Dosen Pembimbing
Dr. H. Abd. Syakur, M.Ag
Disusun
Oleh Kelompok 10 BKI C1
Ida Ayu Kusumawati (B03212008)
Lilik Humaizah (B03212013)
Mohammad Fatihuddin (B03212018)
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Penyakit
Hati
Hati menurut bahasa berarti berubah-ubah, hati memang suka
berubah-ubah seiring dengan kekuatan yang memengaruhinya. Terkadang ia
cenderung di bawah pengaruh ruh, dan terkadang pula berada di bawah kendali
jiwa (yang rendah). Kalau ia cenderung kepada ruh, maka dengan sendirinya ia
akan tercerahkan karena sifat ruh yang mencerahkan. Tapi kalau ia dikendalikan
jiwa rendah, maka hati akan keruh dan kemudian akan terpilah-pilah. Hal ini
dikarenakan sementara ruh mempunyai prinsip Tauhid (Ketuhanan),
jiwa menginginkan keanekaragaman.[1]
- Secara terminologi hati mempunyai dua pengertian:[2]
- Jantung yang berupa segumpal daging yang berbentuk bulat memanjang, yang terletak dipinggir dada sebelah kiri, yaitu segumpal daging yang mempunyai tugas khusus yang didalamnya ada rongga-rongga yang mengandung darah hitam sebagai sumber ruh. Hati serupa juga ada pada hewan, bahkan ada pula pada orang yang telah mati.maka bila disebut Al-qalb, sesungguhnya bukanlah termasuk alam nyata, seperti alam yang dapat ditangkap oleh panca indera kita.
- Hati berupa sesuatu yang halus (latifah) bersifat ketuhanan (rabbaniyyah) dan ruhani yang ada hubungannya dengan hati jasmani. Hati (al-Qalb) yang halus itulah, hakikat manusia yang dapat menangkap segala rasa dan dapat mengetahui dan mengenal segala sesuatu. Hati atau yang disebut al-Qalb inilah yang kita tuju sebagai hakikat manusia, yang akan disiksa, dicerca, dan dituntut dan dia pula pemikul amanah allah SWT. Ia mempunyai hubungan dengan hati jasmani. Karena eratnya hubungan antara hati jasmani dan hati ruhani itu, hingga kebanyakan akal manusia tak sanggup mengetahuinya dalam hal posisi hubungannya.
Hubungan kedua hati itu seperti halnya sifat dengan jisim yang
disifatinya, seperti benda yang dijadikan perkakas dengan perkakasnya, atau
seperti benda yang telah berurat berakar dengan tempatnya.
Jadi, dalam penjelasan ini bila menyangkut perkataan hati maka yang
dimaksud adalah sesuatu yang halus (hati nurani). Hati yang lebih cenderung untuk
mencintai sesuatu selain dari mencintai Allah pastilah hati yang berpenyakit,
kecuali bila cintanya pada sesuatu selain Allah itu untuk mendorong agar dia
lebih mencintai Allah dari mencintai selainnya.
Menurut M. Shalih al-Munjid, hati terbagi menjadi dua bagian, yaitu
hati yang merupakan tempat ‘Arsy Rahman, yang didalamnya terdapat cahaya,
kehidupan, kebahagiaan, kesenangan dan segala bentuk kebajikan. Sedangkan hati
yang kedua adalah hati yang menjadi tempat bercokolnya syaitan. Didalamnya
terdapat kesempitan, kegelapan, kesedihan, kecemasan, ketakutan, duka cita.[3]
Hati adakalanya bercahaya atau gelap gulita, dan yang selamat
hanyalah orang yang diberi karunia oleh Allah sehingga hatinya menjadi sehat
dan bersih.
