Teori Konseling "Analisis
Transaksional"
Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“TEORI
KONSELING”
Pembimbing :
Mohammad Thohir,
M.Pd.I
Disusun Oleh
:
Ahmad Faizin B03212003
Ahmad
Fatihuddin B03212018
Dyah Ekawati
Putri B53212090
M.Rifqi Faisal B03212019
Bagus Putra Budiarto B73212098
Izza Riatna
Ach. Kholil
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM C1
UNIVERSITAS`
ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2014
- Hakikat manusia menurut analisis transaksional
Analisis
transaksional berakar pada filsafat antideterministik. Banyak pengungkapan yang
menegaskan arti dari filsafat antideterminitik
Pertama
yang dimaksud dengan filsafat antideteminisktik adalah bahwa manusia selaku makhluk rohaniah memiliki kehendak bebas.[1]
Dengan kata lain manusia
dapat memilih kehendaknya dengan bebas. Kehendak bebas bisa kita contohkan
sebagai berikut, adakah bila kakek dan nenek adalah para pejuang yang
memperjuangkan Negara dengan cara aktif sebagai militer dan si individu
tersebut mengingkan hal yang sama seperti apa yang dilakukan oleh kakek
neneknya individu tersebut tak perlu jadi militer untuk memperjuanngkan negera
tersebut, sebab selain jadi militer masih banyak cara untuk melakukan hal tersebut
seperti menjadi politikus atau aktivis dan masih banyak lagi dan si individu
tersebut berhak memilih dengan bebas dengan cara apa dia akan mempertahankan
negaranya.
Adapun yang memaknai
filsafat antideterministik tersebut dengan makna lain yaitu, “penempatan
kepercayaan pada kapasitas individu untuk meningkatkan kebiasaan dan memilih
tujuan tingkah laku baru.[2]”
Filsafat Antideterminisme
juga dapat dilihat pada Herbert Blumer. Menurut Blumer. Yang menegaskan ,
manusia bukan semata-mata organisme yang bergerak di bawah pengaruh stimulus,
baik dari dalam maupun dari luar, melainkan organisme yang sadar akan
dirinya. Manusia mampu memandang diri
sendiri sebagai obyek pikirannya sendiri dan berinteraksi dengan diri sendiri
untuk mempermasalahkan, mempertimbangkan, menguraikan, dan menilai hal-hal
tertentu yang telah ditarik ke dalam kesadarannya; dan akhirnya merencanakan
serta mengorganisasikan tindakannya.
Blumer menyebut hal ini sebagai: konsep
diri.[3]
Dalam analisis transaksional
yang lain pula memandang bahwa manusia memiliki potensi memilih keputusan yang
dibuat dan dapat diputuskan berulang-ulang. [4]
disamping itu Analisis Transaksional juga berpijak pada asumsi-asumsi bahwa manusia
sanggup memahami putusan-putusan masa lampaunya dan bahwa manusia mampu memilih
untuk memutuskan berulang-ulang keputusannya. [5]
Pandangan
analisis transaksional yang lain tentang hakekat manusia adalah pada dasarnya
manusia mempunyai keinginan atau dorongan – dorongan untuk memperoleh sentuhan
atau “stroke”. Sentuhan ini ada yang bersifat jasmaniah dan rohaniah serta yang
berbentuk verbal dan fisik. Yang menjadi keperibadian seseorang ialah bagaimana
individu memperoleh sentuhan melalaui transaksi.[6]
Dari
beberapa ungkapan diatas dapat disimpulkan bahwa manusia menurut pandangan
analisis transaksional yang berakar dari
fislsafat antidetermenistik adalah manusia itu mempunyai hak memilih dan tidak
tergantung pada masa lalu, meskipun masa lalu yang menentukan posisi hidup yang
tidak bisa dihapus dari kehidupannya dan dalam memlih hidup manusia bisa
mengulang-ulang pilihannya sampai pilihannya ini tepat bagi kehidupannya.
