Minggu, 15 Juni 2014

Langkah Langkah Bimbingan Konseling

Standard
"Langkah Langkah Bimbingan Konseling"

BAB II
PEMBAHASAN
       A.    Langkah – Langkah Bimbingan Konseling Sosial
Bimbingan belajar adalah layanan yang dasarnya berjalan sistematis dan terencana, artinya layanan yang diberikan harus direncanakan dengan baik dan dilaksanakan dengan metode yang ilmiah, tepat, ada kesegajaan dan penuh tanggung jawab. Ada tahap – tahapan yang mesti dilalui untuk samapai pada pencapaian konseling sebaiknya konselor memperoleh data mengenai diri klien melalui wawancara pendahuluan (intake interview).[1]
Didalam memberikan layanan bimbingan hendaknya konselor benar – benar memahami permasalahan, kebutuhan siswa, memiliki endekatan yang tepat, menggunakan media dan sarana yang tepat, serta memahami langkah – langkah layanan bimbingan belajar.[2] Brammer, Abrego & Shostrom (dikutip dari lesmana, 2005) memberikan beberapa lankah yang harus dilakukan dalam melaksanakan bimbingan konseling diantaranya adalah:

        1.      Membangun Hubungan
Membangun hubungan dijadikan langkah pertama dalam konseling, karena klien dan konselor harus saling mengenal dan menjalin kedekatan emosional sebelum sampai pada pemecahan masalahnya. Pada tahan ini hubungan terapeutis sangat diperlukan  untuk membangun hubungan yang positif, berdasarkan rasa saling percaya, kerbukaan dan kejujuran berekspresi. Selain itu, konselor juga harus menyadari bahwa membangun kepercayaan klien terhadap konselor tidaklah muda tanpa adanya kepercayaan, dan klien tidak akan membuka dirinya pada konselor. Oleh karena itu, seorang konselor harus menunjukkan bahwa ia dapat dipercaya dan kompeten menangani masalah klien. Dan yang mana membina hubungan koseling itu sangatlah penting.[3] Menurut Willis hubungan konseling harus terbentuk a working relationship yaitu yang berfungsi, bermakna, dan berguna. Konselor saling terbuka satu sama lain tanpa ada kepura – puraan.
Dengan demikian sasaran kedua untuk menentukan sejauh mana klien mengenali kebutuhannya untuk mendapatkan bantuan dan kesediaannya melakukan komitmen. Konseling tidak akan berhasil dengan tanpa adanya komitmen dari klien. Proses konseling pada hakekatnya adalah proses perubahan, dimana untuk teradinya perubahan biasanya disertai dengan sesuatu yang menyakitkan.
Komunikasi diantara individu yang ada dalam suatu hubungan untuk membangun harus menunjukkan penerimaan dan respek, bahwa klien adalah welcome. Komunikasi melibatkan tindakan untuk mendengarkan. Dalam konseling kemampuan konselor untuk mendengarkan kliennya dengan memperhatikan apa yang disampaikan melalui kata – kata, tetapi juga memperhatikan bahasa tubuh, nada, suara, ekspresi wajah,gerakan dll. Kemudia konselor harus bisa menggabungkan kedua pesan yang disampaikan melalui bahasa verbal dan nonverbal ini supaya samapi pada suatu pemahaman dan pengertian yang akurat tentang pesan apa yang ingin disampaikan oleh klien.
Menurut MckY, Davis dan Fanning (1992) keterampilan mendengarkan adalah kemampuan dasar yang essensial untuk membuat dan mempertahankan hubungan. Bila seseoran merupakan pendengar yang baik, maka orang akan menarik kepadanya. Mereka juga mengatakan bahwa mendengarkan itu sekaligus komitmen dan komplimen.

