Sabtu, 14 Juni 2014

Ghuluw (ekstream) dalam beragama (islam): beraqidah dan berideologi (konsep al-kufr, syirik, al-nifaq) dan (konsep fundamentalisme, ekstreamisme, radikalisme)

Standard

BAB II
PEMBAHASAN

Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam bersabda:
إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِى الدِّيْنِ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِالْغُلُوِّ فِى الدِّيْنِ
“Waspadailah oleh kalian tindakan ghuluw (melampaui batas atau sikap ekstrem) dalam beragama sebab sungguh ghuluw (melampaui batas atau sikap ekstrem) dalam beragama telah menghancurkan orang sebelum kalian.”
Al-ghuluw secara bahasa adalah menambahkan, meninggikan, dan melampaui batas serta kadar ukuran yang biasa pada segala sesuatu, atau berlebihan padanya, seperti kalimat “ghola fiddin wal amru yaghlu” kalimat ini artinya adalah melampaui batas. ( Lisanul Arab juz 15 hal 131-132.) Adapun al-ghuluw secara istilah adalah model atau tipe dari keberagamaan yang mengakibatkan seseorang keluar dari agama tersebut. (Lisanul ‘Arab juz 15 hal 131, 132.)
Al-Qur’an, hadits, dan bahasa menunjukan bahwa al-ghuluw artinya melampaui batas dan kadar (ukuran). Sehingga setiap orang yang mengatakan kenabian untuk orang yang bukan Nabi, atau menuhankan manusia, atau mengakui kepemimpinan seseorang yang bukan pemimpin, maka ia layak untuk dikatakan bahwa ia telah melakukan al-ghuluw. (az-Zinah Fi al-Kalimat al-Islamiyah al-‘Arabiyah, hal 305 dan 354.)
Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Al-ghuluw adalah berlebihan dalam sesuatu dan bersikap keras padanya dengan tindakan melampaui batasan sesuatu tersebut, dan pada al-ghuluw juga terkandung makna memperdalam. (Fathul Bari juz 13 hal 291).[1]
Sedangkan Dalam kamus lisanul ‘arab disebutkan bahwa asal kata ghuluw diambil dari kata ghala yaghlu, yang secara bahasa artinya melampaui batas atau berlebih-lebihan.
 Pengertian ghuluw dalam arti syari’at adalah berbuat melampaui batas, baik dalam keyakinan maupun amalan yang justru membuatnya menyimpang dari apa yang telah ditetapkan oleh syari’at.
 Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa ghuluw dalam agama berarti melampaui batas dengan menambah-nambah dalam memuji sesuatu atau mencela sesuatu sehingga menyimpang jauh dari apa yang menjadi haknya
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin  memberikan definisi yang semakna dengan apa yang dinyatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah . Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan hafizhahullah mengatakan, secara syariat ghuluw berarti berlebihan dalam mengangkat seseorang lebih dari kedudukan yang sepantasnya, seperti mengangkat seorang nabi atau orang-orang saleh ke martabat rububiyyah dan uluhiyyah (ketuhanan).
Ada pula yang menyebutkan bahwa  ghuluw dalam beragama berarti: melampaui apa yang dikehendaki syari'at, baik dalam keyakinan, maupun amalan.
Ada juga ulama yang mengatakan, "Ghuluw berarti melampaui batas dengan menambah-nambah dalam memuji sesuatu atau mencelanya sehingga melampaui apa yang menjadi haknya.[2]
            Dari seluruh pengertian diatas kiranya dapat disimpulkan bahwa ghuluw adalah perbuatan, sikap atau keyakinan yang melampaui batas sehingga menyebabkan sikap atau perbuatannya tersebut keluar dari syareat yang sudah ditentukan dalam agama islam.
  • SEBAB MUNCULNYA SIKAP GHULUW.
