI ABBASIAH
Kekuasaan Dinasti Bani
Abbasiah adalah melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani Umayyah. Dinamakan Daulah
Abbasiah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini adalah keturunan Abbas,
paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiah didirikan oleh Abdullah al-saffah ibn
Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas. Dia dilahirkan di humaimah pada
tahun 104 H. dia dilantik menjadi Khalifah panda tanggal 3 rabiul awal 132 H.
kekuasaan Dinasti Bani Abbasiah berlangsung dari tahun 750-1258 M.[1] berdirinya pemerintahan
ini dianggap sebagai kemenangan pemikiran yang pernah dakumandangkan oleh Bani
Hasyim (Alawiyun) setelah meninggalnya Rasulullah dengan mengatakan bahwa yang
berhak untuk berkuasa adalah keturunan Rasulullah dan anak-anaknya.[2]
Pada abad ketujuh terjadi
pemberontakan diseluruh negeri. Pemberontakan yang paling dahsyat dan merupakan
puncak dari segala pemberontakan yakni perang antara pasukan Abbul Abbas
melawan pasukan Marwan ibn Muhammad (Dinasti Bani Umayyah) yang akhirnya
dimenangan oleh pasukan Abbul Abbas. Dengan jatuhnya negeri Syiria, berakhirlah
riwayat Dinasti Bani Umayyah dan bersama dengan itu bangkitlah kekuasaan
abbasiah.
Dari sini dapat diketahui
bahwa bangkitnya Daulah Bani Abbasiah bukan saja pergantian dinasti akan tetapi
lebih dari itu adalah penggantian struktur social dan ideology Sehingga dapat
dikatakan kebangkitan Daulah Bani Abbasiah merupakan suatu revolusi. Menurut
Crane Brinton dalam Mudzar ada 4 ciri yang menjadi identitas revolusi yaitu:
- Bahwa pada masa sebelum revolusi ideology yang berkuasa mendapat kritik keras dari masyarakat disebabkan kekecewaan penderitaan masyarakat karena ketimpangan-ketimpangan dari ideology yang berkuasa itu.
- Mekanisme pemerintahannya tidak efesien karena kelalaiannya menyesuaikan lembaga-lembaga dan tuntutan zaman.
- Terjadinya penyeberangan kaum intelektual dari mendukung ideology yang berkuasa ada wawasan baru yangp ditawarkan oleh para kritikus.
- Revolusi itu pada umumnya bukan hanya dipelopori dan digerakkan oleh orang-orang lemah dan kaum bawahan, melainkan dilakukan oleh para penguasa karena hal-hal tertentu yang merasa tidak puas dengan system yang ada.
Sebelum berdirinya
Dinasti Abbasiah terdapat tiga poros utama yang merupakan pusat kegiatan,
antara satu dengan yang lain memiliki kedudukan tersendiri dalam memainkan
peranannya untuk menegakkan kekuasaan keluarga besar paman Rasulullah saw.
Abbas bin Abdul Muthalib. Dari nama Al-Abbas paman Rasulullah inilah nama ini
disandarkan pada tiga tempat pusat kegiatan, yaitu Humamah, Kuffah, dan
Khurasan. Humaimah merupakan tempat yang tenteram, bermukim di kota itu
keluarga Bani Hasyim, baik dari kalangan pendukung Ali maupun pendukung
keluarga Abbas. Humaimah terletak berdekatan dengan Damsyik. Kufah merupakan
kota yang penduduknya menganut aliran syi’ah pendukung Ali bin Abi Thalib.ia
bermusuhan secara terang-terangan dengan golongan Bani Umayyah.
Demikian pula dengan
Khurasan, kota yang penduduknya mendukung Bani Hasyim. Ia mempunyai warga yang
bertemperamen pemberani, kuat fisiknya, tegap tinggi, teguh pendiriannya tidak
mudah terpengaruh nafsu dan tidak mudah bingung dengan kepercayaan yang
menyimpang. Disinilah diharapkan dakwah kaum Abbasiah mendapatkan dukungan.
Di bawah pimpinan
Muhammad bin Ali al-Abbashy, gerakan bani Abbas dilakukan dalam dua fase yaitu
: 1) fase sangat rahasia dan 2) fase terang-terangan dan pertempuran (hajmy,
1993:211). Selama Imam Muhammad masih hidup gerakan dilakukan sangat rahasia.
Propaganda dikirim keseluruh pelosok Negara, dan mendapat pengikut yang banyak
terutama dari golongan yang merasa tertindas, bahkan juga dari golongan yang pada
mulanya mendukung Bani Umayyah.
Setelah Muhammad
meninggal dan diganti oleh anaknya Ibrahim, maka seorang pemuda Persia yang
gagah berani dan cerdas bernama Abu Muslim al-Khurasani bergabung dalam gerakan
rahasia ini . semenjak itu dimulailah gerakan dengan cara terang-terangan
kemudian cara pertemuran. Akhirnya bulan Zukhijjah 132 H Marwan, Khalifah Bani
Umayyah terakhir terbunuh di fusthath, mesir. Kemudian Daulah Bani Abbasiah
resmi berdiri. Dinasti Abbasiah yang dipimpin oleh khalifah pertamanya, yaitu
Abul Abbas Ash-Shaffah dengan pusat kekuasaan awalnya di kuffah.
B.
SISTEM
PEMERINTAHAN, POLITIK, dan Bentuk Negara
Pada zaman Abbasiah
konsep kekhalifahan berkembang sebagai system politik. Menurut pandangan para
pemimpin Bani Abbasiah, kedaulatan yang ada pada pemerintahan (khalifah) adalah
berasal dari Allah, bukan dari rakyat sebagaimana diaplikasikan oleh Abu Bakar
dan Umar panda zaman khulafaurrasyidin. Hal ini dapat dilihat dengan perkataan
Khalifah Al-Mansur “Saya adalah sultan Tuhan diatas buminya” zaman Dinasti Bani Abbasiah, pola pemerintahan
yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, social, ekonomi
dan budaya. System politik yang dijalankan oleh Daulah Bani Abbasiah I antara
lain:
- Para khalifah tetap dari keturunan Arab, sedang para menteri, panglima, Gubernur dan para pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan mawali
- Kota Baghdad digunakan sebagai ibu kota Negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi social dan kebudayaan.
- Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan mulia kebebasan berpikir sebagai hak asasi manusia diakui sepenuhnya.
