"Langkah Langkah Bimbingan Konseling"
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Langkah
– Langkah Bimbingan Konseling Sosial
Bimbingan
belajar adalah layanan yang dasarnya berjalan sistematis dan terencana, artinya
layanan yang diberikan harus direncanakan dengan baik dan dilaksanakan dengan
metode yang ilmiah, tepat, ada kesegajaan dan penuh tanggung jawab. Ada tahap –
tahapan yang mesti dilalui untuk samapai pada pencapaian konseling sebaiknya
konselor memperoleh data mengenai diri klien melalui wawancara pendahuluan
(intake interview).[1]
Didalam
memberikan layanan bimbingan hendaknya konselor benar – benar memahami
permasalahan, kebutuhan siswa, memiliki endekatan yang tepat, menggunakan media
dan sarana yang tepat, serta memahami langkah – langkah layanan bimbingan
belajar.[2]
Brammer, Abrego & Shostrom (dikutip dari lesmana, 2005) memberikan beberapa
lankah yang harus dilakukan dalam melaksanakan bimbingan konseling diantaranya
adalah:
1.
Membangun
Hubungan
Membangun
hubungan dijadikan langkah pertama dalam konseling, karena klien dan konselor
harus saling mengenal dan menjalin kedekatan emosional sebelum sampai pada
pemecahan masalahnya. Pada tahan ini hubungan terapeutis sangat diperlukan untuk membangun hubungan yang positif,
berdasarkan rasa saling percaya, kerbukaan dan kejujuran berekspresi. Selain
itu, konselor juga harus menyadari bahwa membangun kepercayaan klien terhadap
konselor tidaklah muda tanpa adanya kepercayaan, dan klien tidak akan membuka
dirinya pada konselor. Oleh karena itu, seorang konselor harus menunjukkan
bahwa ia dapat dipercaya dan kompeten menangani masalah klien. Dan yang mana
membina hubungan koseling itu sangatlah penting.[3] Menurut
Willis hubungan konseling harus terbentuk a working relationship yaitu yang
berfungsi, bermakna, dan berguna. Konselor saling terbuka satu sama lain tanpa
ada kepura – puraan.
Dengan
demikian sasaran kedua untuk menentukan sejauh mana klien mengenali
kebutuhannya untuk mendapatkan bantuan dan kesediaannya melakukan komitmen.
Konseling tidak akan berhasil dengan tanpa adanya komitmen dari klien. Proses
konseling pada hakekatnya adalah proses perubahan, dimana untuk teradinya
perubahan biasanya disertai dengan sesuatu yang menyakitkan.
Komunikasi
diantara individu yang ada dalam suatu hubungan untuk membangun harus
menunjukkan penerimaan dan respek, bahwa klien adalah welcome. Komunikasi
melibatkan tindakan untuk mendengarkan. Dalam konseling kemampuan konselor
untuk mendengarkan kliennya dengan memperhatikan apa yang disampaikan melalui
kata – kata, tetapi juga memperhatikan bahasa tubuh, nada, suara, ekspresi
wajah,gerakan dll. Kemudia konselor harus bisa menggabungkan kedua pesan yang
disampaikan melalui bahasa verbal dan nonverbal ini supaya samapi pada suatu
pemahaman dan pengertian yang akurat tentang pesan apa yang ingin disampaikan
oleh klien.
Menurut
MckY, Davis dan Fanning (1992) keterampilan mendengarkan adalah kemampuan dasar
yang essensial untuk membuat dan mempertahankan hubungan. Bila seseoran
merupakan pendengar yang baik, maka orang akan menarik kepadanya. Mereka juga
mengatakan bahwa mendengarkan itu sekaligus komitmen dan komplimen.
2.
Identifikasi
dan Penilaian Masalah
Identifikasi
masalah yaitu langkah untuk mengetahui kasus, tanda – tanda atau gelaja yang
nampak.[4]
Pada langkah ini konselor mengidentifikasi masalah belajar seperti: sering
terlambat masuk kelas (tidak disiplin), sering bolos sekolah, sering mengganggu
teman dalam belajar (suka usil), sulit berkonsentrasi dalam belajar, prestasi
belajar terus menurun, merokok secara sembunyi – sembunyi (ketagihan rokok),
dikucilkan dari pergaulan teman – teman di sekolah dll.[5]
Penilaian
masalah atau bisa juga disebut Diagnosia. Diagnosa adalah suatu langkah untuk
menentapkan masalah yang dihadapi serta latar belakangnya. Kegiatan yang
terpenting dalam langkah ini adalah mengumpulkan data. Dalam hal ini memerlukan
penelitian yang mendalam, sehingga diperoleh berbagai informasi atau
keterangan, yang diperoleh dari berbagai sumbar dan menggunakan berbagai
metode. Pada dasarnya data dikumpulan menyeluruh seperti: identitas siswa,
latar belakang kelaurga, hubungan sosial, lingkungan hidup, prestasi
belajarnya, aspek psikologinya, aspek jasmaninya, emosi dan keagamaan. Beberapa
metode pengumpula data yaitu:
a.