Sebab-sebab munculnya sikap ghuluw ini bermacam-macam, di antaranya:
1.      Kebodohan dalam agama. Ini meliputi kebodohan terhadap tujuan inti syariat Islam dan kaidah-kaidahnya serta kebodohan dalam memahami nash-nash al-Qur'ân dan Sunnah. Sehingga kita lihat sebagian pemuda yang memiliki semangat akan tetapi masih dangkal pemahaman dan ilmunya terjebak dalam sikap ghuluw ini. Hal ini dapat terlihat ketika ada orang yang memberat-beratkan diri dalam beribadah. Padahal, agama ini pada hakikatnya adalah mudah dan tidak dipersulit. Kemudian, seseorang yang tidak mengerti batasan-batasan dalam syari’at yang telah ditetapkan bagi mukallaf, bahkan mereka melampaui batasannya. Misalnya, mengharamkan sesuatu yang dihalalkan dan menghalalkan sesuatu yang diharamkan. Juga, ghuluw ketika mengangkat derajat seseorang atau makhluk seperti derajat Rabb (ilah). Ada juga seseorang yang kurang atau tidak mampu memahami nash-nash syari’at, atau memahaminya sesuai dengan akal pikirannya semata tanpa bimbingan syari’at/ ulama.

2.      Taqlîd (ikut-ikutan). Taqlîd hakikatnya adalah kebodohan. Termasuk di antaranya adalah mengikuti secara membabi-buta adat istiadat manusia yang bertentangan dengan syariat Islam serta mengikuti tokoh-tokoh adat yang menyesatkan. Kebanyakan sikap ghuluw dalam agama yang berlaku di tengah-tengah masyarakat berpangkal dari sebab ini.
3.      Mengikuti hawa nafsu. Timbangan hawa nafsu ini adalah akal dan perasaan. Sementara akal dan perasaan tanpa bimbingan wahyu akan bersifat liar dan keluar dari batasan-batasan syariat.
4.      Berdalil dengan hadits-hadits lemah dan palsu. Hadits-hadits lemah dan palsu tidak bisa dijadikan sandaran hukum syar’i. Dan pada umumnya hadits-hadits tersebut dikarang dan dibuat-buat bertujuan menambah semangat beribadah atau untuk mempertebal sebuah keyakinan sesat.[3]
  • BAHAYA SIKAP GHULUW
  •  Melanggar larangan Allah dan Rasulullah. Sebagaimana larangan Allah yang ditujukan kepada yahudi dan nasrani, namun pada hakikatnya larangan tersebut untuk seluruh umat. Sebagaimana firmannya: Wahai ahli kitab janganlah kalian melampaui batas dalam agama kalian dan janganlah kalian mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. (an-Nisa:171) 
  • Ghuluw telah membinasakan umat-umat terdahulu. Rasulullah saw bersabda
فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِالْغُلُوِّ فِي الدِّيْنِ
Maka sesungguhnya orang–orang sebelum kalian binasa disebabkan ghuluw didalam agama.
  • Ghuluw merupakan jembatan menuju kekufuran dan kesyirikan kepada Allah swt. 
  • Ghuluw merupakan asas tunggal kesyirikan orang-orang musyrik jahiliyah serta kekufuran orang-orang yahudi dan nasrani yang ada di tengah-tengah kaum muslim. 
  • Ghuluw menghinakan ke martabat yang sangat rendah. 
  • Ghuluw akan mengantarkan kepada penyembahan yang dipuja-puja 
  • Ghuluw akan menghalangi seseorang mengagungkan Allah. 
  • Ghuluw akan menimbulkan keangkuhan dan kesombongan.

  • Ghuluw Secara garis besar ada dua macam yaitu:
  1. Ghuluw dalam Aqidah
  2. Ghuluw dalam berideologi
Sebelum membahas lebih jauh, Pertama kita harus tahu apa arti aqidah dan ideologi itu? pengertian aqidah adalah kepercayaan atau keyakinan. Dilihat dari sudut Islam maka ditemukan bahwa aqidah yang dimaksud dalam Islam adalah kepercayaan atau keyakinan kepada Islam sebagai agama yang diturunkan oleh Allah SWT melalui Rasul-Nya Muhammad saw.[4] Jadi, aqidah atau kepercayaan atau keyakinan ini menurut kacamata Islam adalah bukan lahir dari hasil pemikiran manusia, melainkan lahir karena Islam yang diturunkan oleh Allah SWT.