Pada masa
awal berdirinya Daulah Abbasiah ada 2 tindakan yang dilakukan oleh para
Khalifah Bani Abbasiah untuk mengamankan dan mempertahankan dari kemungkinan adanya gangguan dan
timbulnya pemberontakan yaitu: pertama, tindakan keras terhadap Bani Umayyah
dan kedua pengutamaan orang-orang turunan persi. Dalam menjalankan
pemerintahan, Khalifah Bani Abbasiah pada waktu itu dibantu oleh seorang wazir
(perdana menteri) atau yang jabatannya disebut dengan wizarat. Sedangkan
wizaraat itu dibagi lagi menjadi 2 yaitu:
- Wizarat Tanfiz (system pemerintahan presidential) yaitu wazir hanya sebagai pembantu khalifah dan bekerja atas nama Khalifah
- Wizaratut Tafwild (perlemen cabinet). Wazirnya berkuasa penuh untuk memimin pemerintahan. Sedangkan Khalifah sebagai lambang saja. Pada kasus lainnya fungsi Khalifah sebagai pengukuh dinasti-dinasti local sebagai gubernurnya Khalifah
Selain
itu, untuk membantu Khalifah dalam menjalankan tata usaha Negara diadakan
sebuah dewan yang bernama diwanul kitabaah (secretariat Negara) yang dipimpin
oleh seorang raisul kuttab (secretariat Negara). Dan dalam menjalankan
pemerintantahan Negara, wazir dibantu beberapa raisul diwan (menteri
departemen-departemen). Tata usaha negara bersifat sentralistik yang dianamakan
an-nidhamul idary al-markazy.
Selain
itu, dalam zaman daulah Abbasiah juga didirikan angkatan perang, amirul umara,
baitul maal, organisasi kehakiman. Selama dinasti berkuasa, pola pemerintahan
yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, social, ekonomi
dan budaya.[3]
C.
KHALIFAH
DINASTI BANI ABBASIAH
Para khalifah Bani Abbasiah berjumblah 37 khalifah, mereka adalah:
- Abul Abbas As-Shaffah.(pendiri) (749-754 M)
- Abu Ja’far Al-Mansur (754-775 M)
- Abu Abdullah Muhammad Al-Mahdi (775-785 M)
- Abu Muhammad Musa Al-Hadi (785-786 M)
- Abu Ja’far Harun Ar-Rasyid (786-809 M)
- Abu Musa Muhammad Al-Amin (809-813 M)
- Abu Ja’far Abdullah Al-Ma’mun (813-833 M)
- Abu Ishaq Muhammad Al-Mu’tashim (833-842 M)
- Abu Ja’far Harun Al-Watsiq (842-847 M)
- Abu Fadl Ja’far Al-Mutawakil (847-861 M)
- Abu Ja’far Muhammad Al-Muntashir3 (861-862 M)
- Abu Abbas Ahmad Al-Musta’in (862-866 M)
- Abu Abdullah Muhammad Al-Mu’taz (866-869 M)
- Abu Ishaq Muhammad Al-Muhtadi (869-870 M)
- Abul Abbas Ahmad Al-Mu’tamid (870-892 M)
- Abul Abbas Ahmad Al-Mu’tadid (892-902 M)
- Abul Muhammad Ali Al-Muktafi (902-905 M)
- Abul Fadl Ja’far Al-Maqtadir (905-932 M)
- Abu Manshur Muhammad Al-Qahir (932-934 M)
- Abul Abbas Ahmad A-Radi (934-940 M)
- Abu Ishaq Ibrahim Al-Muttaqi (940-944 M)
- Abul Qasim Abdullah Al-Mustaqfi (944-946 M)
- Abul Qasim Al-Fadl Al-Mu’ti (946-974 M)
- Abul Fadl Abdul Karim At-Thai (974-991 M)
- Abul Abbas Ahmad Al-Qadir (991-1031 M)
- Abu Ja’far Abdullah Al-Qaim (1031-1075 M)
- Abul Qasim Abdullah Al-Muqtadi (1075-1094 M)
- Abul Abbbas Ahmad Al-Mustadzir (1094-1118 M)
- Abu Manshur Al-Fadl Al-Mustarsyid (1118-1135 M)
- Abu Ja’far Al-Mansur Ar-Rasyid (1135-1136 M)
- Abu Abdullah Muhammad Al-Muqtafi (1136-1160 M)
- Abul Mudzafar Al-Mustanjid (1160-1170 M)
- Abu Muhammad Al-Hasan Al-Mustadi (1170-1180 M)
- Abu Al-Abbas Ahmad An-Nasir (1180-1225 M)
- Abu Nasr Muhammmad Az-Zahir (1225-1226 M)
- Abu Ja’far Al-Mansur Al-Mustansir (1226-1242 M)
- Abu Ahmad Abdullah Al-Mu’tashin Billah (1242-1258 M)[4]
Ø
Pemerintahan
Abul Abbas Ash-Shaffah
Bani
Abbasiah mewarisi imperium besar dari Bani Umayyah. Mereka memungkinkan dapat
mencapai hasil lebih banyak karena landasannya telah dipersiakan oleh Bani
Umayyah yang besar, dan Abbasiah yang pertama memanfaatkannya. Pergantian
Umayyah oleh Abbasiah ini di dalam kepemimpinan masyarakat islam lebih dari
sekedar penggantian dinasti. Ia merupakan revolusi dalam sejarah Islam, suatu
titik balik yang sama pentingnya dengan revolusi Prancis, dan revolusi di dalam
sejarah Barat.
Seluruh Anggota Keluarga
Abbas dan pemimpin umat Islam menyatakan setia kepada Abul Abbas Ash-Shaffah
sebagai khalifah mereka. Ash-Shaffah kemudian pindah ke Ambar, sebelah Barat
sungai Eufrat dekat Baghdad. Ia menggunakan sebagian besar dari masa
pemerintahannya untuk memerangi para pemimpin Arab yang kedapatan membantu Bani
Umayyah. Ia mengusir mereka kecuali Abddurrahman, yang tidak lama kemudian
mendirikan Dinasti Umayyah di Spanyol. As-Shaffah juga memutuskan untuk
menghabisi nyawa beberapa orang pembantu Bani Umayyah.
Kekhalifahan Ash-Shaffah
hanya bertahan selama 4 tahun, Sembilan bulan. Ia wafat pada tahun 136 H di
Abbar, satu kota yang telah dijadikannya sebagai tempat kedudukan pemerintahan.
Ia berumur tidak lebih dari 33 tahun. Bahkan ada yang mengatakan umur
Ash-Shaffah ketika meninggal dunia adalah 29 tahun.
Selama Dinasti Abbasiah
berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan
politik, social, dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan
politik itu, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbasiah dalam
empat periode berikut.- Masa Abbasiah I, yaitu semenjak lahirnya daulah Abbasiah tahun 132 H (750 M) sampai meninggalnya Khalifah Al-Watsiq 232 H (847 M).
- Masa Abbasiah II, yaitu mulai khalifah Al-Mutawakil pada tahun 232 H (847 M) sampai berdirinya daulah Buwaihiyah di Baghdad panda tahun 334 H (946 M).