Interview
(wawancara).
b.
Observasi.
c.
Angket,
memberikan pertanyaan atau penyataan kepada responden dengan cara tertulis.
d.
Sosiometri.
e.
Pemeriksaan
fisik dan kesehatan
f.
Tes
psikologi, biografi, dokumentasi dan studi kasus.
3.
Memfasilitasi
Perubahan Terapeutis
Langkah
berikutnya adalah konselor mulai memikirkan alternatif pendekatan dan strategi yang
akan digunakan agar sesuai dengan masalah klien. Ada beberapa stragedi yang
dikemukakan oleh Willis (2009) untuk dipertimbangkan dalam konseling:
a. Mengomunikasikan
nilai – nilai inti agar klien selalu jujur dan terbuka sehingga dapat menggali
lebih dalam masalahnya.
b. Menantang
klien untuk mencari rencana dan strategi baru melalui berbagai aternatif. Hal
ini membuatnya termotivasi untuk meningkatkan dirinya sendiri.
Setelah alternatif da strategi disusun dengan matang, maka
langsungkah selanjutnya adalah melakukan intervensi pada klien. Dalam hal ini,
konselor harus mengevaluasi terus – menerus apakah ada kemauan dalam proses konseling,
atau malah menyadari bahwa intervensi yang digunakan tidak tepat sehingga harus
dicari kembali alternatif dan strategi yang baru.
Pada langkah inilah terlihat dengan jelas bagaimana proses
konseling berjalan. Apakah terjadi perubahan strategi atau alternatif yang
telah disusun? Sudah tepat atau malah tidak sesuai? Proses konseling berjalan
terus – menerus pada akhirnya sampai kepada pemecahan masalah.
4.
Evaluasi
dan Terminasi
Langkah
keempat ini adalah langkah terakhir dalam proses konseling secara umum.
Evaluasi terhadap hasil konseling akan dilakukan secara keseluruhan. Yang
menjadi ukuran keberhasilan konseling akan tamapk pada kemajuan tingkah laku
klien yang berkembang ke arah yang lebih positif. Pertanyaan yang penting
mencakup: Apakah hubungan ini telah memberi kemajuan pada diri klien? Sejauh mana
membantu? Bila tidak, mengapa hal itu terjadi? Apakah semua sasaran strategi
telah tercapai? Dan sebagainya.
Menurut
Willis (2009) pada langkah terakhir sebuah proses konseling akan ditandai pada
beberapa hal:
a.
Menurutnya
tingkat kecemasan klien.
b.
Adanya
rencana perubahan perilaku klien ke arah yang lebih positif, sehat dan dinamis.
c.
Adanya
rencana hidup di masa mendatang dengan program yang jelas.
d.
Terjadinya
perubahan sikap positif. Hal ini ditandai dengan klien sudah mapu berpikir
realitas dan percaya diri.
Selain hal itu, Willis (2009) juga menambahkan bhawa tjuan yang
ingin dicapai dalam langkah terakhir proses konseling adalah:
a.
Membuat
keputusan untuk mengubah sikap menjadi lebih terarah dan positif.
b.
Terjadinya
transfer of learning pada diri klien, artinya klien mengambil makna dari
hubungan konseling yang telah dijalani.
c.
Melaksanakan
perubahan perilaku.
d.
Mengakhiri
hubungan konseling.
Selanjutnya, Stewart menyusun langkah – langkah konseling yang
dikenal sebagai “Stewart model” yang terdiri atas enam tahap, yaitu :
a.
Penentuan
Tujuan Konseling
Dalam
hal ini konselor harus peka terhadap tujuan yang ingin disampaikan klien. Dalam
tahap ini juga seorang konselor itu harus bertindak sebagai pendengar yang
aktif dan berusaha untuk menyakinkan klien bahwa dirinya akan mampu keluar dari
permasalahan yang dihadapinya.
b.