Sedangkan pengertian ideologi adalah rancangan yang tersusun didalam pikiran atau gagasan atau cita-cita yang membentuk dasar bangunan misalnya dalam teori politik atau ekonomi atau sosial kalau mengikuti apa yang tertuang dalam The Oxford guide to the English language. Atau dengan kata lain pengertian ideologi adalah kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup kalau mengikuti apa yang tertuang dalam kamus besar bahasa Indonesia.
sekarang, dengan membaca dan menggali pengertian yang terkandung dalam istilah atau kata ideologi, maka kita sudah dapat mengambil poin-poin atau butiran-butiran yang ada dan terkandung dalam  istilah ideologi itu, yaitu ideologi didalamnya mengandung pertama, rancangan yang tersusun dalam pikiran, atau gagasan-gagasan, atau cita-cita. Kedua, bangunan atau asas atau dasar teori. Ketiga, pemberi arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup[5].
Jadi, lahirnya ideologi itu adalah karena adanya hasil pemikiran manusia yang dituangkan dalam bentuk konsep bersistem yang menjadi dasar atau asas teori yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup manusia. sekarang, kita telah menemukan inti utama dari ideologi yaitu ideologi adalah hasil pemikiran manusia
Nah sekarang, dapat kita mengambil poin-poin yang berbeda antara ideologi dan aqidah yaitu ideologi lahir karena hasil pemikiran manusia, sedangkan aqidah lahir karena Islam yang diturunkan oleh Allah SWT.
Jadi dapat kita menyimpulkan sekarang yaitu ideologi adalah buatan manusia, sedangkan aqidah lahir karena Allah SWT
  • GHULUW DALAM BERAQIDAH (KONSEP AL-KUFR, SYIRIK, AL-NIFAQ)
Aqidah secara bahasa berasal dari kata (  عقد) yang berarti ikatan. Secara istilah adalah keyakinan hati atas sesuatu. Kata ‘aqidah’ tersebut dapat digunakan untuk ajaran yang terdapat dalam Islam, dan dapat pula digunakan untuk ajaran lain di luar Islam. Sehingga ada istilah aqidah Islam, aqidah nasrani; ada aqidah yang benar atau lurus dan ada aqidah yang sesat atau menyimpang.[6]
Ghuluw dalam beraqidah ini bisa dikatakan berlebihan dalam berkeyakinan atas sesuatu yang dianggapnya baik akan tetapi tindakan yang telah diperbuat tersebut membuatnya melampaui batasan agama. Contoh ghuluw dalam beraqidah sendiri seperti ghuluw-nya orang-orang syi'ah / Rafidhah yang meninggikan derajat Ali sampai sebagian di antaranya menganggapnya lebih baik dari Abu Bakar, Umar dan Utsman. Sebagian lagi bahkan menganggapnya lebih baik dari Rasulullah, wal 'iyadzu billah. Lebih dari itu, sebagian orang syi'ah bahkan menganggap Ali sebagai titisan Allah.
Dalam paparan contoh diatas dapat diberikan kesimpulan bahwa perbuatan syiah adalah perbuatan ghuluw yang berlebihan sehingga terjebak dalam ketidak sesuaian atas keyakinannya dengan kebenaran dalam agama islam.
  • Al-kufr
Kufur Secara etimologi, kufur artinya menutupi, sedangkan menurut terminology , kufur artinya ingkar terhadap Allah swt, atau tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, baik dengan mendustakannya maupun tidak. mendustakan, kalau mendustakan berarti menentang dan menolak, tetapi kalau tidak mendustakan artinya hanya sekedar tidak iman dan tidak percaya.
Ada beberapa macam kufur, antara lain sebagai berikut.
  1. Kufur Zindik, yaitu tidak mengakui kebenaran Islam tetapi pura-pura masuk atau menjadi pemeluk agama Islam.
  2. Kufur Inadi, yaitu meyakini adanya Allah dengan hati dan lisannya tetapi tidak mau patuh pada perintah Allah.
  3. Kufur Mu-attil, yaitu sama sekali tidak percaya akan adanya Allah, baik hati maupun lisannya.
  4. Kufur Nikmat, yaitu tidak mau mensyukuri nikmat Allah yang diberikan kepadanya.
  5. Kufur Juhud, yaitu mengingkari kebenaran agama Allah.
  • Syirik
       Syirik dari segi bahasa artinya mempersekutukan, secara istilah adalah perbuatan yang mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang lain[7]. Orang yang melakukan syirik disebut musyrik. Seorang musyrik melakukan suatu perbuatan terhadap makhluk (manusia maupun benda) yang seharusnya perbuatan itu hanya ditujukan kepada Allah seperti menuhankan sesuatu selain Allah dengan menyembahnya, meminta pertolongan kepadanya, menaatinya, atau melakukan perbuatan lain yang tidak boleh dilakukan kecuali hanya kepada Allah SWT.