- Masa Abbasiah III, yaitu dari berdirinya daulah Buwaihiyah tahun 334 H (946 M) sampai masuknya kaum saljuk ke Baghdad tahun 447 H (1055 M)
- Masa Abbasiah
IV, yaitu masuknya orang-orang Saljuk ke Baghdad tahun 447 H (1055 M) sampai
jatuhnya Baghdad ke tangan bangsa mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan pada
tahun 656 H (1258 M).
Ø Abu Ja’far Al-Mansur
Abu Ja’far (754-775) yang
mendapat julukan Al-Mansur. Adalah khalifah terbesar Dinasti Abbasiah meskipun
bukan seorang muslim yang saleh. Dialah sebenarnya, bukan al-shaffah yang
benar-benar membangun dinasti baru itu.[5]
Masa pemerintahan Abu
Al-Abbas, pendiri dinasti ini sangat singkat, karena itu Pembina sebenarnya
dari Daulah Abbasiah adalah Abu Ja’far Al Mansur(754-775). Pada mulanya ibu
kota Negara adalah al-hasyimiah dekat kuffah. Namun untuk lebih memantapkan dan
menjaga stabilitas Negara yang baru berdiri itu al-mansyur memindahkan ibu kota
yang baru dibangunnya, yaitu Baghdad dekat bekas ibu kota Persia, Ctesiphon,
tahun 762 M. dengan demikian pusat pemerintahan dinasti bani Abbasiah berada di
tengah-tengah bangsa Persia.
Di ibu kota yang baru ini
al-Mansur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya. Dia mengangkat
sejumlah personal untuk menduduki jabatan di lembaga eksekutif dan yudikatif.
Di bidang pemerintahan dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat wazir
sebagai coordinator departemen.
Khalifah
al-Manshur juga membentuk lembaga protocol Negara, sekretaris Negara, dan
kepolisian Negara di samping membenahi angkatan bersenjata. Khalifah al-Manshur
juga berusaha menaklukan kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri
dari pemerintahan pusat, dan memantapkan keamanan di daerah perbatasan. Pada
masa al-Manshur pengertian khalifah kembali berubah. Konsep khilafah dalam
pandangannya dan berlanjut ke generasi sesudahnya merupakan mandat dari Allah,
bukan dari manusia, bukan pula sekedar pelanjut nabi sebagaimana pada masa
al-khulafaurrasyidin.
Ø Abu Ja’far Harun Al-Rasyid
Harun ar-Rasyid dilahirkan di Raiyi pada tahun
145 H, ibundanya adalah Khaizuran,bekas seorang hamba
yang juga ibunda al-Hadi. Beliau telah dibesarkan dengan baik sewaktu beliau diasuh
agar berpribadi kuat dan berjiwa toleransi. Ayahanda beliau al-Mahdi telah memikulkan beban yang
berat, bertanggung jawab memerintah negeri dengan melantik beliau sebagai amir di Saifah
pada tahun 163 H. Pada tahun 164 H beliau dilantik memerintah seluruh wilayah Anbar dan
negeri-negeri di Afrika Utara. Harun ar-Rasyid telah melantik pula beberapa orang pegawai tinggi, mewakili beliau di kawasan-kawasan tersebut.
Pribadi dan akhlak Khalifah Harun ar-Rasyid
adalah baik dan mulia yang menyebabkan beliau sangat dihormati dan
disegani.Beliau adalah salah seorang khalifah yang suka bercengkrama,alim dan
dimuliakan.Selain itu,beliau juga terkenal sebagai seorang pemimpin yang
pemurah dan suka berderma.Beliau juga menyukai musik,ilmu pengetahuan dan dekat
dengan para ulama serta penyair.
Pada zaman pemerintahan Harun Ar-Rasyid, Baitul Mal ditugaskan menanggung narapidana dengan
memberikan setiap orang makanan yang cukup serta pakaian musim panas dan musim
dingin. Sebelum itu khalifah al-Mahdi juga berbuat demikian tetapi dengan nama
pemberian, sementara Khalifah Harun Ar-Rasyid menjadikannya suatu tugas
dan tanggung jawab Baitul Mal.
Khalifah Harun Ar-Rasyid mampu membawa negeri yang dipimpinnya ke masa
kejayaan, kemakmuran dan kesejahteraan. Berikut usaha Harun ar-Rasyid selama
masa pemerintahannya:
- Mengembagkan bidang ilmu pengetahuan dan seni.
- Membangun gedung-gedung dan sarana sosial.
- Memajukan bidang ekonomi dan industri.
- Memajukan bidang politik pertahanan dan perluasan wilayah kekuasaan Dinasti Abbasiyah.
Popularitas Daulah
Abbasiah mencapai puncaknya di Zaman Khalifah Harun al-Rasyid (786-809 M) dan putranya
al-Ma’mun (813-833 M) kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun al- Rasyid untuk
keperluan social, rumah sakit, lembaga pendidikan dokter dan farmasi didirikan.
Tingkat kemakmuran paling tinggi terwujud pada zaman khalifah ini.
Kesejahteraan social, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan
serta kesusasteraan berada ada zaman keemasannya. Panda masa inilah Negara
Islam menempatkan dirinya sebagai Negara terkuat dan tak tertandingi.
Dengan demikian telah
terlihat bahwa panda masa Khalifah Harun Al-Rasyid lebih menekankan pembinaan
peradaban dan kebudayaan Islam dari perluasan wilayah yang memang sudah luas.
Orientasi kepada pembangunan peradaban dan kebudayaan ini menjadi unsur
pembanding lainnya antara Dinasti Abbasiah dan Dinasti Umayyah.[6]
Ø Abu Ja’far Abdullah Al-Ma’mun
Al-Ma’mun, pengganti
al-rasyid dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa
pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Ia juga mendirikan
sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Bait
al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan
perpustakaan yang besar. Pada masa al-Makmun inilah Baghdad mulai menjadi pusat
kebudayaan dan ilmu pengetahuan Al-Mu’tasim.
Ø Abu Ishaq Muhammad Al-Mu’tashim
Abu Ishak
Muhammad Al-Mu`tashim lahir pada tahun 187 H. Ibunya
bernama Maridah. Beliau dibesarkan dalam suasana
ketentaraan, karena sifat berani dan minatnya
untuk menjadi pahlawan. Di masa pemerintahan al-Ma`mun, al-Mu`tashim merupakan
tangan kanannya dalam menyelesaikan kesulitan dan memimpin peperangan.
Al-Ma`mun juga melantik al-Mu`tashim sebagai pemerintah di negeri Syam dan
Mesir, kemudian
melantiknya pula sebagai putra mahkota. Al-Mu`tashim menyandang
jabatan khalifah sesudah wafatnya, al-Ma`mun.
