Makalah
ISLAM
DAN KONSTRUKSI KEPRIBADIAN MUSLIM
Di buat
untuk memenuhi tugas mata kuliah:
”
PATOLOGI MUSLIM”
Aru
Prastya (B73212096)
Ana
Rosyidah An-Nur (B73212094)
Noor
Dewi Marwanty (B53212091)
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Konsep Dasar Tentang Kepribadian
Sebelum membahas tentang masalah kepribadian terlebih
dahulu menguraikan bahasan tentang kejiwaan manusia, karena masakah kepribadian
merupakan bagian dari masalah kejiwaan. Pada dasarnya, masalah jiwa manusia
secara konseptual dapat dibedakan menjadi dua aspek, yakni aspek kemampuan
(ability) dan aspek kepribadian (personality). Aspek kemampuan meliputi:
prestasi belajar, intelegensia dan bakat. Aspek kepribadian meliputi: watak,
sifat, penyesuaian diri, minat, sikap dan motivasi (Hartono, 1994 : 5).
Bahasan mengenai kepribadian telah dirumuskan oleh
para ahli psikologi, dan rumusannya berbeda-beda satu dengan yang lain.
Perbedaan tersebut karena berbeda cara sudut pandang masing-masing pakar yang
bersangkutan. Menurut George Kelly, merumuskan kepribadian sebagai cara yang
unik dari individu dalam mengartikan pengalaman-pengalaman hidupnya. Sedangkan
pendapat Gordon Allport mengonsepsikan kepribadian sebagai suatu organisasi
yang dinamis dari sistem psikofisik individu yang menentukan tingkah laku dan
pemikiran individu secara khas. Sementara itu, Sigmun Freud memandang
kepribadian sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga sistem, yakni: id,
ego, super ego. Dan pendapat lain dari Poejawijatna menekankan bahwa
kepribadian adalah kesatuan insani yang berbudi dan berkehendak yang menentukan
tindakan manusia.
Dari formulasi konseptual yang berbeda-beda tersebut,
dapat diambil suatu kesimpulan bahwa kepribadian merupakan suatu oraganisasi
yang hanya dimiliki oleh manusia yang menjadi penentu pemikiran dan tingkah
lakunya. Setiap individu manusia memiliki pribadi yang khas, berbeda dengan
individu yang lain. Dalam proses pembentukannya, kepribadian seseorang
dipengaruhi oleh faktor-faktor genetik atau biologis, pengalaman-pengalaman
sosial dan perubahan lingkungan.[1]
B.
Kepribadian Muslim
Kepribadian berasal
dari kata “pribadi” yang berarti diri sendiri, atau perseorangan. Sedangkan
dalam bahasa inggris digunakan istilah personality, yang berarti kumpulan
kualitas jasmani, rohani, dan susila yang membedakan seseorang dengan orang
lain.
Menurut Allport, kepribadian adalah organisasi
sistem jiwa raga yang dinamis dalam diri individu yang menentukan penyesuaian
dirinya yang unik terhadap lingkungannya.[2]
Sebelum mengenal tentang kepribadian, muslim secara lus, perlu diketahui
pengertian kepribadian muslim terlebih dahulu. Menurut Marimbah (1989:68)
kepribadian muslim adalah kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya, yakni baik
tingkah laku luarnya, kegiatan-kegiatan jiwanya, maupun falsafah hidupnya serta
kepercayaannya menunjukkan pengabdian kepada Allah dan penyerahaan diri
kepadanya.
Pendapat lain dikemukakan oleh Al-Asqar (1996) ia menguraikan tentang
kepribadian seorang muslim dari masa ke masa, sejak adanya para nabi-nabi,
rasul-rasul dan pengikutnya sampai sekarang. Beliau mengelompokkan kepribadian
yang lurus (benar), kepribadian yang ternoda, kepribadian muslim sepanjang
abad, bagian-bagian yng membentuk kepribadian muslim dan ciri-ciri kepribadian
muslim.