Ø  Syirik ada dua macam 
  1.           Syirik akbar
Syirik akbar merupakan syirik yang tidak akan mendapat ampunan Allah. Syirik akbar dibagi menjadi dua yaitu:   
pertama yaitu Zahirun Jali (tampak nyata), yakni perbuatan kepada tuhan-tuhan selain Allah atau baik tuhan yang berbentuk berhala, binatang, bulan, matahari, batu, gunung, pohon besar, sapi, ular, manusia dan sebagainya. Demikian pula menyembah makhluk-makhluk ghaib seperti setan, jin dan malaikat.
Yang kedua yaitu syirik akbar Bathinun Khafi (tersembunyi) seperti meminta pertolongan kepada orang yang telah meninggal. Setiap orang yang menaati makhluk lain serta mengikuti selain dari apa yang telah disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya, berarti telah terjerumus kedalam lembah kemusyrikan. Firman Allah SWT:
Artinya: “…dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.” (QS. Al-An’am: 121).
2)      Syirik asghar
Syirik asghar termasuk perbuatan dosa besar, akan tetapi masih ada peluang diampuni Allah jika pelakunya segera bertobat. Seorang pelaku syirik asghar dikhawatirkan akan meninggal dunia dalam keadaan kufur jika ia tidak segera bertaubat.
Contoh-contoh perbuatan syirik asghar antara lain: Bersumpah dengan nama selain Allah, Memakai azimat, Mantera, Sihir, Peramalan, Dukun atau tenung, Bernazar kepada selain Allah dan  Riya[8].
  •          Al-nifaq 
     Kata nifaq ini biasa diucapkan dalam bahasa Indonesia dengan kemunafikan. Nifaq ini merupakan bentuk masdar (kata benda jadian) dalam Bahasa Arab nifaq yang artinya “Ucapan, perbuatan atau sifat yang sesungguhnya bertentangan dengan apa yang tersembunyi dalam hati. Menurut Al-Raghib menjelaskan arti nifaq secara bahasa yaitu “masuk ke dalam lubang / jalan dari satu pintu dan keluar pada lubang yang lain”[9] 
       Karakter orang nifak yaitu: Pembohong, Menjadikan sumpah berbohong sebagai tameng (jalan/alasan), Menghalangi jalan Allah, Jelek amal, Hatinya buruk/jelek, Tampilan menarik tapi rusak batinnya, Manis perkataan tapi buruk jiwanya, Buruk persangkaan/Su’udzan, Berpaling dan sombong, Melarang orang berinfaq, Bermaksud mengusir orang mu’min dan merasa lebih kuat. 
            Al-Buraikan menyebutkan,nifaq itu ada dua macam: Nifaq Akbar yaitu nifaq besar dan nifaq ashgar: nifaq kecil. Abdurahman Faudah menyebutnya: nifaq Iman dan nifaq Amali. Sementara Ibnu Taimiyah memberi namanya dengan; nifaq i'tiqadi dan nifaq amali. Nifaq Akbar ( nifaq 'Itiqadi atau Nifaq iman ) adalah menyembunyikan kekufuran dalam hati dan menampakan keimanan dalam lisan dan perbuatan. Nifaq ashgar adalah jika perbuatannya yang tampak berbeda dengan apa yang diperintahkan oleh syariat Islam.
  1.           Nifaq Akbar (Nifaq besar)
Nifaq besar yaitu menampakkan keislaman dengan lisannya, tetapi sebenarnya hati dan jiwanya mengingkari. Yang termasuk perbuatan nifaq besar di antaranya:
  •     Mendustakan Rasulullah saw (dan ajaran beliau sama sekali), atau mendustakan sebagian dari seluruh ajaran yang beliau sampaikan. 
  •     Membeci ajaran Rasulullah saw atau membenci sebagian dari ajaran yang Beliau sampaikan.