Khalifah pindah bersama korp-korps
kayangannya ke Samara. Di sana beliau mendirikan istana, masjid dan
sekolah-sekolah. Tidak lama kemudian Samara mulai
megah seperti Baghdad, tetapi beliau tidak pernah
menggantikan Baghdad sebagai pusat intelektual yang besar. Hal ini juga
didukung oleh kondisi perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ini berkembang
dengan pesat, bukan hanya ilmu pengetahuan umum
tetapi ilmu pengetahuan agama
Khalifah Mu’tashim memberi peluang besar kepada orang-orang Turki
untuk masuk dalam pemerintahan. Demikian ini dilatar belakangi oleh adanya
persaingan antara golongan Arab dan Persia pada masa al-Ma’mun dan sebelumnya.
Keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara pengawal. Tentara dibina secara
khusus menjadi prajurit-prajurit professional. Dengan demikian kekuatan militer
Dinasti Bani Abbasiah menjadi sangat kuat.
Dalam
periode ini, sebenarnya banyak gerakan politik yang mengganggu stabilitas, baik
dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakan-gerakan itu seperti gerakan
sisa-sisa Dinasti Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas dan lain-lain semuanya
dapat dipadamkan. Dalam kondisi seperti itu khalifah mempunyai prinsip kuat
sebagai pusat politik dan agama sekaligus apabila tidak seperti pada periode
sesudahnya, stabilitas tidak lagi dapat dikontrol, bahkan para khalifah sendiri
berada di bawah pengaruh kekuasaan yang lain.
D.
Kejayaan Daulah Abbasiyah
Pada periode pertama pemerintahan
Bani Abbasiah mencapai masa keemasan. Secara politis para khalifah betul-betul tokoh
yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik sekaligus agama. Di sisi lain
kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil
menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam
Islam.
Peradaban dan kebudayaan Islam
tumbuh dan berkembang bahkan mencapai kejayaannya pada masa Abbasiah. Hal
tersebut dikarenakan Dinasti Abbasiah pada periode ini lebih menekankan
pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada perluasan wilayah. Di sini
letak perbedaan pokok antara Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiah.
Puncak
kejayaan Dinasti Abbasiah terjadi pada masa khalifah Harun Ar-Rasyid (786-809
M) dan anaknya Al-Ma’mun (813-833 M) ketika Ar-Rasyid memerintah, negara dalam
keadaan makmur, kekayaan melimpah, keamanan terjamin walaupun ada juga
pemberontakan, dan luas wilayahnya mulai dari Afrika Utara hingga keasanya
hidup pula filsuf, pujangga, ahli baca Al-qur’an dan para ulama di bidang
agama. Didirikan perpustakaan yang diberi nama Baitul Hikmah, didalamnya orang
dapat membaca, menulis, dan berdiskusi. Khalifah Harun Ar-Rasyid sebagai orang
yang taat beragama, menunaikan ibadah haji setiap tahun yang diikuti oleh
keluarga dan pejabat-pejabat serta para ulama, dan berderma kepada fakir
miskin.[7]
Masa Abbasiyah menjadi tonggak
puncak peradaban Islam. Khalifah-khalifah Bani Abbasiyah secara terbuka
mempelopori perkembangan ilmu pengetahuan dengan mendatangkan naskah-naskah
kuno dari berbagai pusat peradaban sebelumnya untuk kemudian diterjemahkan,
diadaptasi dan diterapkan di dunai Islam. Para ulama’ muslim yang ahli dalam
berbagai ilmu pengetahuan baik agama maupun non agama juga muncul pada masa
ini. Pesatnya perkembangan peradaban juga didukung oleh kemajuan ekonomi
imperium yang menjadi penghubung dunua timur dan barat. Stabilitas politik yang
relatif baik terutama pada masa Abbasiyah awal ini juga menjadi pemicu kemajuan
peradaban Islam
Disamping itu,
kemajuan itu paling tidak, juga ditentukan oleh dua hal, yaitu:
- Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan Bani Abbas, bangsa-bangsa non Arab banyak yang masuk Islam. Asimilasi berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. Pengaruh Persia sebagaiman sudah disebutkan sangat kuat di bidang pemerintahan. Di samping itu bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan Ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh india terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika, dan astronom. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak bdang ilmu terutama filsafat.
- Gerakan terjemahannya yang berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama pada masa khalifah Al-Manshur hngga Harun Al-Rasyid. pada fase ini yang banyak dterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan manthiq. Fase kedua berlangsung mulai masa khalifah Al-Ma’mun hingga tahun 300 H. buku-buku yang banyak diterjemahkan dalam bidang filsafat dan kedokteran.fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H terutama setelah adanya pembuatan kertas. Bidang-bidang lmu yang diterjemahkan seman meluas.[8]
Khalifah Harun Ar-Rasyid merupakan penguasa
yang paling kuat di dunia pada saat itu, tidak ada yang menyamainya dalam hal keluasaa
wilayah yang diperintahnya, dan kekuataan pemerintahannya serta ketinggian
kebudayaan dan peradaban yang berkembang di negaranya. Khalifah Harun Ar-Rasyid
berada pada tingkat yang lebih tinggi peradabannya dan lebih besar kekuasaannya
jika dibandingkan dengan Karel Agung di Eropa yang menjalin persahabatan
dengannya karena motif saling memanfaatkan. Harun bersahabat dengan Karel untuk
menghadap Dinasti Umayyah di Andalusia, sementara Karel berkepentingan dengan
Khalifah yang tersohor itu untuk
menghadapi Bizantum. Baghdad sebagai ibu kota Abbasiah tidak ada bandingannya
ketika itu, walau dengan Konstatinopel sebagai ibu kota Bizantum sekalipun.
Ø
Baghdad sebagai
pusat peradaban Islam
Baghdad terletak di
pinggir kota tigris. Al-Mashur sangat cermat dan teliti dalam memilih lokasi
yang akan dijadikan ibu kota. Ia menugaskan beberapa orang ahli untuk meneliti
dan mempelajari lokasi. Bahkan ada beberapa orang diperintahkan tinggal
beberapa hari di tempat itu panda setiap musim yang berbeda. Kemudian para ahli
tersebut melaporkan kepadanya tentang keadaan udara, tanah, dan lingkungan
setelah melakukan penelitian secaraca seksama, daerah ini ditetapkan sebagai
ibu kota.
Sejak awal berdirinya,
kota ini sudah menjadi pusat Peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan dalam
Islam. Itulah sebabnya Philip K. Hitti menyebutnya sebagai kota intelektual,
menurutnya Baghdad merupakan professor masyarakat Islam.