Untuk lebih mengetahui lebih jauh pengetahuan tentang kepribadian muslim
berikut ini akan dijelaskan ciri-ciri kepribadian muslim. Ciri-ciri kepribadian
musim merupakan suatu tanda-tanda yang khas untuk bisa dipakai dalam mengenal
atau mengetahui bahwa yang demikian itu dinamakan kepribadian muslim. Menurut
Umar Sulaiman Al-Aqshar (1994 : 22) ciri-ciri kepribadian muslim antara lain
memiliki; cakupan didikan Ketuhanan (sibghoh
ilahiyah), kepekaan dan ketajaman jiwa (bashiroh),
kekuatan, berpegang teguh pada kebenaran, bersungguh-sungguh (mujahadah), tetap tabah atas kebenaran
hati, mengetahui tujuan hidup, dan kembali pada kebenaran.
Pendapat lain di kemukakan oleh Hasyim (2004) bahwa kepribadian muslim
dibangun atas dasar akidah yang benar, keteladanan yang baik, keilmuan yang
konstruktif, ibadah amaliyah serta jihad di jalan Allah untuk membangun
perilaku yang spesifik dan konstruktif untuk kemaslahatan dirirnya sendiri
maupun untk orang lain.
Dan uraian tentang ciri-ciri kepribadian di atas dapat di simpulkan bahwa
seorang muslim yang ideal, konstruktuif dan profesional senantiasa memiliki
karakteristik seperti yang di uraikan
Umar Sulaiman A-Aqshar dan Hasyim. Dengan pribadi-pribadi yang memiliki
konsep hidup yang jelas seorrang muslim akan mampu tampil menjadi agen
perubahan (agen of change) pada masa
yang akan datang dengan membawa risalah tauhid.[3]
Seseorang yang
islam disebut muslim. Muslim adalah orang atau seseorang yang menyerahkan
dirinya secara sungguh – sungguh kepada Allah. Jadi, dapat dijelaskan bahwa
“wujud pribadi muslim” itu adalah manusia yang mengabdikan dirinya kepada
Allah, tunduk dan patuh serta ikhlas dalam amal perbuatannya, karena iman
kepada-Nya. Pola sesorang yang beriman kepada Tuhan, selain berbuat kebajikan
yang diperintahkan adalah membentuk keselarasan dan keterpaduan antara
faktor iman, islam dan ikhsan.
Muslim yang sesungguhnya adalah seorang yang memiliki keimanan dan
kepribadian utuh sebagai muslim yang memiliki pandangan hidup tersendiri,
mengilhami setiap tindakan sehari-hari, dan tercermin dalam setiap pola pikir
dan tingkah laku yang menunjukan akhlak al-karimah berdasarkan nilai keislaman
sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an dan Hadits. Sedangkan kepribadian muslim
adalah kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya baik tingkah laku luarnya,
kegiatan jiwanya maupun falsafah hidup dan kepercayaannya menunjukan pengabdian
kepada tuhan dan penyerahan diri kepada-Nya. Kepribadian muslim diartikan
sebagai identitas yang dimiliki oleh seseorang sebagai ciri khas dari
keseluruhan tingkah laku sebagai muslim baik yang ditampilkan sebagai tingkah
laku lahiriah maupun sikap batiniahnya.
· Aspek-aspek
Pembentuk Kepribadian Muslim
Konsep
pembentuk kepribadian dalam pendidikan islam menurut Syaikh Hasan al-Banna ada
10 aspek:
a.
Bersihnya
akidah,
b. Lurusnya
ibadah,
c.
Kukuhnya
akhlak,
d. Mampu mencari
penghidupan,
e.
Luasnya
wawasan berfikir,
f.
Kuat
fisiknya,
g. Teratur
urusannya,
h. Perjuangan diri
sendiri,
i.
Memperhatikan
waktunya, dan
· Faktor-faktor
Pembentuk Kepribadian
a.
Faktor Internal
Instink
Biologis, seperti: lapar, dorongan makan yang berlebihan dan berlangsung lama
akan menimbulkan sifat rakus. Maka sifat itu akan menjadi perilaku tetap.
Kebutuhan
Psikologis. Seperti: rasa aman, penghargaan, penerimaan, dan aktualisasi diri.
Kebutuhan
Pemikiran, yaitu akumulasi informasi yang membentuk cara berfikir seseorang,
seperti mitos, agama, dan sebagainya.
b.