Sedangkan pengertian penyakit Hati adalah hati yang didalamnya ada
iman, ada ibadah, ada pahala, tetapi juga ada kemaksiatan dan dosa-dosa
(kecil/besar). Tanda-tandanya antara lain, hatinya gelisah, suka marah, tidak
pernah punya rasa puas, susah menghargai orang lain, serba tidak enak/tidak
nyaman, penderitaan lahir dan batin, tidak bahagia dan sebagainya.[4]
Menurut Al-Ghazali hati dapat memiliki kemampuan yang luar biasa,
namun sebaliknya hati juga tidak dapat memiliki apa-apa jika terhalang oleh:
- Ada tabir (hijab yang biasanya merupakan kesenangan dalam hidup)
- Kotoran hati oleh sebab banyaknya dosa-dosa
- Berpalingnya hati kearah lain
- Kurang adanya kesedihan hati itu sendiri
- Hati tidak mengetahui arah yang seharusnya dituju
Penyakit-penyakit hati
secara tidak langsung dapat diketahui melalui tanda-tandanya secara lahiriyah
yang mengisyaratkan tentang kehadirannya. Tanda-tanda tersebut banyak sekali,
yang paling nyata diantaranya ialah sikap bermalas-malasan dalam mengerjakan berbagai
macam ketaatan, merasa berat berbuat kebajikan, sangat terikat pada syahwat
hawa nafsu, sangat cenderung kepada kelezatan dunia, sangat ingin memperluas
kesejahteraan di dalamnya serta lebih lama berdiam disana.[5]
Menurut Ibnu Qoyyim, dosa dan maksiat
karena hati yang sakit menyebabkan seseorang terus terjerumus dalam perbuatan yang
menjauhkan dirinya dari Allah. Hal itu berakibat pada hilangnya berkah, rasa
malu, dan kenikmatan yang seharusnya diterima oleh hamba serta berujung pada
syirik, cinta dunia, laknat dan kehancuran[6].
Dari sinilah maka penyakit hati lebih mengganggu dan lebih berbahaya, lebih
parah dan lebih buruk dari penyakit-penyakit tubuh ditinjau dari berbagai segi
dan arah yang paling merugikan dan paling besar bahayanya ialah karena penyakit
hati mendatangkan madharat atas seseorang dalam agamanya, yaitu modal
kebahagiaan di dunia, dan bermudharat bagi akhiratnya.
B.
Tanda-tanda
Penyakit Hati
Diantara tanda-tanda hati sedang menderita penyakit antara lain :
- Kehilangan cinta yang tulus. Maksudnya, orang yang menderita penyakit hati tidak akan bisa mencintai orang lain dengan benar. Dia tidak mampu mencintai keluarganya dengan ikhlas. Sulit mencintai Nabi Muhammad, apalagi mencintai Allah yang lebih abstrak.
- Kehilangan ketentraman dan ketenangan batin.
- Memiliki hati dan mata yang keras. Penderita penyakit hati biasanya mempunyai mata yang sulit terharu dan hati yang sulit tersentuh.
- Kehilangan kekhusukan dalam ibadah.
- Malas beribadah dan beramal.
- Senang melakukan dosa.
C.
Macam-macam Penyakit
Hati
Ada dua kemungkinan dalam penyakit hati, yaitu bisa sehat jika
disembuhkan dan bisa mati jika dibiarkan tetap berpenyakit. Adapun macam-macam
penyakit hati antara lain:
- Marah (ghadhab) berarti menyimpan api dalam jiwanya. Orang yang suka marah-marah sama saja dengan mengakrabkan diri dengan iblis/setan yang memang terbuat dari api. Jika sifat ini dituruti tentu akan membuat seseorang tidak dapat mengendalikan diri. Hal ini akan membuahkan penyesalan.
- Adapun bahaya dari sifat marah yang tidak terkendalikan, antara lain:[7]
a.
Merusak iman,
sebagaimana sabda Rasulullah
اَلْغَضَبُ
يُفْسِدُ الاِيْمَانَ كَمَايُفْسِدُ الصَّبْرُ العَسَلَ – رواه البيهقي-
Marah
itu dapat merusak iman, seperti pahitnya jadam merusak manisnya madu.
Bagaimanapun
manisnya madu akan hilang sekejab jika ada bersama jadam (sejenis biji-bijian yang
rasanya sangat pahit), dan bagaimanapun manisnya amal shaleh seseorang jika ada
orang tersebut suka marah maka tak seorangpun akan menganggapnya manis.
b.
Mudah
mendapatkan murka allah terutama pada hari akhir saat semua orang mendapatkan
ampunannya. Allah SWT berfirman
يَابَنِيْ ادم اذكرني حين تغضب اذكرك حين اغضب – الحديث القدسي-
Wahai
anak adam ingatlah kepadaku ketika kamu marah, maka aku akan mengingatmu ketika
aku sedang marah (pada hari akhir). (Hadits
Qudsi)
c.