- Kota Baghdad sebagai pusat intelektual terdapat beberapa pusat aktivitas pengembangan ilmu, antara lain Baitul Hikmah, yaitu lembaga ilmu pengetahuan sebagai pusat pengkajian berbagai ilmu. Baghdad juga sebagai pusat penerjemahan buku-buku dari berbagai cabang ilmu yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Sebagai ibu kota, Baghdad
mencapai puncaknya panda masa Harun Ar-Rasyid walaupun kota tersebut belum lima
puluh tahun dibangun. Kemegahan dan kemakmuran tercermin dalam istana khalifah
yang luasnya sepertiga dari kota Baghdad yang terbentuk bundar itu dengan
dilengkapi beberapa bangunan sayap dan ruang audiensi yang dipenuhi berbagai
perlengkapan yang terindah. Kemewahan muncul terutama dalam upacara penobatan
khalifah, perkawinan, keberangkatan berhaji, dan jamuan untuk para duta Negara
asing.
Dengan demikian, Dinasti
Abbasiah dengan pusatnya di Baghdad sangat maju sebagai pusat kota Peradaban
dan pusat ilmu pengetahuan. Beberepa kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan
dapat disebutkan sebagai berikut.
- Bidang Agama
a) Bidang Fiqh
Bidang
Fiqih Para Fuqaha yaitu ahli fiqih yang mampu menyusun kitab-kitab fiqih.
Penyusun kitab al-Musnad al-Imam al-‘itdham atau fiqih Al-Akbar (Imam Malik)
97-179 H, Penyusun kitab Al-Muwatha’ (Imam Syafi’i) 150-204 H, penyusun kitab
al-Ilm dan al-Fiqh al-Akbar fi al-Tauhid (Ibnu Hanbal) 780-855 M. menyusun
kitab Al-Musnad.
Fuqaha dibagi menjadi dua golongan yaitu:
Fuqaha dibagi menjadi dua golongan yaitu:
- Ahl al-hadis yaitu golongan yang menyadarkan kepada hadis dalam mengambil hukum (istinbath al-hukm)
- Ahl-al-Ra’yi adalah golongan yang menggunakan akal di dalam mengambil hukum (istinbath al-hukm).
- Tokoh dalam bidang ini adalah Imam Abu Hanifah. Adapun para Imam Mahzab fiqih empat yang dikenal hingga kini.
- Imam Abu Hanifah (80 – 150 H / 699 – 767 M). Nama lengkapnya adalah Nu’man bin Tsabit bin Zautby. Lahir di Kufah pada tahun 80 H/699 M dikenal sebagai saudagar penjual pakaian di Kufah, hidup diantara dua masa yaitu penghubung dinasti Bani Umayyah dan di awal Bani Abbasiyah.
- Imam Malik (93 – 179 H / 716 0 795). Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Malik bin Anas bin Amir bin Amr bin Haris bin Gaiman bin Kutail bin Amr bin Haris al-Asbahi. Lahir di Madinah pada masa khalifah al-Walid bin Abdul Malik tahun 93 H/716 M, Wafat pada masa Harun Al-Rasyid tahun 179 H/795 M. Terkenal dengan sebutan Imam Dar-al-Hijrah.
- Imam Syafi’i. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Idris al-Hasyimi al-Muthalibi bin Abbas bin Usman bin As-syafi’i. Lahir di Gaza palestina pada tahun 150/767 M dan wafat di Mesir pada tahun 204 /820 M.
- Imam Hanbali (164-241 H / 780-855 M). Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah atau Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. Lahir di Bagdad pada tahun 164 H/780 M. Ia dikenal sebagai penulis kitab hadis yaitu Musnad Ahmad bin Hanbal yang memuat 40.000 hadis.
b) Ilmu Tafsir
Bidang Tafsir Metode ke-2 disebut tafsir Dirayah
Tafsir bir al-Ra’yi atau bi al-Aqli yaitu menafsirkan al-Qur’an dengan
menggunakan akal lebih banyak dari pada hadis. Pada masa Bani Abbasiyyah ini
ditandai degan munculnya kelompok Mu’tazilah yang tidak terikat oleh Al-Hadis
maupun perkataan sahabat atau aqwal al-Sahahah.
Tokoh
tokohnya:
- Ibn Jarir ath Tabary
- Ibn Athiyah al-Andalusy
- Abu Bakar Asam
- Ibn Jaru al-Asady
- Abu Muslim Muhammad bin Bahar Isfahani
c) Ilmu Hadist
Pada
abad ke-2 dalam pembukuan hadits yaitu pembukuan yang berdiri sendiri terlepas
dari sistematika fiqih dan tidak dimasukkan ke dalam aqwal Al-Shahahah dan
fatawa Al-Tabi’in. Tokoh yang terkenal di bidang ini adalah Abu Abdullah
Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Al-Mughiroh bin Mardizah al-Bukhori. Ia lahir
di kota Bukhara pada tahun 194 H. Sanad adalah orang yang mendengar atau
menerima hadis dari Rasulullah SAW, lalu menceritakannya kembali kepada orang
lain. Matan adalah isi atau kalimat dari sabda atau hadis Rasulullah SAW. Rawi
adalah orang yang meriwayatkan hadis-hadis Rasulullah SAW. Diantara guru hadis
yang sempat didatangi adalah Ishak bin Rahwi dan Ali Al-Mada’ini. Imam
Al-Bukhori menghasilkan sebuah karya dlaam bidang ilmu hadis yang sangat manual
yaitu kitab Al-Shahih Al-Bukhori.
Tokoh-
tokoh Ilmuan dalam bidang Hadist :
a.
Imam Bukhori
(194-256 H) karyanya shahih Al-Bukhari.
b.
Imam Muslim(w.
261 H) karyanya shahih Muslim.
c.
Ibn Majah,
karyanya Sunan Ibnu Majah.
d.
Abu Dawud,
karyanya sunan Abu Dawud
e.
Imam An-Nasai,
karyanya Sunan An-Nasai.
f.
Baihaqi
g.
At-Tirmizi
d) Ilmu
Kalam
Akulturasi
budaya yang disebabkan oleh mengglobalnya islam sebagai agama peradaban
menimbulkan tantangan – tantangan baru bagi para ulama. Menurut A. Hasymy,
lahirnya ilmu kalam karena 2 faktor:
- Untuk membela islam dengan bersenjatakan filsafat seperti halnya musuh memati senjata itu
- Karena semua masalah termasuk masalah agama, telah berkisar dari pola rasa kepada pola akal dan ilmu.
a.
Imam Abul Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Mashur Al-Maturidi, tokoh Asy’ariyah
b.