        2.      Identifikasi dan Penilaian Masalah
Identifikasi masalah yaitu langkah untuk mengetahui kasus, tanda – tanda atau gelaja yang nampak.[4] Pada langkah ini konselor mengidentifikasi masalah belajar seperti: sering terlambat masuk kelas (tidak disiplin), sering bolos sekolah, sering mengganggu teman dalam belajar (suka usil), sulit berkonsentrasi dalam belajar, prestasi belajar terus menurun, merokok secara sembunyi – sembunyi (ketagihan rokok), dikucilkan dari pergaulan teman – teman di sekolah dll.[5]
Penilaian masalah atau bisa juga disebut Diagnosia. Diagnosa adalah suatu langkah untuk menentapkan masalah yang dihadapi serta latar belakangnya. Kegiatan yang terpenting dalam langkah ini adalah mengumpulkan data. Dalam hal ini memerlukan penelitian yang mendalam, sehingga diperoleh berbagai informasi atau keterangan, yang diperoleh dari berbagai sumbar dan menggunakan berbagai metode. Pada dasarnya data dikumpulan menyeluruh seperti: identitas siswa, latar belakang kelaurga, hubungan sosial, lingkungan hidup, prestasi belajarnya, aspek psikologinya, aspek jasmaninya, emosi dan keagamaan. Beberapa metode pengumpula data yaitu:
a.       Interview (wawancara).
b.      Observasi.
c.       Angket, memberikan pertanyaan atau penyataan kepada responden dengan cara tertulis.
d.      Sosiometri.
e.       Pemeriksaan fisik dan kesehatan
f.       Tes psikologi, biografi, dokumentasi dan studi kasus.

      3.      Memfasilitasi Perubahan Terapeutis
Langkah berikutnya adalah konselor mulai memikirkan alternatif pendekatan dan strategi yang akan digunakan agar sesuai dengan masalah klien. Ada beberapa stragedi yang dikemukakan oleh Willis (2009) untuk dipertimbangkan dalam konseling:
a.     Mengomunikasikan nilai – nilai inti agar klien selalu jujur dan terbuka sehingga dapat menggali lebih dalam masalahnya.
b.   Menantang klien untuk mencari rencana dan strategi baru melalui berbagai aternatif. Hal ini membuatnya termotivasi untuk meningkatkan dirinya sendiri.
Setelah alternatif da strategi disusun dengan matang, maka langsungkah selanjutnya adalah melakukan intervensi pada klien. Dalam hal ini, konselor harus mengevaluasi terus – menerus apakah ada kemauan dalam proses konseling, atau malah menyadari bahwa intervensi yang digunakan tidak tepat sehingga harus dicari kembali alternatif dan strategi yang baru.
Pada langkah inilah terlihat dengan jelas bagaimana proses konseling berjalan. Apakah terjadi perubahan strategi atau alternatif yang telah disusun? Sudah tepat atau malah tidak sesuai? Proses konseling berjalan terus – menerus pada akhirnya sampai kepada pemecahan masalah.