Menyulut
kebencian, hasud, dendam dan permusuhan, sekaligus memutuskan tali
persaudaraan.
d.
Muka orang yang
sedang marah menjadi buruk, seburuk muka anjing atau serigala yang hendak
menerkam
Nabi Muhammad
SAW mengajarkan, apabila sedang marah kita diperintahkan untuk mengubah posisi,
atau ambil air wudhu. ‘memerangi’ sifat pemarah adalah dengan sabar dan pemaaf
(QS. Ali Imran : 134). Jika orang mampu mengendalikan sifat marahnya lalu
mengarahkannya menjadi aset, sifat ini dapat menjadi sebuah kekuatan yang dapat
memproteksi hak-hak pribadinya, asalkan proporsional.
Marah adalah
suatu keadaan psikologis yang bias menyimpangkan watak seseorang dari jalan
yang benar. Ketika marah tersebut mempengaruhi manusia bias berwujud dalam bentuk kesombongan dan dapat
membutakan pikiran serta mampu mengubah manusia
menjadi “hewan” yang tidak menyadari realitas. Hal ini memungkinkan manusia untuk melakukan kejahatan
yang membawa akibat-akibat yang langsung dalam
kehidupannya. Apalagi dia menyadari kesalahannya biasanya setelah menghadapi akibat-akibat yang tak
diharapkan dan terjerumus kedalam kesengsaraan.[8]
Perangai buruk ini hanya menimbulkan kesedihan karena puncaknya tidak akan menurun sebelum tersalurkan dan
mengubah perbuatan-perbuatan hina kobaran
kemarahan sehingga menyebabkan terlepasnya kendali penilaian akal dan hilangnya kesadaran. Ketika hasil
penilaian akal muncul pada seseorang yang sedang marah, kesedihan dan penyesalan hadir di hatinya.
2. Egoisme
(ananiyyah) adalah sifat yang hanya memikirkan diri sendiri. Sifat ini mengarah
pada kerakusan, tega merampas hak orang lain karena segala sesuatu ingin
dikuasainya. Egoisme merusak tatanan masyarakat karena berbagai pelanggaran
bisa bermula dari sifat ini,seperti korupsi penganiayaan, penindasan dan tak
punya kepedulian, dan sebagainya. Sifat ini bertentangan dengan kodrat manusia
sebagai makhluk sosial bahkan islam mengajarkan agar seseorang lebih mengutamakan
orang lain (QS. Ali Imran : 92). Maka egoisme harus diobati dengan menumbuhkan
sikap kebersamaan, dan punya kepedulian agar tidak menjadi manusia yang akan
dilemparkan kepada neraka jahannam (QS. Al-a’raf : 179). Sifat egois yang telah
dibersihkan kotorannya akan dapat memicu seseorang untuk dapat menggapai sukses
hidup.
3. Dengki (hasud),
yakni perasaan tidak senang jika mengetahui orang lain senang, dan justru
senang jika mengetahui orang lain susah. Orang yang dengki menginginkan agar kenikmatan
orang lain hilang, bahkan kesenangan itu dapat berpindah kepada dirinya.
Biasanya sifat ini disertai dengan upaya mencari-cari kesalahan orang yang ia
dengki, menjelek-jelekkan, menfitnah, dendam bahkan ingin mencelakakannya.
Secara umum
sifat ini membahayakan manusia, baik dalam hal hubungannya dengan sesama
manusia maupun dengan allah. Namun secara khusus ada ulama’ yang menjelaskan
tentang akibat yang timbul dari sifat hasud, antar lain:[9]
- Menimbulkan rasa lelah dan bingung tiada akhir. Al-ghazali bekata ”orang yang suka hasud selamanya tidak akan bebas dari kebingungan dan kesusahan”.
- Cenderungan senang membuat kemudharatan bagi orang lain, khusus pada orang yang dihasudnya. Rasulullah bersabda “ berusahalah memenuhi kebutuhan hidup dengan menyembunyikannya (dari orang lain). Sesungguhnya bagi setiap orang yang mendapat nikmat selalu ada orang yang menghasudnya. (HR. Thabrani)
- Mendorong keinginan untuk berbuat maksiat, seperti menggunjing orang, bohong, marah, senang jika orang lain mendapat musibah terutama jika menimpa musuhnya.