Al-Juba’i
c.Washil
bin Atha, Abul Huzail Al Allaf (w. 849 M), tokoh mu’tazilah
e) Ilmu Bahasa
diantara ilmu bahasa yang
berkembang panda masa Dinasti Abbasiah adalah nahwu, ilmu sharaf, ilmu bayan,
ilmu badi’ dan arudh. Bahasa Arab dijadikan sebagai bahasa ilmu pengetahuan, di
samping sebagpai alat komunikasi antar bangsa.
Diantara
ara ahli ilmu bahasa adalah:
a.
Imam Sibawaih
(w. 183 H), karyanya terdiri dari 2 jilid setebal 1.000 halaman
b.
Al-Kiasi
c.
Abu Zakaria
Al-Farra (w. 208 H). Kitab Nahwunya terdiri dari 6000 halaman lebih
- Bidang Umum
a.)
Filsafat
Bidang
Proses penerjemahan yang dilakukan umat islam pada masa pemerintahan dinasti bani Abbasiyah mengalami kemajuan
cukup besar. Penerjemah tidak hanya melakukan ilmu pengetahuan dan peradaban
bangsa-bangsa Yunani, Romawi, Persia, India, Syiria, saja, juga mencoba
mentransfernya kedalam bentuk pemikiran. Proses ini biasanya disebut dengan
istilah Hellenisasi.
Tokoh-Tokoh
Penting Didalam Perkembangan ilmu Filsafat islam
1.
Al Ishaq Al-Kandi
(809 – 873) M. karyanya lebih dari 231 judul. Ia filosuf muslim pertama yang
berasal dari suku Kinbad. Ia mengatakan antara filsafat dan dengan agama tidak
ada pertentangan dan tidak perlu dipertentangkan, karena keduanya sama-sama
mencari kebenaran. Dalam catatan M. M Syarif, al – Kindi memiliki karya
sejumlah 270 buah, berupa tulisan yang mencakup pemikiran ilmu pengetahuan
lain, seperti filsafat, kedokteran, logika, ilmu hitung, music, astronomi, psikologi,
politik dan lain-lain.
2.
Abu Nasr
al-Faraby. Karyanya lebih dari 12 buah buku. Ia memperoleh gelar Al-Mualimuts
Tsani (the second techer), yaitu guru kedua, sedangkan guru pertama dalam
bidang filsafat adalah aristoteles.Ia merupakan salah seorang filosuf yang
memiliki wawasan pengetahuan cukup luas.
3.
Ibnu sina,
terkenal dengan Avicenna (980-1037). Ia seorang filsuf yang menghidupkan
kembali filsafat Yunani aliran Aristoes dan Plato. selain filsuf Avicenna juga
seorang dokter istana kenamaan. Diantara bukunya yang terkenal adalah
Asy-Syifa, dan Al-Qanun fi Ath-Thib (Canon of Medicine). Dan salah seorang
ilmuan dan yang gemar mencari ilmu pengetahuan. Diantara kedokteran, yang
kemudian dituangkan dalam bentuk karya yang sangat monumental yaitu al –
Qanunfi al – Thibb (ensiklopedia kedokteran) karya ini menjadi bahan rujukan
para ilmuan dan dokter dunia hingga abad ke 18 M. diantara pemikiran
filsafat yang dikembangkannya adalah filsafat jiwa, filsafat wahyu dan nabi, serta
filsafat wujud.
4.
Ibnu Bajjab
(533 H / 1138 H).Selain menguasai filsafat, Ibnu Bajjah juga menguasai tata
bahasa dan sastra arab.
5.
Ibnu Tbufail
(581 H / 1186 H). Ia adalah seorang ilmuan filosuf kenaman pada masa itu, selain
menguasai bidang filsafat ia juga menguasai ilmu pengetahuan, seperti kedokteran,
matematika dan sastra arab. Dan penulis novel filsafat Hayy bin Yaqdzan.
6. Al – Ghazali
(1059 – 1111 M). Al – Ghazali mendapat julukan Al-Hujjatul Islam. Karyanya
antara lain: Maqasid Al-Falasifah,Al-Munqid Minadh Dhalal, Tahafud
Al-Falasifah,dan ihya’ ulumuddin.dalam karya ini sebenarnya ia ingin mencari
kebenaran yang hakiki ia tidak mau percaya beitu saja dengan pemikiran orang
lain dalam bidang kalam dan juga dalam bidang Filosifis tidak menemukan, dan
yang dikatakannya telah Rancu. Ketika Al – Ghazali tidak menemukan argumen yang
kuat dalam kedua bidang tersebut, akhirnya melakukan pencarian diri mengenai
hakikat yang sebenarnya, semua itu ditemukan dalam bidang tasawuf.
7.
Ibnu Rusyd
(520-595 H / 1126 – 1196 M). Nama lengkapnya adalah Abu al Khalid Muhammad bin
Ahmad bin Muhammad bin Rusd, ia lahir di Cordova pada tahun 520 H / 1126 H, ia
lahir dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga tedidik, sehingga ia menjadi
orang yang terdidik pula. Diantara karyanya yang hingga kini masih dapat
ditemukan adalah Bidayah al – Mujtahid, yang bahasa ilmu hukum, dan kitab al –
Kulliya, yang membahas ilmu kedokteran. Selain itu ia juga banyak melakukan
komentar terhadap hasil karya pemikiran Aristoteles, sehingga ia dikenal
sebagai seorang komentator Aristoteles kenamaan, karena kritik dan komentarnya
sangat tajam. Kalau dibarat (Spanyol) Ibnu Rusyd dikenal sebagai komentator
terhadap pemikiran Aristoteles, didunia timur ia dikenal sebagai filosuf yang
membela pemikiran para Filosuf dari serangan Al – Ghazali. Karyanya dalam
bidang ini tertuang dalam Fashl al – Maqail fi ma Baina al – Hikmah wa al – Syar’iyyah
min al Ittishal.Dari karya mereka inilah kemudian bangsa-bangsa barat mencapai
masa kejayaan, karena mereka mulai terbuka pemikiran dan wawasanya semakin
bertambah dengan menerjemahkan karya umat islam kedalam bahasa Yunani (Eropa).
Dari situlah dikenal masa Aufklarung, Renesaince, yang melahirkan suatu zaman industri
yang disebut revolusi industry.
b)
Bidang
Kedokteran
Ilmu
kedokteran merupakan salah satu ilmu yang mengalami perkembangan yang sangat
pesat pada masa Bani Abbasiyah. Pada masa itu telah didirikan apotik yang
pertama didunia yaitu yaitu tempat menjual obat.
Tokoh
– tokoh Ilmuan dalam bidang Kedokteran :
- Ibnu Sina (Avicenna), bukunya yang fenomenal yaitu al-Qanun fi al-Tiib. Ia juga berhasil menemukan sistem peredaran darah pada manusia.