Perumusan
Konseling
Dalam
tahap ini seorang konselor dan klien harus sama – sama menjalin kesepakatan baik
tertulis maupun tidak tertulis tentang apa – apa saja yang boleh atau tidak boleh
dilakukan.
c.
Pemahaman
Kebutuhan Klien
Dalam
tahap ini, masalah klien mulai diperjelas dan dicari kebutuhan apa yang hilang
dan ingin dipenuhi klien. Seorang konselor dapat memperhatikan tanggapan klein
terhadap kesulitan yang dihadapinya. Perasaan empati juga perlu ditunjukkan oeh
klein agar klein merasa dimengerti dan tidak merasa dikucilkan kerena masalah
yang dimilikinya.
d.
Penjajakan
Berbagai Alternatif
Selanjutnya,
seorang konselor mulai memikirkan rencana dan strategi yang akan digunakan
untuk memecahkan masalah klien. Yang harus diingat disini adalah bawasannya
seorang konselor itu adalah selain membantu klien mencari alternatif pendekatan
yangs esuai dengan klien, konselor disini juga harus mengembangkan minat klien
untuk mencari alternatif lain dalam pemecahan masalahnya. Klien diajak untuk
memprediksi akibat – akibat dari setiap rencana yang diambil beserta risiko
yang harus diterima klien.
e.
Perencanaan
Suatu Tindakan
Dalam
hal ini memulai tindakan. Artinya bahwa klien cenderung lebih mudah menjalani
rencana yang dipilihnya sendiri, atau bila berasa dari konselor, klien tetap
menentukan rencaa mana yang harus dijalankan terlebih dahulu. Dalam hal ini
konselor bertugas mengamati dan melakukan penilaian terhadap tindakan yang
dilakukan klien untuk melihat tujuan konseling telah terlaksana atau tidak.
Setelah itu, klien diminta merumuskan kembali pengalaman – pengalamannya selama
menjalankan rencana. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah klien telah
tumbuh pemahaman baru sesuai rencana konseling atau tidak. Dalam hal ini dapat
diketahui sejauh mana tingkat keberhasilan konseling.
f.
Penghentian
Masa Konseling
Ini
adalah langkah terakhir. Penghentian konseling dapat dilakukan sementara dimana
klien masih dapat berhubungan dengan konselor, atau konseling dihentikan karena
tujuan konseling telah tercapai dan kebutuhan klien telah terpenuhi. Adapun
beberapa fungsi dari penghentian konseling yang dikemukakan Ward yaitu:
a)
Memeriksakesiapan
klein dalam menghadapi berakhirnya konseling.
b) Mengatasi
bersama afeksi yang tersisa dan membicarakan hal – ahal penting dan intensif
dalam hubungan konselor klien.
c) Meningkatkan
kepercayaan diri klien untuk mempertahankan perubahan yang telah dperoleh
selama menjalani konseling.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Namora Lumongga Lubis, M.Sc. 2011. Memahami Dasar – Dasar
Konseling dalam Teori dan Praktik. Edisi
1 Jakarta: KENCANA Prenada Media Group.
Dewa Ketut Sukardi. 2002. Pengantar Pelaksanaan Program Bibingan
dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Dra. Faizah Noer Laela. M.Si. 2014. Bimbingan Konseling Sosial.
Surabaya: UIN Sunan Ampel Press.
Djumhur dan Drs. Moh. Surya. 1994. Bimbingan dan Penyuluhan di
Sekolah. Bandung: CV. ILMU.
Tohirin.
2007. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Intergrasi).
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
[1] Dr. Namora Lumongga Lubis, M.Sc. Memahami Dasar – Dasar Konseling
dalam Teori dan Praktik. Edisi 1. (Jakarta: KENCANA Prenada Media Group). Hal
83.
[2] Dewa Ketut
Sukardi. Pengantar Pelaksanaan Program Bibingan dan Konseling di Sekolah.
Jakarta: Rineka Cipta.
[3] Dra. Faizah
Noer Laela. M.Si. Bimbingan Konseling Sosial. (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press,
2014). Hal 99.
[4] Djumhur dan
Drs. Moh. Surya. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. (Bandung: CV. ILMU,1994).
[5] Tohirin.
Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Intergrasi).
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007). Hal 301-302.
0 komentar:
Posting Komentar