- Kebutaan hati dalam meraih yang terbaik karena sibuk memikirkan bagaiman cara mencelakakan orang lain
- Terhambat mendapatkan keuntungan terutama keuntungan hakiki, karena hati tidak pernah khusyuk apalagi konsentrasi terhadap yang diniatkan.
f. Rusaknya hasil
ketaatan, Rasulullah bersabda “jagalah dirimu dari hasud, karena sesungguhnya
hasud dapat menghapus semua kebaikan , seperti api melalp kayu bakar. (HR.
Dailami)
g. Tidak akan
diakui sebagai umat rasul dan tidak akan mendapat nikmat syafaatnya pada hari
kiamat.
h.
Masuk neraka
tanpa dihisab terlebih dahulu.
Sifat hasud
bisa timbul karena:[10]
- Sifat kikir yang berlebihan
- Takabur
- Kalah bersaing dalam merebut simpati orang/dalam usaha
- Cinta dunia
- Merasa sakit jika orang lain mempunyai kelebihan
- Tidak iman kepada qadha’ dan qadar
Kedengkian dapat membuat hati seseorang
buta.(ingat kisah Habil dan Qabil). Allah membenci sifat dengki, maka Dia
memerintahkan kita untuk mohon perlindungan padaNya dari sifat ini. (QS.
Al-falaq : 5)
Sifat ini dapat diobati dengan
membiasakan rasa syukur, apapun dan
seberapapun yang telah diperoleh. Syukur kepada allah dan orang lain. Sifat
dengki dapat diarahkan kepada ightibah yakni suatu kekaguman terhadap
prestasi atau kesuksesan terhadap kesuksesan orang lain, ingin menirunya, tanpa
‘mengganggu’ orang lain. Berarti sifat sifat ini dapat mendorong seseorang
untuk lebih berprestasi.
Selain itu
untuk menyelamatkan diri dari sifat hasud, hendaknya melakukan:[11]
- Menjauhi semua penyebabnya
- Mewaspadai bahayanya
- Membiasakan sifat nasihat yaitu, memberikan dukungan positif terhadap apa yang dialami saudara kita, baik yang menguntungkan apalagi yang merugikannya.
4.
Sombong
(takabbur), yakni merasa dirinya lebih baik daripada orang lain, misalnya
merasa lebih terhormat, lebih pantas, lebih pintar, lebih kaya, lebih
tampan/cantik, dan sebagainya. Sehingga sifat ini cenderung melecehkan dan
memandang rendah terhadap orang lain tanpa ada rasa bersalah, dan tak jarang
tega menzalimi atau berbuat aniaya terhadap orang lain. Dahulu iblis menghina
Nabi Adam AS karena kesombongannya (QS. Al-A’raf :12) dan Allah mengutuknya.
Mengobati kesombongan adalah menumbuhkan kesadaran bahwa hanya allahlah yang
berhak sombong (Almutakabbir), selain dirinya yang kecil dan lemah,
sebab segala sesuatu bergantung kepadaNya. Tumbuhkan sikap rendah hati
(tawadhu’)ini, dan sikap kerendahan hati justru menampakkan kemuliaan
seseorang. Sekalipun demikian sifat sombong dapat diambil spiritnya, yakni punya
rasa percaya diri dan menjadi semangat untuk jadi yang terbaik.[12]
Bahaya yang paling fatal bagi kebahagiaan dan musuh terbesar bagi umat manusia
adalah kesombongan dan percaya diri yang berlebihan.[13]
5. Kikir (bakhil)
adalah seseorang yang tak ingin apa yang dimiliki terlepas darinya, sengaja
ataupun tidak. Biasanya sifat ini berkaitan dengan sifat egoistis, dan allah
melarangnya dalam (QS. Al-Isra’: 29) serta (QS. Ali imran: 92), sifat ini harus
diobati dengan menumbuhkan kesadaran bahwa roda kehidupan berputar, jika sekarang berada di atas
mungkin suatu saat akan berada di bawah, butuh bantuan/pengorbanan orang lain.