       4.      Evaluasi dan Terminasi
Langkah keempat ini adalah langkah terakhir dalam proses konseling secara umum. Evaluasi terhadap hasil konseling akan dilakukan secara keseluruhan. Yang menjadi ukuran keberhasilan konseling akan tamapk pada kemajuan tingkah laku klien yang berkembang ke arah yang lebih positif. Pertanyaan yang penting mencakup: Apakah hubungan ini telah memberi kemajuan pada diri klien? Sejauh mana membantu? Bila tidak, mengapa hal itu terjadi? Apakah semua sasaran strategi telah tercapai? Dan sebagainya.
Menurut Willis (2009) pada langkah terakhir sebuah proses konseling akan ditandai pada beberapa hal:
a.       Menurutnya tingkat kecemasan klien.
b.      Adanya rencana perubahan perilaku klien ke arah yang lebih positif, sehat dan dinamis.
c.       Adanya rencana hidup di masa mendatang dengan program yang jelas.
d.      Terjadinya perubahan sikap positif. Hal ini ditandai dengan klien sudah mapu berpikir realitas dan percaya diri.
Selain hal itu, Willis (2009) juga menambahkan bhawa tjuan yang ingin dicapai dalam langkah terakhir proses konseling adalah:
a.       Membuat keputusan untuk mengubah sikap menjadi lebih terarah dan positif.
b.      Terjadinya transfer of learning pada diri klien, artinya klien mengambil makna dari hubungan konseling yang telah dijalani.
c.       Melaksanakan perubahan perilaku.
d.      Mengakhiri hubungan konseling.
Selanjutnya, Stewart menyusun langkah – langkah konseling yang dikenal sebagai “Stewart model” yang terdiri atas enam tahap, yaitu :
a.      Penentuan Tujuan Konseling
Dalam hal ini konselor harus peka terhadap tujuan yang ingin disampaikan klien. Dalam tahap ini juga seorang konselor itu harus bertindak sebagai pendengar yang aktif dan berusaha untuk menyakinkan klien bahwa dirinya akan mampu keluar dari permasalahan yang dihadapinya. 
b.      Perumusan Konseling
Dalam tahap ini seorang konselor dan klien harus sama – sama menjalin kesepakatan baik tertulis maupun tidak tertulis tentang apa – apa saja yang boleh atau tidak boleh dilakukan.
c.       Pemahaman Kebutuhan Klien
Dalam tahap ini, masalah klien mulai diperjelas dan dicari kebutuhan apa yang hilang dan ingin dipenuhi klien. Seorang konselor dapat memperhatikan tanggapan klein terhadap kesulitan yang dihadapinya. Perasaan empati juga perlu ditunjukkan oeh klein agar klein merasa dimengerti dan tidak merasa dikucilkan kerena masalah yang dimilikinya.
d.      Penjajakan Berbagai Alternatif
Selanjutnya, seorang konselor mulai memikirkan rencana dan strategi yang akan digunakan untuk memecahkan masalah klien. Yang harus diingat disini adalah bawasannya seorang konselor itu adalah selain membantu klien mencari alternatif pendekatan yangs esuai dengan klien, konselor disini juga harus mengembangkan minat klien untuk mencari alternatif lain dalam pemecahan masalahnya. Klien diajak untuk memprediksi akibat – akibat dari setiap rencana yang diambil beserta risiko yang harus diterima klien.
e.       Perencanaan Suatu Tindakan
Dalam hal ini memulai tindakan. Artinya bahwa klien cenderung lebih mudah menjalani rencana yang dipilihnya sendiri, atau bila berasa dari konselor, klien tetap menentukan rencaa mana yang harus dijalankan terlebih dahulu. Dalam hal ini konselor bertugas mengamati dan melakukan penilaian terhadap tindakan yang dilakukan klien untuk melihat tujuan konseling telah terlaksana atau tidak. Setelah itu, klien diminta merumuskan kembali pengalaman – pengalamannya selama menjalankan rencana. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah klien telah tumbuh pemahaman baru sesuai rencana konseling atau tidak. Dalam hal ini dapat diketahui sejauh mana tingkat keberhasilan konseling.
f.       Penghentian Masa Konseling
Ini adalah langkah terakhir. Penghentian konseling dapat dilakukan sementara dimana klien masih dapat berhubungan dengan konselor, atau konseling dihentikan karena tujuan konseling telah tercapai dan kebutuhan klien telah terpenuhi. Adapun beberapa fungsi dari penghentian konseling yang dikemukakan Ward yaitu:
a)      Memeriksakesiapan klein dalam menghadapi berakhirnya konseling.
b)   Mengatasi bersama afeksi yang tersisa dan membicarakan hal – ahal penting dan intensif dalam hubungan konselor klien.
c)   Meningkatkan kepercayaan diri klien untuk mempertahankan perubahan yang telah dperoleh selama menjalani konseling.

  
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Namora Lumongga Lubis, M.Sc. 2011. Memahami Dasar – Dasar Konseling dalam Teori dan Praktik. Edisi  1 Jakarta: KENCANA Prenada Media Group.
Dewa Ketut Sukardi. 2002. Pengantar Pelaksanaan Program Bibingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Dra. Faizah Noer Laela. M.Si. 2014. Bimbingan Konseling Sosial. Surabaya: UIN Sunan Ampel Press.
Djumhur dan Drs. Moh. Surya. 1994. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung: CV. ILMU.
Tohirin. 2007. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Intergrasi). Jakarta: Raja Grafindo Persada.



[1] Dr. Namora Lumongga Lubis, M.Sc. Memahami Dasar – Dasar Konseling dalam Teori dan Praktik. Edisi 1. (Jakarta: KENCANA Prenada Media Group). Hal 83.
[2] Dewa Ketut Sukardi. Pengantar Pelaksanaan Program Bibingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
[3] Dra. Faizah Noer Laela. M.Si. Bimbingan Konseling Sosial. (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014). Hal 99.
[4] Djumhur dan Drs. Moh. Surya. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. (Bandung: CV. ILMU,1994).
[5] Tohirin. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Intergrasi). (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007). Hal 301-302.

0 komentar:

Posting Komentar