- Sejarah Analisi Transaksional
Eric
Berne (1910-1970) yang mengembangkan teori analisis transaksional. Sebelum
berne turun untuk mengembangkan teori ini. Berne sebelumnya pernah bekerja di
departemen peperangan yang mana pada saat itu berne meneruskan program
konseling kelompok yang telah berjalan disana. Pekerjaan berne menjadi konselor
kelompok membuatnya bereksperimen dengan pekerjaan sebagai konselor dalam konseling
kelompok. Berne bekerja sebagai konselor konseling kelompok selama 3 tahun
antara tahun 1943-1946. Setelah itu berne mencoba membuka praktik psikiatri di
Carmel, California. Pembukaan psikiatri tersebut membuat berne menyimpulkan
tentang struktur dan fungsi kepribadian yang berbeda dengan sebagaian
psikiatris pada zamannya yang tepatnya pada tahun 1950-an. Kesimpulan berne
tersebut berasumsi dari konseli-konseli / klien-klien dari hasil observasinya.
Pada usia 46 tahun berne mengunduran diri sebagai anggota the Psychoanalytic
Institute. Yang kemudian dia mengembangkan teori dan mulai praktek dengan
Analisis Transaksional. Dan pada tahun 1946 berne menerbitkan buku yang
berjudul “Games People Day” yang menjadi best seller internasional.[7]
Dusay
dan Dusay (1984) mengidentifikasi 4 tahap perkembangan analisis transaksional
Tahap
Pertama (1955-1962)
Pada
tahap ini Eric Berne mengidentifikasi ego terdiri dari orang tua(parent),
dewasa (adult), dan anak-anak(child). Ketiga keadaan ego tersebut oleh berne dinamai
Ego State yang mana hal terebut memberikan prespektif berpikir, merasa, dan
bertingkahlaku.
Tahap
Kedua (1962-1966)
Pada
tahap ini Berne lebih mononjolkan aspek transaksi dan games. Pada tahap ini,
analisis transaksional lebih popular sebab penggunaan katadirektif dalam
pendekatana dan permainan games dalam pendekatan ini secara langsung bisa dapat
diketahui. Dan pada tahap ini analisis transaksional lebih dikenal dengan
pendekatan kognitif dan hanya sedikit menyentuh aspek afektif.
- Perkembangan Kepribadian Yang Sehat
Ciri-ciri
kepribadian yang sehat menurut Hansen (dalam Taufik, 2009;111) adalah:
1) Individu dapat menampilkan ego
statenya secara luwes sesuai dengan tempat ia berada.
2) Individu berusaha menemukan naskah
hidupnya secara bebas serta memungkinkan pula ia memperoleh sentuhan secara bebas pula.
3) Memilih posisi hidup revolusioner,
saya OK kamu Ok.
4) Ego statenya bersifat fleksibel
tidak kaku dan tidak pul cair.
- Perkembangan Kepribadian Yang Abnormal
Masih dalam buku sumber yang sama
cirri kepribadian yang abnormal ialah:
1)
Kecendrungan
untuk memilih posisi devolusioner, obvolusioner dan pada dirinya ada unsure
tidak Ok.
2)
Kecenderungan
untuk menggunakan ego state yang tunggal.
3)
Ego
state yang ditampilkannya terlalu cair.
4)
Ego
statenya tercemar. [8]
E. Fungsi dan Peran Konselor dalam Teori Analisis
Transaksional
Konseling analisis transaksional didesain untuk mendapatkan insight emosional
dan intelektual, tetapi fokus pada bagian rasional. Hal ini berimplikasi pada
peran konselor dalam proses konseling yang lebih banyak didaktik dan fokus pada
pemikiran konseli. Menurut Harris (1967) peran konselor adalah sebagai guru,
pelatih dan penyelamat dengan terlibat secara penuh dengan konseli.