Apalagi pada hakikatnya segala sesuatu yang kita punya adalah titipan Allah,
kalau boleh status kita di dunia ini diumpamakan hanyalah seperti ‘Si tukang
parkir’. Si tukang parkir harus rela melepaskan mobil yang dijaganya. Demikian
pula harta, yang empunya ialah Allah SWT, jika sewaktu-waktu Dia yang empunya
itu harus mengambil titipannya, maka harta akan terlepas dari tangan. Sebelum
dilepas paksa, maka usahakan dikeluarkan dengan suka rela, lewat infak, dan
zakat. Sifat kikir yang telah disucikan dapat menjadi semangat untuk hidup hemat
dan bersahaja sebagaiman yang dicontohkan oleh Rasulallah SAW.[14]
6. Boros (israf),
adalah suka berfoya-foya atau menghambur-hamburkan apa yang dimilikinya,
termasuk, harta, waktu dan masa mudanya untuk hal-hal yang tidak berguna. Sifat
ini tidak disukai Allah (QS. Al-an’am : 141) dan dilarang olehNya (QS. Al’isra’
:19) bahkan dinyatakan akan menjadi orang yang merugi. Sifat ini dapat
disembuhkan dengan kesadaran bahwa manusia memiliki waktu atau umur, tapi
kenyataan tak dapat menguasainya, punya harta tapi tidak dapat mengendalikan
sepenuhnya. Manusia tak dapat menduga apalagi memastikan nasib diri sendiri,
sehingga jika tidak antisipatif terhadap berbagai kemungkinan yang tidak
diharapkan, maka penyesalan yang akan dialami. Anamu sifat boros dapat
diarahkan kepada sifat dermawan, selama masih tetap dalam perhitungan yang
proporsional.
7. Rakus (Al-hirshu),
sifat ini mendorong seseorang untuk serakah, tidak mau mensyukuri apa yanag
sudah ada, hatinya tak pernah puas, sehingga selalu merasa kurang. Jika
menuruti sifat ini hanya akan menjadi budak hawa nafsu, mudah bertindak korup,
menyeleweng, berselingkuh, dan lain-lain. Padahal islam mengajarkan manusia
untuk selalu bersyukur (QS. Al-baqarah : 172). Hawa nafsu harus dikendalikan
agar tidak menjerumuskan kita kepada kehinaan. Manusia berkeinginan memang
tidak selamanya buruk, asal dapat membimbingkan ke arah yang positif, dapat
menjadi penggugah hidup hingga menjadi lebih maju.
8.
Beburuk sangka
(su”uuzhzhan),yaitu apa yang dilakukan orang lain, diintai dan dicurigai, apapun
yang ada dan terjadi dihadapannya selalu salah, yang benar dan baik hanyalah
dirinya. Sifat ini dilarang oleh allah didalam (QS. Al-hujurat :12). Berburuk
sangka akan berlanjut pada sikap penuh kecurigaan, tidak komunikatif atau tidak
kooperatif, dan suka mencela (taskhir). Semua sifat ini dilarang (QS.
Al-hujurat : 11). Sifat ini perlu disembuhkandengan menyadari bahwa memercai
orang lain itu penting dan akan membawa kebaikan, bagi diri yang memercai orang
lain tersebut hati menjadi tenang, sedangkan bagi yang dipercaya akan merasa diuwongke
(jawa: dihargai sebagai manusia). Sisi baik dari buruk sangka (yang disucikan)
adalah menjadi sikap waspada dan hati-hati sehingga tidak sembarangan.
9. Suka bohong (kidzib)
adalah lawan dari sifat jujur (shiddiq). Sifat bohong suka membolak
balikkan fakta dan menyembunyikan kebenaran, sifat ini dilarang dan dilaknat
oleh Allah (QS. Ali imran : 61) dalam hal ini ada kisah menarik, seorang yang
berdosa besar (perampok) dating kepada Nabi Muhammad menyampaikan niatnya ingin
tobat, Nabi hanya mensyaratkannya : “jangan berbohong”! Setiap kali dia tergoda
akan melakukan dosa lagi, selalu ingay pesan Nabi tadi, kemudian tak jadi
berbuat. Jadi jujur membimbing seseorang pada kebaikan. Sisi baiknya kebohongan
yang disucikan adalah bias menjadi tameng untuk taqiyyah pada saat darurat jika diperlukan, misalnya demi
keselamatan jiwa (diri sendiri atau orang lain) orang terpaksa berbohong.