Ø  Merasa senang dengan kekalahan Islam dan merasa benci dengan tersebar dan kemenangan Islam.
Orang yang melakukan perbuatan nifaq besar ini akan mendapatkan azab yang lebih berat dari orang-orang kafir karena bahaya mereka lebih besar. Allah berfirman yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang munafiq itu akan ditempatkan di dasar neraka yang paling bawah” (Q.S. An-Nisaa:145)
b)      Nifaq Asghar (Nifaq Kecil)
Sesorang dikatakan melakukan perbuatan nifaq kecil bila dia melakukan sebagian perbuatan yang menjadi ciri dan karakter orang-orang munafiq tulen. Rasulullah saw. bersabda, “Tanda-tanda orang munafiq ada tiga: yaitu dusta ketika berbicara, suka ingkar janji, khianat ketika diamanahi”. Dan kemuudian Rasulullah bersabda, “Ada empat hal, jika keempatnya ada pada diri seseorang, maka dia adalah seorang munafiq tulen, namun bila dari keempat itu hanya ada satu saja pada seseorang, maka dia hanya dikatakan memiliki sifat nifaq yang mestinya dia tinggalkan, (keempat hal itu adalah) dusta ketika berbicara, ingkar janji, khianat ketika mengadakan kontrak kerjasama, dan culas dalam berdebat.”[10]
Perlu di ketahui Jangan pernah menganggap remeh dan kecil hal-hal yang masuk dalam kategori syirik, kufur, dan nifaq ashghar, karena terpengaruh oleh sebutan kecil (ashghar) tersebut. Karena, sekecil-kecilnya syirik kecil, kufur kecil, dan nifaq kecil, tetap termasuk kategori dosa-dosa besar.
v GHULUW DALAM BERIDEOLOGI (KONSEP FUNDAMENTALISME, EKSTREAMISME, RADIKALISME)
Ghuluw dalam berideologi (menganut) ialah berlebihan dalam menganut sesuatu yang pada akhirnya menyebabkan si penganut terjerumus dalam penyimpangan syariat islam. Seperti contoh Perbuatan kaum Nabi Nuh yang menggambar rupa-rupa orang-orang shalih yang meninggal di kalangan mereka selanjutnya disembah oleh kaum tersebut. Adapun dalam riwayat tentang kisah kaum nabi nuh Ibnu Jarir berkata: “Ibnu Khumaid berkata kepadaku, Mahran berkata kepadaku dari Sufyan dari Musa dari Muhammad bin Qais: “Bahwa Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr adalah kaum yang shalih yang hidup di antara masa Nabi Adam dan Nabi Nuh alaihis salam. Mereka mempunyai pengikut yang mencontoh mereka dan ketika mereka meninggal dunia, berkatalah teman-teman mereka: “Kalau kita menggambar rupa-rupa mereka, niscaya kita akan lebih khusyu’ dalam beribadah.” Maka akhirnya mereka pun menggambarnya. Ketika mereka (generasi pertama tersebut) meninggal dunia, datanglah generasi berikutnya. Lalu iblis membisikkan kepada mereka seraya berkata: “Sesungguhnya mereka (generasi pertama) tersebut telah menyembah mereka (orang-orang shalih tersebut), serta meminta hujan dengan perantaraan mereka. Maka akhirnya mereka pun menyembahnya.” (Shahih Bukhari dalam kitab tafsir [4920] surat Nuh).[11]
Tentang ideologi ‘Islam radikal’, buku ini mengutip pendapat John L. Esposito (dari bukunya, Islam: The Straight Path), yang lebih suka menggunakan istilah ‘Islam revivalis’.
Pertama, mereka berpendapat bahwa Islam adalah sebuah pandangan hidup yang komprehensif dan bersifat total, sehingga Islam tidak dipisahkan dari politik, hukum, dan masyarakat.
Kedua, mereka seringkali menganggap bahwa ideologi  masyarakat Barat yang sekular dan cenderung materislistis harus ditolak.
Ketiga, mereka cenderung mengajak pengikutnya untuk ‘kembali kepada Islam’ sebagai sebuah usaha untuk perubahan sosial.