Sebagai guru, konselor menjelaskan
teknik-teknik seperti analisis struktur (structural analysis), analisis
transaksi (transacsional analysis), analisis naskah hidup (script
analysis), dan analisis game (game analysis). Konselor juga membantu
konseli menemukan kondisi-kondisi yang tidak menguntungkan di masa lalu dan
mengembangkan strategi untuk mengatasinya.
Claude Steiner menekankan bahwa
penting hubungan yang egaliter antara konselor dan konseli. Konselor dan
konseli bekerja sebagain partner dalam konseling. Walaupun konselor memiliki
pengetahuan dan ketrerampilan konseling yang digunakan untuk membantu konseli,
pengetahuan dan keterampilan tersebut tidak akan efektif tanpa ada inisiatif
dari konseli (Corey, 1986, p. 157). Konselor membantu konseli menemukan
kekuatan internalnya untuk berubah dengan membuat keputusan yang sesuai
sekarang.[9]
Tugas konselor yang
menggunakan analisis transaksional adalah mengajar bahasa dan ide-ide sistem
untuk mendiagnosa transaksi dan membantu individu untuk hidup dalam ego state
dewasa dengan ego lainnya berfungsi secara tepat.
1. Fungsi Konselor:
a. Membantu klien menemukan kemampuan diri untuk mengubah
dengan membuat keputusan saat sekarang.
b. Membantu klien memperoleh alat yang digunakan untuk
mencapai perubahan.
c. Membantu klien untuk menggunakan semua status
egonya secara tepat.
d. Membantu memberikan informasi tentang pola-pola
interaksi sosial sesuai dengan berbagai keadaan diri (transaction).
e. Membantu menganalisis diri sendiri sehingga disadari
keadaan diri mana yang dominan dalam perilakunya.[10]
f. Menciptakan lingkungan yang memungkinkan klien dapat
membuat keputusan-keputusan baru dalam hidupnya dan keluar dari rencana
kehidupan yang menghambat perkembangannya.
2.
Peran Konselor :
a.
Sebagai
guru, memperjelas teknik analisis transaksional, rencana kehidupan dan
analisis rencana kehidupan, rencana analisis permainan.
b.
Sebagai pelatih, membantu
klien agar terampil melaksanakan hubungan antar pribadi dengan menggunakan
status ego yang tepat dan tidak salah menggunakan ego.[11]
c.
Sebagai
narasumber,membantu klien menemukan apa yang diperlukan.
d.
Sebagai fasilitator,Konselor menolong klien mendapatkan perangkat yg diperlukan, menyediakan
lingkungan yang menunjang untuk mencapai perubahan klien atau keseimbangan ego
state klien.
F. Teknik-Teknik Yang Digunakan Dalam Teori analisis
Transaksional
Tipe-tipe analisis :
Teori
analisis transaksional tentang manusia dan hubungan manusia di dapat dari
pengumpulan data melalui empat tipe analisis yaitu :
1. Analisis struktur (structural analysis)
Menurut
analisis transaksional, analisis struktural adalah melihat kepribadian individu
yang terdirir dari tiga ego state yaitu orang tua (parent), dewasa (adult), dan
anak-anak (child). Ego state mempresentasikan orang yang sebenarnya (real
respon) yang hidup sekarang, pernah hidup dan memiliki identitas pribadi.
Dengan demikian, konflik diantara mereka seringkali disebabkan karena ketidak
konsistenan dan fleksibilita dalam diri individu.
Analisis
struktur adalah alat yang digunakan individu untuk membantu individu menjadi
sadar atas isi dan fungsi ego statenya (orang tua, dewasa dan anak). Konseli
belajar mengidentifikasi ego state mereka. Analisis struktur membantu konseli
mengatasi bentuk ego state yang membuatnya terhambat dan membantu menemukan ego
state yang mendasari tingkah laku sehingga konseli dapat menentukan pilihan-pilihan
hidupya.