D.
Pengobatan Penyakit
Hati
Cara mengobati penyaki hati, salah satunya dapat ditempuh dengan
mensucikan hati, yaitu perpaduan dari konsep menjernihkan kalbu dan mendekatkan
diri kepada Allah SWT sehingga lebih terfokus pada kiat-kiat sufiyah.[15]Hati
yang buta jauh lebih berbahaya dari pada buta mata, karena orang yang buta
hatinya dapat merusak siapa saja dan apa saja yang ada, termasuk dirinya
sendiri.
Menurut Amin Syukur, pengobatan penyakit hati dapat dilakukan
dengan menempuh Sembilan (9) kiat sufiyah yang harus diamalkan[16],
yaitu :
- Bertaubat. Siapapun dan kapanpun, seorang salik harus melakukannya, karena taubat adalah modal dasar baginya, bermanfaat untuk dirinya. Untuk menjaga kelestarian taubatnya, ada beberapa hal yang perlu dilakukan terus menerus, yaitu :
a. Muhasabah, Ibnu
Muhammad Syatha mengajak : “Ikutilah taubatmu dengan muhasabah, yang akan
mencegahmu meremehkan dan mengulangi dosa”
b. Menjaga tujuh
anggota tubuh (mata, lisan, telinga, perut, tangan, kaki dan kemaluan) dari
kerja mereka yang dapat mendorong kepada maksiat dan dosa-dosa.
c.
Tekun
beribadah. Ibaratnya, taubat adalah pondasi dan ibadah adalah bangunan di
atasnya. Keinginannsetiap orang tentu pondasi harus kuat dan bangunan juga
harus seindah mungkin.
- Qana’ah. Yaitu perasaan rela menerima pemberian yang sedikit. Maka dia tidak pernah rakus maupun tamak dalam kehidupannya. Yang menyebabkan berhasilnya qana’ah dalam mencari hidup akhirat adalah rela meninggalkan sesuatu yang amat menarik dan membanggakan dari duniawi.
- Zuhd al-dunya. Adalah menentang keinginan atau kesenangan. Makna zuhd adalah berpaling dari mencintai dunia menuju cinta ilahi. Maka yang perlu dilakukan zahid adalah menghilangkan rasa cinta dunia dari dalam hatinya, tapi tak perlu menghilangkan dunianya. Sikap zuhd dalam hal ini berarti emlihat dunia hanya sebagai sarana untuk meraih kebahagiaan abadi akhirat. Dunia bukan tujuan hidup, tetapi hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan.
- Mempelajari syari’at untuk meningkatkan kualitas takwanya. Secara garis besar ada 3 kandungan syari’at islam, yaitu ibadah, aqidah dan akhlaq. Ketiganya merupakan serangkaian amalan lahir dan batin sebagai bukti kesempurnaan iman seseorang.
- Memelihara sunnah-sunnah Nabi Muhammad, baik dalam pengertian melaksanakan amalan/ibadah sunat maupun mencontoh adab (budi pekerti) Nabi.
- Tawakkal. Adalah menyandarkan hati dan segala urusan hidupnya sepenuhnya kepada Allah SWT.
- Ikhlas. Semata-mata karena Allah, merupakan dasar gerakan hati sebagai pusat seluruh ibadah. Maka, yang harus dihindari adalah riya, sum’ah, ujub dan takabur.
- 'uzlah, yaitu menyendiri dari kehidupan sesama manusia. Ada yang memahaminya secara fisik, tapi sebenanya yang lebih utama adalah tetap al-julus (berdampingan) dan bergaul dengan masyarakat namun tetap bersikap ‘uzlah dalam menjaga dirinya. Maka untuk itu dibutuhkan kesabaran, ketabahan, kebesaran jiwa, kedewasaan dan tetap tanggap akan kebutuhan sosialnya.
- Memperbanyak wirid dan dzikir, baik dengan hati, lisan, sikap maupun perbuatanya.
Selain itu, menurut Yahya Bin Muadz Ar Razi, seorang ulama yang
wafat di Naishabur tahun 258 H, ada lima obat yang dapat menyembuhkan penyakit
hati. Kelima obat tersebut sudah tak asing lagi di telinga kita, karena banyak
seniman atau musisi yang menggubahnya menjadi sebuah syair lagu atau qasidah.