- Ibnu Masiwaihi
- Ibnu Sahal
- Ali bin Abbas
- Al-Razi, tokoh pertama yang membedakan antara penyakit cacar dengan measles. Dia juga orang pertama yang menyusun buku mengenai kedokteran anak.
- Abu Bakar Ar- Razi (Rhazes) 864-932 M dikenal sebagai “Galien Arab”
- Abu Zakaria Yahya bin Mesuwaih (w. 242 H) seorang ahli farmasi di rumah sakit Jundhisapur Iran.
c)
Bidang
Matematika
Diantara
ilmu lain yang dikembangkan pada masa pemerintahan Bani Abbas yaitu adalah ilmu
hisab / Matemaika. Ilmu ini berkembang karena kebutuhan dasar pemerintah untuk menentukan
waktu yang tepat dalam setiap pembangunan.
Tokoh
– tokoh Ilmuan dalam bidang Matematika :
- Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi, yang juga mahir dalam bidang astronomi. Dialah yang menciptakan ilmu al-Jabar.
- Tsabit ibn Qurrah al-Hirany
- Musa bin Syakir
- Abu Al-Wafa Muhammad bin Muhammad bin Ismail bin Al-Abbas (940-998) terkenal sebagai ahli matematika
d)
Farmasi
Diantara
ahli Farmasi panda masa Dinasti Abbasiah adalah Ibnu Bachtiar karyanya yang
terkenal adalah Al-Mughni (berisi tentang obat-obatan) Jami Al-Mufradat
Al-Adawiyah (berisi tentang obat-obatan dan makanan bergizi).
e)
Ilmu
Astronomi
Ilmu
Perbintangan/Astronomi juga mendapat perhatian serius dari para ilmuan muslim
ketika itu. Karena itu mereka terus melakukan kajian untuk mengembangkan ilmu
tersebut. Sementara itu, Habasyi al-Hasib al-Marwazi telah melakukan observasi
sejak usia 15 tahun. Ia memimpin penyusunan 3 tabel Zij Al-Makmun (Tabel
Al-Makmun) pada masa pemerintahan khalifah Al-Makmun. Tabel pertama mengkritik
metode al-Khawarizmi, kedua menulis tentang al-Ziz Al-Mumtahan, ketiga al-Zij
As-Syah. Al Marwazi juga menulis beberapa karya astromoni yang dikutip dalam Fihrist
(indeks) karya al-Nadim.
Tokoh
– tokoh Ilmuan dalam bidang Astronomi :
- Al-Fazari, astronom Islam yang pertama kali menyusun astrolabe
- Al- Fargani (Al-Faragnus), menulis ringkasan ilmu astronomi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan Johannes Hispalensis
- Jabir Batany (w.319 H) Al-Bathani adalah pencipta teropong bntang pertama. karyanya yang terkenal adalah kitab Ma’rfat Mathiil Buruj Bana Arba Al-Falak
- Musa bin Syakir
- Abu Ja’far Muhammad
- Abu Mansur Al-Falaki (w. 272 H) karyanya yang terkenal adalah Isbat Al-Falak
- Rihan Al-Biruni (w.440 H) karyanya adalah at-Tafhim li Awal As-Sina At-Tanjim
f)
Geografi
Dalam
tradisi islam, ilmu bumi tidak bisa dipisahkan dengan astronomi. Ahli bumi
pertama dalam sejarah islam adalah al – Kalbi, yang termasyur pada abad ke – 9M
khususnya dalam studinya dikawasan Arab. Kemudian pada masa Abad ke 10 M, al –
Astakhri menerbitkan buku geografi negeri-negeri islam dengan peta berwarna.
Al-Biruni pada awal abad ke – 11 M melengkapi karya al Astakhri ini dengan
menerbitkan buku geografi Rusia dan Eropa Utara.
Tokoh
– tokoh Ilmuan dalam bidang Geografi :
- Syarif Idrisy
- Abu Hasan Al-Mas’udi (w. 345 H/956 M) seorang penjelajah yang mengadakan perjalanan sampai Persia, India Srilanka.
- Ibnu Khurdazabah
- Ahmad El-Yakubi
- Abu Muhammad Al-Hasan Al-Hamadani
g)
sejarah
Pada
masa ini, kajian sejarah masih terfokus pada tokoh atau / peristiwa tertentu
misalnya, sejarah hidup nabi Muhammad SAW. Dalam perkembangan pada
ilmuan/sejarawan tidak menjadikan hadist berupa perkataan. Perbuatan Nabi Muhammad
SAW, dan menentukan suatu hukum, juga masalah logis / rangkaian peristiwa.
Tokoh
– tokoh Ilmuan dalam bidang Sejarah :
- Al-Mas’udi, diantara karyanya adalah Muruj al-Zahab wa Ma’adin al-Jawahir
- Ibn Sa’ad
- Ahmad Al-Ya’kubi (w. 895 M) karyanya adalah Al-Buldan (Negeri-negeri), At-Tarikh.
- Ibnu Ishaq
- Abdullah bin Muslim Al-Qurtubah (w. 889 M) penulis buku Al-Imamah wa As-Siyasah, Al-Ma’arif, Uyunul Ahbar, dll.
- Ibnu Hisyam
- Ath-Thabari (w. 923 M) penulis buku kitab Al-Umam wa Al-Muluk.
- Al-Maqrizi
- Al-Baladzuri (w. 892 M), penulis buku-buku sejarah.
h)
Bidang
Sastra
Dalam bidang sastra, Baghdad merupakan kota pusat seniman dan sastrawan. Para tokoh sastra antara lain:
Dalam bidang sastra, Baghdad merupakan kota pusat seniman dan sastrawan. Para tokoh sastra antara lain:
- Abu Nawas salah seorang penyair terkenal dengan karya cerita humornya
- An-Nasyasi, penulis buku Alfu Lila wa Laila (the Arabian Night), adalah buku cerita sastra Seribu Satu Malam yang sangat terkenal dan diterjemahkan ke dalam hampir seluruh bahasa dunia.
E.
DINASTI-DINASTI
YANG MEMERDEKAKAN DIRI DARI BAGHDAD
Disintegrasi dalam bidang politik sebenarnya sudah mulai
terjadi di akhir zaman Bani Umayyah. Akan tetapi, berbicara tentang politik
Islam dalam lintasan sejarah, akan terlihat perbedaan antara pemerintahan Bani
Umayyah dengan pemerintahan Bani Abbasiah. Wilayah kekuasaan Bani Umayyah mulai
dari awal berdirinya sampai masa keruntuhannya sejajar dengan batas-batas
wilayah kekuasaan islam. Hal ini berbeda dengan masa Dinasti Abbasiah.