Dua
masalah dalam kepribadian yang dapat di pertimbangkan dalam analisis struktur
yaitu : pencemaran atau kontaminasi dan eksklusi. Kontaminasi terjadi ketika
isi dari satu ego state bercampur dengan ego state yang lain. Kontaminasi terjadi
bila ego state anak dan orang tua memasuki ego state dewasa sehingga mengganggu
kejernihan pikiran dan fungsi ego state dewasa.
Contoh :
Kontaminasi ego state orang tua
“jangan bergaul dengan orang yang
bukan berasal dari golongan kita”
“setiap orang selalu ingin mencari
keuntungan dari saya dan tidak ada seorangpun yang memperlakukan saya dengan
baik”
Kontaminasi ego state anak
“apa yang saya inginkan harus saya
dapat sekarang”
Pencemaran oleh ego orang tua secara
khas dimanifestasikan melalui gagasan-gagasan dan dan sikap-sikap prasangka.
Pencemaran oleh ego anak meyertakan persepsi-persepsi yang di distorsi tentang
kenyataan.
Sementara
eksklusi terjadi bila satu ego state memblokade ego state yang lain dan tidak
memperbolehkan perpindahan antara satu ego state dengan ego state yang lain.
Ego state anak yang mengeksklusi ego state orang tua dan dewasa bertindak tanpa
menggunakan suara hati, tidak berpikir , tidak bertanggung jawab dan bergantung
kepada orang lain. Ego state dewasa yang mengeksklusi ego state orang tua dan
ego state anak biasanya berikap objektif tapi seperti robot dn sedikit perasaan
dan tidak memiliki spontanitas.
Ego
orang tua yang konstan menyisihkan ego orang dewasa, dan ego anak bisa
ditemukan pada orang yang begitu terikat pada tugas dan berorientasi pada
pekerjaan, tetapi tugas dan pekerjaan itu tidak bisa dilaksanakannya. Orang
semacam ini bisa bersifat menghakimi, moralis, dan menuntut terhadap orang
lain. Dia sering bertindak dengan cara mendominasi dan otoriter.
2. Analisis transaksi (transactional analysis)
Traansaksi
di definisikan sebagai sebuah unit dalam komunikasi manusia atau sebagai
hubungan stimulus respon antara dua orang ego state. Analisis transaksi adalah
deskripsi dari apa yang dilakukan dan dikatakan oleh dirinya dan orang lain
(ktika pesan disampaikan dan respon diberikan). Analisis transaksional terdiri
dari tiga kategori :
1. Transaksi komplementer (complementary transaction),
oleh Berne di definisikan sebagai bentuk nyata hunbungan antar manusia yang
sehat (the natural order of healhty human relationship), ketika stimulus dan
respon datang dari ego state yang di inginkan. Transaksi ini terjadi ketika
pesan disampaikan dari satu ego state dan mendapatkan respon dari ego state
spesifik seperti yang dihrpkan dari orang lain. Contoh :
Sue : Billy, kamu
lihat buku saya?
Billy : ya. Ada di
loker kelas kamu. Biku itu tertinggal ketika kamu dengan terburu-buru segera
meninggalkan kelas.
2. Transaksi bersilang (crossed transaction), terjadi
ketika pesan disampaikan dari satu ego state dan mendapatkan respon dari ego state yang tidak di harapkan. Contoh
:
Sue : “Billy, kamu mau tidak membantu aku mencari sepeda?”
Billy : “kamu tidak lihat, saya sedang nonton acara TV favorit saya”
3.