Faktor Ekstrnal
· Lingkungan
Keluarga,
· Lingkungan
Sosial, dan
· Lingkungan
Pendidikan.
C.
Karakter Kepribadian Muslim
Dalam bangunan
karakter seorang muslim, Hasyim (2004) mengemukakan beberapa ciri-ciri karakter
seorang muslim dengan landasan dasar kepribadian akidah, keteladanan, keilmuan,
ibadah, amal dan jihad. Karakter yang harus dipenuhi seseorang sehingga ia di
sebut berkepribadian muslim, yaitu :
1. Aqidah yang lurus/selamat (Salimul Aqidah/Aqidatus Salimah). Konsep salimul aqidah merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim.
Dengan aqidah yang lurus, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada
Allah SWT dan tidak menyimpang dari jalan serta ketentuan-ketentuan-Nya. Dengan
kelurusan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala
perbuatannya kepada Allah sebagaimana firman-Nya dalam Surat Al-An’am ayat 162 :
قُلۡ
إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحۡيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ١٦٢
“Katakanlah: Sesungguhnya
shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”.
2.
Ibadah yang benar (Shahibul Ibadah). Konsep
ibadah adalah setiap amal perbuatan yang disandarkan pada Allah di landasi
dengan ketaatan. Sahibul ibadah merupakan salah satu perintah Rasulullah SAW
yang terpenting. Dalam satu Haditsnya, Beliau bersabda: “Shalatlah Kamu
sebagaimana melihat Aku shalat”. Maka, dapat di simpulkan bahwa dalam
melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk/mengikuti (ittiba’)kepada
Sunnah Rasulullah SAW yang berarti tidak boleh ditambah-tambahi atau
dikurang-kurangi.
3. Akhlak yang kokoh (Matinul Khuluq). Konsep Matinul
Khuluq merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim,
baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk-makhluk-Nya. Dengan
akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi
di akhirat. Karena akhlak yang mulia begitu penting bagi umat manusia, maka
salah satu tugas diutusnya Rasulullah SAW adalah untuk memperbaiki akhlak
manusia, dimana beliau sendiri langsung mencontohkan kepada Kita bagaimana
keagungan akhlaknya sehingga oleh Allah SWT di dalam Al-Qur’an Surat Al-Qalam
ayat 4, yang berbunyi :
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ
عَظِيمٖ ٤
“Dan Sesungguhnya kamu
benar-benar berbudi pekerti yang agung”
4.
Wawasan yang luas (Mutsaqqoful Fikri). Konsep Mutsaqqoful
Fikri wajib di punyai oleh pribadi Muslim. Karena itu, salah satu sifat
Rasulullah SAW adalah fathanah (cerdas). Al-qur’an juga banyak mengungkap
ayat-ayat yang merangsang manusia untuk berfikir, misalnya firman Allah dalam
Surat Al-Baqarah, ayat 219 yang berbunyi :
۞يَسَۡٔلُونَكَ
عَنِ ٱلۡخَمۡرِ وَٱلۡمَيۡسِرِۖ قُلۡ فِيهِمَآ إِثۡمٞ كَبِيرٞ وَمَنَٰفِعُ
لِلنَّاسِ وَإِثۡمُهُمَآ أَكۡبَرُ مِن نَّفۡعِهِمَاۗ وَيَسَۡٔلُونَكَ مَاذَا
يُنفِقُونَۖ قُلِ ٱلۡعَفۡوَۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمُ ٱلۡأٓيَٰتِ
لَعَلَّكُمۡ تَتَفَكَّرُونَ ٢١٩
“ Mereka bertanya kepadamu tentang
khamar[dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan
beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan.
Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,”
Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan,
kecuali harus dimulai dengan aktifitas berfikir. Karenaya, Seorang muslim harus
memiliki wawasan Keislaman dan Keilmuan yang luas.
5. Jasmani yang kuat (Qowiyyul Jismi). Seorang
muslim haruslah memiliki daya tahan tubuh yang kuat sehingga dapat melaksanakan
ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat,
dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan kondisi
fisik yang sehat dan kuat. Apalagi berjihad di jalan Allah dan bentuk-bentuk
perjuangan yang lainnya.