Keempat, karena idelogi masyarakat Barat harus ditolak, maka secara otomatis peraturan-peraturan sosial yang lahir dari tradisi Barat, juga harus ditolak.
Kelima, mereka tidak menolak modernisasi sejauh tidak bertentangan dengan standar ortodoksi keagamaan yang telah mereka anggap mapan, dan tidak merusak sesuatu yang mereka anggap sebagai kebenaran yang sudah final.
Keenam, mereka berkeyakinan, bahwa upaya-upaya Islamisasi pada masyarakat Muslim tidak akan berhasil  tanpa menekankan aspek pengorganisasian ataupun pembentukan sebuah kelompok yang kuat.[12]
Biasanya gaya beragama seperti ini hanya akan bermuara kepada kekerasan dan kekerasan semata. Tak ada damai dan saling hormat. Para penganutnya selalu mengapreasiasi dirinya tak lebih sebagai para serdadu tuhan. Dr. Yusuf Qadharawi, seorang pemikir Islam dari kalangan Ikhwanul Muslimin menyebut sikap ini sebagai sikap ghuluw (berlebihan) yang menurut ulama asal Mesir itu akan selalu berkelindan dengan sikap-sikap negatif  lainnya seperti tanatthu’  (arogan secara intelektual) dan tasydid  (mempersulit). “Semua sikap itu tentunya ini sangat dikecam dalam Islam,”tulis Qadharawi dalam Islam Ekstrim. Di Sorbone, seorang pemikir Islam sekelas Mohammad Arkoun bahkan menyebut radikalisme adalah perubah puisi Islam dari sesuatu yang ekspresif menjadi sebuah ideologi yang formalistik serta elitis[13].
  • ·         Fundamentalisme
        Fundamentalisme adalah sebuah gerakan dalam sebuah aliran, paham atau agama yang berupaya untuk kembali kepada apa yang diyakini sebagai dasar-dasar atau asas-asas (fondasi). Karenanya, kelompok-kelompok yang mengikuti paham ini seringkali berbenturan dengan kelompok-kelompok lain bahkan yang ada di lingkungan agamanya sendiri. Mereka menganggap diri sendiri lebih murni dan dengan demikian juga lebih benar dari pada lawan-lawan mereka yang iman atau ajaran agamanya telah "tercemar".
        Kelompok fundamentalis mengajak seluruh masyarakat luas agar taat terhadap teks-teks Kitab Suci yang otentik dan tanpa kesalahan. Mereka juga mencoba meraih kekuasaan politik demi mendesakkan kejayaan kembali ke tradisi mereka. Biasanya hal ini didasarkan pada tafsir atau interpretasi secara harfiah semua ajaran yang terkandung dalam Kitab Suci atau buku pedoman lainnya[14]. Fundamentalisme Islam berupaya mengislamkan masyarakat secara berangsur-angsur (Islamisasi dari bawah), lewat jalur politik dan dakwah. Usaha mereka tidak jarang diiringi dengan melakukan tekanan terhadap pemerintah untuk melakukan Islamisasi dari atas, seperti memasukkan syariat Islam ke dalam Undang-undang dan sebagainya.
Diantara pemikiran ghuluw kelompok ini adalah:
  1.      Adanya keinginan dari sekelompok umat untuk melakukan pemurnian (purifikasi) terhadap ajaran agama Islam yang dianggap sudah menyimpang dari sumber aslinya. 
  2.     Adanya perintah Allah di dalam Al Qur'an (umatan wahidah) untuk menjadikan seluruh umat manusia menuju jalan yang benar. Dalam hal ini Al-Qur’an telah mengatakan bahwa manusia dilahirkan untuk beribadah kepada Allah atau menyembah kepada-Nya
  • ·         Ekstreamisme
         Ekstremisme adalah paham atau keyakinan yang sangat kuat terhadap suatu pandangan yang melampaui batas kewajaran dan bertentangan dengan hukum yang berlaku. Paham ekstremisme sering menggunakan cara atau gerakan yang bersifat keras dan fanatic dalam mencapai tujuan. Ekstremisme mengakibatkan pertentangan-pertentangan antara satu dengan yang lain, menimbulkan perasaan saling mencurigai, sehingga mengakibatkan perpecahan antara satu dengan yang lain, menimbulkan perasaan saling mencurigai, sehingga mengakibatkan perpecahan.