Kekuasaan dinasti ini tidak pernah diakui oleh Islam di wilayah Spanyol dan
Afrika utara, kecuali Mesir. Bahkan dalam kenyataannya, banyak wilayah tidak
dikuasai khalifah. Secara riil daerah-daerah itu berada di bawah keuasaan
gubernur-gubernur provinsi bersangkutan. Hubungannya dengan khalifah ditandai
dengan pembayaran uAda kemungkinan bahwa para khalifah
Bani Abbasiah sudah cukup puas dengan pengakuan nominal dari provinsi-provinsi
tertentu, dengan pembayaran upeti. Alasannya, pertama, mungkin para khalifah
tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk kepadanya. Kedua, penguasa Bani
Abbas lebih menitikberatkan pembinaan dan Peradaban dan kebudayaan dari pada
ekspansi
Akibat dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan Peradaban dan kebudayaan Islam dari pada persoalan politik itu, beberapa provinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani Abbasiah.
Akibat dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan Peradaban dan kebudayaan Islam dari pada persoalan politik itu, beberapa provinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani Abbasiah.
Dinasti-dinasti yang lahir dan
melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa khilafah Abbasiah, di
antaranya:
1.
Yang berbangsa
Persia:
a.
Thahiriyyah di
Khurasan, (205-259 H/820-872 M)
b.
Shafariyyah di
Fars, (254-290 H/868-901 M)
c.
Samaniyah di
Transoxania, (261-389 H/873-998 M)
d.
Sajiyyah di
Azerbaijan, (266-318 H/878-930 M)
e.
Buwaihiyyah,
bahkan menguasai Baghdad, (320-447 H/932-1055 M)
2.
Yang berbangsa
Turki
a.
Thuluniyyah di
mesir, (254-292 H/837-903 M)
b.
Ikhsyidiyah di
Turkistan, (320-560 H/932-1163 M)
c.
Ghasnawiyah di
Afganistan, (351-585 H/962-1189 M)
d.
Dinasti seljuk
dan cabang-cabangnya:
- Seljuk besar atau Seljuk Agung, didirikan oleh Rukn Al-Din Abu Thalib Tuqhrul Bek ibn Mikail ibn Seljuk ibn Tuqaq. Seljuk ini menguasai Baghdad dan memerintah selama sekitar 93 tahun (429-522 H/1037-1127 M)
- Seljuk Kirman di Kirman, (433-583 H/1117 M)
- Seljuk Syiria atau Syam di Syiria, (487-511 H/1094-1117 M)
- Seljuk Iran di Irak dan Kurd0istan, (511-590 H/1117-1194 M)
- Seljuk Rum atau Asia kecil di Asia Kecil, (470-700 H/1077-1299 M)
3.
Yang berbangsa
Kurdi
a.
Al-Barzuqani,
(348-406 H/959-1095 M)
b.
Abu Ali,
(380-489 H/990-1095 M)
c.
Ayubiyyah,
(564-648 H/167-1250 M)
4.
Yang berbangsa
Arab
a.
Idrisiyyah di
Maroko, (172-375 H/788-985 M)
b.
Aghlabiyyah di
Tunisia, (184-289 H/800-900 M)
c.
Dulafiyyah di
Kurdistan, (210-285 H/825-898 M )
d.
Alawiyyah di
Tabaristan, (250-316 H/864-928 M)
e.
Hamdaniyyah di
Aleppo dan Maushil, (317-394 H/929-1002 M)
f.
Mazyadiyyah di
Hillah, (403-545 H/1011-1150 M)
g.
Ukailiyyah di
Maushil, (386-489 H/996-1095 M)
h.
Mirdasiyyah di
Aleppo, (414-472 H/1023-1079 M)
5.
Yang mengaku
dirinya sebagai khalifah:
a.
Umawiyah di
Sanyol
b.
Fatimiyyah di
Mesir
Dari
latar belakang dinasti tersebut, tampak jelas adanya persaingan antara bangsa
Arab, Persia, dan Turki. Di samping latar belakang kebangsaan, dinasti-dinasti
itu juga dilatarbelakangi aham keagamaan ada yang berlatar belakang Syi’ah dan
ada pula yang Sunni.
F.
Factor-fator
penyebab kemunduran Dinasti Bani Abbasiah
a.
Faktor Internal
Menurut W. Montgomery Watt:
- Luasnya wilayah kekuasaan kerajaan Abbasyiah, sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukuan.
- Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata ketergantungan khalifah kepada mereka sangat tinggi
- Keuangan Negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara bayaran sangat besar.[9
- Kemewahan hidup di kalangan penguasa
- Perebutan kekuasaan antara keluarga Bani Abbasiah
- Konflik keagamaan[10]
1. Faktor
Eksternal
a. banyaknya pemberontakan
b. dominasi Bangsa Turki
c. dominasi Bangsa Persia[11]
2. Factor eksternal
a. Perang salib
yang berlangsung beberapa gelombang atau periode dan menelan banyak korban
DAFTAR PUSTAKA
Suriyadi,dedi.Sejarah Peradaban Islam.Bandung:Pustaka
Setia,2008
Munir Amin,Samsul.Sejarah Peradaban Islam.jakarta:Amzah,2013
Yatim,Badri.Sejarah Peradaban Islam.Jakarta:PT Raja Grafindo
Persada,2008
K.Hitti,Philli.History of the Arrabs.Jakarta:PT Serambi Ilmu
Semesta,2002
Mubasyaroh. Sejarah Dakwah. Kudus: NORA MEDIA ENTERRISE,2010
Asnawi,Muh,Sejarah
Kebudayaan Islam,Semarang:CV.Aneka Ilmu,2009
[1] Mubasyaroh, Sejarah Dakwah, (kudus, NORA MEDIA
ENTERRISE,2010),hal,66
[2] Samsul munir amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta,
AMZAH,2009),hal,138
[3] Mubasyaroh, Sejarah Dakwah, (kudus, NORA MEDIA
ENTERRISE,2010),hal,69
[4]Samsul munir amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta,
AMZAH,2009),hal,143
[5] Philip K. Hitti History of the Arrab,(Jakarta,PT SERAMBI ILMU
SEMESTA,2013)hal360
[6]Mubasyaroh, Sejarah Dakwah, (kudus, NORA MEDIA
ENTERRISE,2010),hal,73
[7]Samsul munir amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta,
AMZAH,2009),hal,144
[8] Badri Yatim,Sejarah peradaban slam, (Jakarta,PT Raja perguruan
Tinggi,2008),hlm,55
[9]Samsul munir amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta,
AMZAH,2009),hal,155
[10]Dedi Suriyadi,Sejarah Peradaban islam,(Bandung,CV PUSTAKA
SETIA,2008),hlm,137
[11] Ibid,hlm,138
[12] Mubasyaroh, Sejarah Dakwah, (kudus, NORA MEDIA
ENTERRISE,2010),hal,88
0 komentar:
Posting Komentar