6.
Berjuang melawab hawa nafsu (Mujahaatul Linafsihi).
Hal ini penting bagi seorang muslim, karena manusia memiliki kecenderungan pada
yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan
menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan. Kesungguhan itu aka
nada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu.
7. Disiplin menggunakan waktu (Harishun Ala Waqtihi).
Konsep Harishun Ala Waqtihi merupakan faktor penting bagi manusia. Hal
ini karena waktu mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya.
Allah SWT banyak bersumpah di dalam Al-Qur’an dengan menyebut nama seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri,
wallaili dan seterusnya. Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan
tidak akan pernah kembali lagi. Oleh karena itu, setiap muslim amat di tuntut
untuk disiplin mengelola waktunya dengan baik, sehngga waktu berlalu dengan
penggunaan yang tidak sia-sia.
8. Teratur dalam suatu urusan (Munazhzhamun fi
Syuunihi). Konsep Munazhzhamun fi Syuunihi termasuk kepribadian
seorang muslim yang ditekankan oleh Al-Qur’an maupun Hadits. Di mana segala
suatu urusan mesti dikerjakan secara professional. Adapun yang dikerjakan,
profesionalisme selalu di perhatikan. Bersungguh-sungguh, bersemangat,
berkorban, berkelanjutan dan berbasis ilmu pengetahuan merupakan hal-hal yang
mesti mendapat perhatian serius dalam penunaian tugas-tugas.
9. Memiliki kemapuan usaha sendiri/mandiri (Qodirun
Alal Kasbi). Konsep Qodirun Alal Kasbimerupakan cirri yang harus ada
pada diri seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan.
Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya itu baru bisa dilaksanakan
manakala seseorang memiliki kemandirian dalam segi ekonomi. Dan disini, seorang
muslim harus mampu untuk bersikap mandiri.
10.Bermanfaat bagi orang lain (Nafi’un Lighoirihi). Manfaat
yang dimaksud disini adalah manfaat yang baik, sehingga dimanapun dia berada,
orang sekitarnya merasakan keberadaan. Jangan sampai keberadaan seorang muslim
tidak menggenapkan dan ketiadaannya tidak mengganjilkan. Ini berarti setiap
muslimitu harus selalu mepersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal mungkin
bermanfaat bagi orang lain. Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: “Sebaik-baik
manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain” (HR. Qudhy dari Jabir).[5]
D.
Pribadi Muslim Menurut Rukun Islam
1. Kepribadian
Syahadatain
Syahadatain berasal dari kata
“syahida” yang artinya bersaksi, menghadiri, melihat, mengetahui, dan
bersumpah. Istilah syahadatain kemudian dinisbatkan pada satu momen di
mana individu mengucap dua kalimat syahadat dengan ucapan :
أَشْهَدُ أَنْ لاَّ اِلَهَ اِلاَّ الله
وَ أَشْهَدُ أَ نَّ مُحَمَّدً رَسُوْلُ الله
“Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan Aku bersaksi
bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah”
Kalimat Syahadat terdiri atas dua kesaksian.
Kesaksian pertama berkaitan dengan keyakinan bahwa tiada Tuhan selain Allah,
sedangkan kesaksian kedua berkaitan dengan kepercayaan bahwa Nabi Muhammad
adalah utusan Allah.
Kepribadian syahadatain adalah kepribadian individu
yang didapat setelah mengucap dua kalimat syahadat, memahami hakikat ucapannya
serta menyadari akan segala konsekuansin persaksian tersebut.
2.
Kepribadian Mushalli
Mushallih adalah orang yang sholat. Shalat
secara etimologi berarti memohon (do’a) dengan baik, yaitu permohonan
keselamatan kesejahteraan dan perdamaian hidup di dunia dan akhirat kepada
Allah SWT.
Kepribadian Mushalli adalah kepribadian individu yang
didapat setelah melaksanakan shalat dengan baik, konsisten, tertib, dan
khusyu’, sehingga dia mendapat hikmah dari apa yang dikerjakannya (shalat).
Jika shalatnya baik, maka seluruh perilakunya dianggap baik, tetapi jika
shalatnya buruk, maka perilakunya dianggap buruk pula. Karena, shalat merupakan
amalan yang di hisab atau di hitung di akhirat kelak nanti.