  • ·         Radikalisme    
         Radikalisme adalah paham yang menginginkan perubahan sosial dan politik dengan cara drastis dan kekerasan. Dalam perkembangannya radikalisme kemudian diartikan juga sebagai faham yang menginginkan perubahan besar.[15] kaum radikal menganggap bahwa rencana-rencananya adalah rencana yang paling ideal.
Istilah radikalisme berasal dari radix yang berarti akar, dan pengertian ini dekat dengan fundamental yang berarti dasar. Dengan demikian, radikalisme berhubungan dengan cita-cita yang diperjuangkan, dan melihat persoalan sampai ke akar-akarnya. Demikian juga halnya dengan fundamentalisme, berhubungan dengan cita-cita yang diperjuangkan, dan kembali ke azas atau dasar dari suatu ajaran.
Ada beberapa sebab yang memunculkan radikalisme dalam bidang agama, antara lain, (1) pemahaman yang keliru atau sempit tentang ajaran agama yang dianutnya, (2) ketidak adilan sosial, (3) kemiskinan, (4) dendam politik dengan menjadikan ajaran agama sebagai satu motivasi untuk membenarkan tindakannya, dan (5) kesenjangan sosial atau irihati atas keberhasilan orang lain[16].
Ciri-ciri gerakan ini ; 1) gerakan ini bersifat idiologis. 2) gerakan ini bersifat anti dialog, eksklusif dan tidak mengenal kompromi. 3) gerakan ini tidak memberikan kesempatan pada ruang dan tradisi dan nilai-nilai local, karena tidak dianggap membelokkan ajaran islam (bid’ah). 4) kelompok ini tidak saja ditujukan kepada orang diluar islam, tetapi juga ditujukan kepada orang islam yang tidak sepaham dengan mereka. 5) gerakan ini merupakan kepanjangan tangan dan bagian dari gerakan islam internasional yang sejenis. [17]
Terkadang kita sering menyamakan istilah “fundamentalisme” dan “radikalisme”. Padahal, keduanya berbeda walaupun berasal dari akar yang sama. Fundamentalisme (al-ushuliyah) lebih merupakan sebuah keyakinan untuk kembali pada fundamen-fundamen agama. Maknanya bisa positif atau negatif. Pandangan negatif yang diakibatkan dari pandangan yang fundamentalis ini adalah sikap kekerasan (radikalisme ekstrem)


Daftar pustaka
Al-Zasrouw. Gerakan Islam Simbolik; politik Kepentingan FPI. Yogyakarta : LKiS.2006

Tim Penyusun.Akidah Akhlak al-Hikmah.Surabaya: Akik Pusaka.2008
Didu,Syuaib.Radikalisme Dalam Islam ; Antara Argumentasi Jihad dan Terorisme. Jakarta:Relawan Bangsa.2006
http://alsofwah.or.id/cetakanalisa.php?id=554&idjudul=1
http://mcholieq.blogspot.com/2012/10/nifaq-kufuriman-dan-syiri.html

http://catatankuliah-tese.blogspot.com/2012/09/isu-ekstremisme-fundamentalisme-dan.html





[1] http://alsofwah.or.id/cetakanalisa.php?id=554&idjudul=1
[6] http://rabbani75.wordpress.com/2011/10/13/pengertian-dan-kedudukan-aqidah-dalam-islam
[7] Tim Penyusun, Akidah Akhlak al-Hikmah, (Surabaya: Akik Pusaka, 2008), 28.
[10] http://rhyaria.blogspot.com/2011/03/makalah-nifaqmunafiq.html
[14] http://catatankuliah-tese.blogspot.com/2012/09/isu-ekstremisme-fundamentalisme-dan.html
[15] Suaib Didu, Radikalisme Dalam Islam ; Antara Argumentasi Jihad dan Terorisme. Jakarta(Relawan Bangsa.2006). hal: 43
[16] http://catatankuliah-tese.blogspot.com/2012/09/isu-ekstremisme-fundamentalisme-dan.html
[17] Al-Zasrouw, Gerakan Islam Simbolik; politik Kepentingan FPI, Yogyakarta : LKiS, 2006  hal 138-140

0 komentar:

Posting Komentar