Transaksi
terselubung (ulterior atau covert transaction), ialah transaksi yang kompleks
yang melibatkan dua atau lebih ego state dan pesan yang disampaikan tidak
jelas. Contoh :
Sue : “Billy, mengapa kamu tidak membantu saya menemukan sepeda saya supaya
kita bisa bermain
bersama”
Billy : “Oke, cuaca hari ini cocok sekali untuk bersepeda”
4. Analisis naskah hidup (script analysis)
3. Analisis game (game analysis)
Menurut
analisis transaksional individu dapat memahami dialog internal antara ego state
orang tua dan anak-anak. Mereka dapat mendengar dan memahami hubungan mereka
dengan orang lain. Individu dapat menyadari ketika mereka terbuka atau tidak
jujur pada orang lain. Dengan menggunakan prinsip-prinsip analisis
transaksional individu dapat menyadari bentuk stroke yang mereka terima, mereka
dapat mengganti respons stroke dari negatif ke positif. Analisis transaksional
berpandangan bahwa games adalah pertukaran strokes yang mengganti perasaan yang
tidak menyenangkan dan meningkatkan naskah hidup. Games dapat memberikan bentuk
intimasi, tetapi individu yang terlibat dalam transaksi games menciptakan games
yang menciptakan jarak diantara mereka. Games yang bisa dimainkan antara lain :
kasihan saya (poor me); (martyr); iya, tapi (yes, but); bila ini bukan untuk
kamu (if it werent’t for you); (look what you made me do! Harried); (uproar),
dan (wooden leg).
Dalam
melakukan anlisis games konselor memperhatikan rackets (perasaan yang tidak
menyenagkan yang dialami individu setelah bermain games. Hal ini berupa
perasaan kronis yang yang dipertahankan oleh individu, karena perasaan ini
kerap kali dirasakan bersama dengan orang tua karena perasaan yang individu
dapat (dari stroke yang diterimma)ketika masa kecil. Seperti gams, racket
mendukung keputusan awal dan merupakan bagian dari naskah hidup.
Analisis
games dan rackets adalah aspek penting dalam memahami transaksi dengan orang
lain. Payoff dalam banyak game adalah adalah perasaan tidak senang yang dialami
oleh pemain. Hal ini penting untuk di observasi dan dipahami mengapa games
dimainkan, apa hasil payoff,apa stroke diterima, dan bagaimana games ini
mempertahankan jarak dan mengintervensi intimasi. Selain itu memahami racket
yang dimiliki individu dan bagimana racket berhubungan dengan games, keputusan
dan naskah hidup merupakan proses penting dalam anlisis transaksional.
Dalam melakukan
analisis games, dapat digunakan dua cara yaitu formula G dan segitiga
Drama Karpman (The Karpman Triangle). Analisis dengan Formula Game (Formula
G) dilakukan dalam enam langkah, yaitu:
·
Con= stimulus yang memancing orang
lain untuk ikut main
·
Gimmick= tanggapan dari orang lain
untuk ikut main game
·
Respon= rangkaian transaksi
psikologis terselubung dan transaksi sosial
·
Switch= penjungkirbalikan sikap
dari kedua pihak
·
Cross up= saat kebingungan kedua
pihak akibat switch
·
Pay off= merupakan racket
feeling (perasaan tidak enak) kedua pihak di akhir game
Cara
yang kedua adalah Segitiga Drama Karpman (The Karpmman Drama Triangel)
adalah alat yang berguna untuk membantu individu memahami games. Metode
ini di kembangkan Stephan Karpman. Dalam segitiga terdiri dari penuduh atau
orang yang menyakiti (persecutor) penolong (rescuer), dan korban
(victim) (Corey, 1986, p. 155-156) Persecutor memiliki posisi hidup I’m
OK, you’re not OK, rescuer, I’m Oke you’re OK, dan victim,
I’m not OK, you’re OK.
G. Teknik-Teknik
Teori Analisis Transaksional
1. Metode didaktik. karena analisis transaksional menekankan pada domain
kognitif, prosedur mengajar dan belajar merupakan dasar dari pendekatan ini.
2. Bermain peran (role playing). Bermain peran biasanya
digunakan dalam konseling kelompok dimana melibatkan orang lain. Anggota
kelompok lain dapat berperan sebagai ego state yang bermasalah dengan konseli.