3.
Kepribadian Shaim
Shaim adalah orang yang berpuasa. Puasa secara
etimologi berarti menahan (Al-Imsak) terhadap sesuatu, baik yang bersifat
materi maupun non-materi. Dan menurut istilah, puasa adalah menahan diri di
waktu siang hari dari segala yang membatalkan yang dilakukan, seperti; makan,
minum, dan hubungan seksual dengan niat dimulai dari terbitnya fajar sampai
terbenamnya matahari.
Keprbadian Shalim adalah kepribadian individu yang
didapat setelah melaksanakan puasa dengan penuh keimanan dan ketaqwaan,
sehingga ia dapat mengendalikan diri dengan baik.
4.
Kepribadian Muzzaki
Muzzaki adalah orang yang telah membayar
zakat. Zakat secara etimologi berarti berkembang (El-namw) dan bertambah
(Al-ziyadah), baik secara kuantitas maupun kualitas (keberkahan). Orang yang
membayar zakat, hartanya cenderung bertambah bukan semakin berkurang. Menurut
istilah, zakat adalah mengeluarkan sebagian harta kepada orang yang berhak
menerimanya ketika telah mencapai batas (nisab).
Kepribadian Muzzaki adalah kepribadian individu yang
setelah membayar zakat dengan penuh keikhlasan, sehingga ia mendapatkan hikmah
dari apa yang telah dilakukannya.
5.
Kepribadian Haji
Haji adalah orang yang telah melaksanakan haji. Haji
secara etimologi berarti menyengaja (Al-Qashd) pada sesuatu yang diagungkan.
Menurut istilah, haji adalah menyengaja pergi ke Baitullah (ka’bah) untuk
melaksanakan syarat (Islam, baligh, berakal, merdeka, dan mampu), rukun (niat
ihram dari miqat, wuquf di Arafah, tawaf ifadhah, sa’i, cukur dan tertib) dan
wajibnya (ihram di miqat, menginap di Muzdhaliffah, menginap di Mina,
melontarkan jumrah, dan tawaf wada’) pada bulan yang ditentukan (Syawal, Dzul
Qaidah dan Dzul Hijjah)
Kepribadian haji adalah kepribadian individu yang
didapat setelah melaksanakan haji yang semata-mata karena Allah SWT, sehingga
ia mendapatkan hikmah dari apa yang telah dilakukannya (haji).[6]
DAFTAR
PUSTAKA
Ismail Nawawi, Pendidikan Agama
Islam – Isu-isu Pengembangan Kepribadian dan Pembentukan Karakter Muslim Kaffah
(Jakarta: Press Jakarta), 2013.
Abdul Mujib, Kepribadian dalam
Psikologi Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), 2006
Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama
(Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1995).
Saeful fachri, “Membentuk Kepribadian Islam”, di akses pada tanggal 05 Januari
2012 dalam http://dakwahkampus.com/pemikiran/pendidikan/1444-pendidikan-islam-membentuk-kepribadian-islam.html.
[1] Ismail
Nawawi, Pendidikan Agama Islam – Isu-isu Pengembangan Kepribadian dan
Pembentukan Karakter Muslim Kaffah (Jakarta: Press Jakarta), hal. 495-496
[2] Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1995) hal.
52-56
[3] Ismail Nawawi, Pendidikan
Agama Islam – Isu-isu Pengembangan Kepribadian dan Pembentukan Karakter Muslim
Kaffah (Jakarta: Press Jakarta), hal. 499-500
[4]
Saeful fachri, “Membentuk Kepribadian Islam”, di akses pada tanggal 05 Januari
2012 dalam http://dakwahkampus.com/pemikiran/pendidikan/1444-pendidikan-islam-membentuk-kepribadian-islam.html.
[5] [5] Ismail
Nawawi, Pendidikan Agama Islam – Isu-isu Pengembangan Kepribadian dan
Pembentukan Karakter Muslim Kaffah (Jakarta: Press Jakarta), hal. 507-513
[6] Abdul Mujib, Kepribadian
dalam Psikologi Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), hal. 250-295
0 komentar:
Posting Komentar