Lima obat penyakit hati tersebut adalah :
- Qira’ah Al Qur’an bi at tafakkur - Moco Qur’an sak maknane - membaca Al Quran dengan maknanya
- Qiyam al lail - sholat wengi lakonono - sholat malam dirikanlah
- Mujalasah as shalihin - wong kang sholeh kumpulono - berkumpullah dengan orang sholeh
- Khala’ al bathn – kudhu weteng ingkang luwe - kosongkan perut atau berpuasa
- Tadzarru’ indza as sahr - dzikir wengi ingkang suwe - dzikir malam perpanjanglah
DAFTAR PUSTAKA
- Ali, Yunasril, Jalan Kearifan Sufi: Tasawuf Sebagai Terapi Derita Manusia, Jakarta : Serambi, 2002.
- Hadad, As-Sayyid al-Allamah Abdullah, Menuu Ksesempurnaan Hidup, Bandung : Mizan, 1992
- Ibrahim, Rizal, Menghadirkan hati:panduan menggapai cinta ilahi,Yogyakarta : Pustaka sufi, 2003.
- Munjid, M. Shalih al-, Terapi Mengatasi Kecemasan, Jakarta : Robbani Press
- Musawi, Mujtaba, Psikologi Islam : Membangun kembali Generasi Muda, terj. Youth and Moral, Bandung : Pustaka Hidayah, 1990.
- Qorni, Uwes Al-, 60 Penyakit hati, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,1999.
- Qoyyim, Ibnu, Penawar Hati yang Sakit, Jakarta : Gema Insani, 2003.
- Rahmat, Jalaluddin, Dkk. Menyinari Relung-relung Ruhani. Bandung: Iiman dan Hikmah, 2002.
- Syukur, M. Amin dan Fathimah Usman, Terapi Hati, Jakarta: Erlangga, 2012.
- Syukur, Amin, Insan Kamil ; Paket Pelatiahn Seni Menata Hati, Semarang : Lembkota, 2004.
- Syukur, Amin, Zuhud di Abad Modern, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2000.
[1] Jalaluddin rahmat, Dkk. Menyinari
Relung-relung Ruhani. (Bandung: Iiman dan Hikmah, 2002), h. 27-28
[2]
Rizal Ibrahim. Menghadirkan hati:panduan menggapai cinta ilahi,(Yogyakarta:
Pustaka sufi, 2003), h. 87
[3] M. Shalih al-Munjid, Terapi Mengatasi Kecemasan, (Jakarta :
Robbani Press), h. 1-3
[4] M. Amin Syukur dan Fathimah
Usman, Terapi Hati, (Jakarta: Erlangga,2012), h. 34-35
[5] As-Sayyid al-Allamah Abdullah
Hadad, Menuu Ksesempurnaan Hidup, (Bandung
: Mizan, 1992), h. 88-89
[6] Ibnu Qoyyim, Penawar Hati yang Sakit, (Jakarta : Gema
Insani, 2003), 23
[7] Uwes Al-Qorni, 60 Penyakit
hati,(Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,1999), h. 83-84
[8] Mujtaba Musawi, Psikologi Islam : Membangun kembali Generasi
Muda, terj. Youth and Moral, (Bandung : Pustaka Hidayah, 1990), h. 114
[9] Uwes Al-Qorni, 60 Penyakit
Hati, h. 67-69
[10] Ibid, h.70
[11] ibid
[12] Amin Syukur, Insan Kamil ; Paket Pelatiahan Seni Menata Hati,
(Semarang : Lembkota, 2004), h. 17
[13] Mujtaba Musawi, Psikologi Islam : Membangun kembali Generasi
Muda, terj. Youth and Moral, h. 98
[14] Amin Syukur, Zuhud di Abad Modern, ( Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2000), h. 37
[15] Yunasril Ali, Jalan
Kearifan Sufi: Tasawuf Sebagai Terapi Derita Manusia, ( Jakarta : Serambi,
2002), h. 69
[16] Amin Syukur, Insan
Kamil: Paket Pelatihan Seni Menata Hati, (Semarang : Lembkota, 2004), h. 4-5
0 komentar:
Posting Komentar