Dalam kegiatan ini konseli berlatih dengan anggota kelompok untuk bertingkah
laku sesuai dengan apa yang akan di uji coba di dunia nyata. Variasi dapat
dilakukan dengan melebih-lebihkan karakteristik ego state tertentu untuk
melihat reaksi tingkah laku saat ini terhadap ego state tertentu.[12]
3. Model keluarga atau penokohan keluarga. Teknik ini
bertujuan bahwa konseli (subyek) diminta untuk membayangkan skenario yang melibatkan
banyak pribadi penting mulai dari masa kanak-kanak yang dapat di ingat,
termasuk membayangkan dirinya sendiri. Konseli mendifinisikan situasi dan
merancang tahap-tahao anggota kelompok sebagai aktor pemeran beberapa anggota
keluarga (orang-orang yang berpengaruh). Mereka diposisikan menurut memori
konseli tentang situasi yang dikehendaki. Konseli menjadi sutradara, aktor dan
produser. Proses ini bisa mempertinggi kesadarn konseli tentang suatu situasi
spesifik dan makna-makna pribadi yangmasih berlaku pada konseli.[13]
DAFTAR PUSTAKA
Surya, Mohamad, 2003, Teori-teori
Konseling, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy).
W.S Winkel dan Hastuti,Sri, Edisi
Revisi, Psikokterapi dan Konseling, (Yogyakarta: Media Abadi).
Komalasari,Gantina dan Wahyuni,Eka dan
Karsih, 2011, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta: PT Indeks).
Corsini, Raymond, 2003, Psikoterapi
Dewasa Ini, (Surabaya: Ikon Teralitera).
Corey, Gerald, 2013, Teori Dan
Praktek Konseling Dan Psikoterapi, Cet VII, (Bandung : Refika Aditama).
[1]
http://filsafatilmukomunikasi.blogspot.com/2012/11/46-antideterminisme-ada-kehendak-bebas.html
[2]Dra.Komalasari
Gantina, M.Psi. Wahyuni Eka, S.pd.,M.A.A.P.D., Karsih, M.Pd., Teori dan Teknik
Konseling, PT Indeks (Jakarta: 2011), hal.92
[3]
http://filsafatilmukomunikasi.blogspot.com/2012/11/46-antideterminisme-ada-kehendak-bebas.html
[4]
Mappiere Andi AT., Pengantar Konseling dan Terapi, PT Raja Grafindo Persada
(Jakarta: Januari 20010)
[5]
Corey Gerald, Koesrawa. E, Teori dan Praktik Koseling dan Psikoterapi, PT
ERESCO (Bandung: 1988)
[7]
Dra.Komalasari Gantina, M.Psi. Wahyuni Eka, S.pd.,M.A.A.P.D., Karsih, M.Pd.,
Teori dan Teknik Konseling, PT Indeks (Jakarta: 2011), hal.89-90
[8]
http://azmawaddah.blogspot.com/2013/01/pendekatan-analisis-transaksional.html
[9]
Gantina Komalasari dan Eka Wahyuni dan Karsih, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta:
PT Indeks, 2011), hal. 128
[10]W.S
Winkel dan Sri Hastuti, M.Si, Psikoterapi dan Konseling, (Yogyakarta:
Media Abadi, edisi revisi), hal 455.
[11]
Mohamad Surya, Teori-teori Konseling, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy,
2003), hal 45.
[12]
Gantina Komalasari dan Eka Wahyuni dan Karsih, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta:
PT Indeks, 2011), hal. 117-130.
[13]
Raymond Corsini, Psikoterapi Dewasa Ini, (Surabaya: Ikon Teralitera, 2003),hal.
343
[14]
Gerald Corey, Teori Dan Praktek Konseling Dan Psikoterapi, Cet VII, (Bandung :
Refika Aditama, 2013), hal. 180
0 komentar:
Posting Komentar