Selasa, 22 April 2014

Analisis Transaksional

Standard


Teori Konseling "Analisis Transaksional"
Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“TEORI KONSELING”



                             Pembimbing :
                 Mohammad Thohir, M.Pd.I
Disusun Oleh :
                       
                                    Ahmad Faizin                                    B03212003
                                    Ahmad Fatihuddin                           B03212018
                                    Dyah Ekawati Putri                          B53212090
                                    M.Rifqi Faisal                                    B03212019
                                    Bagus Putra Budiarto                       B73212098
                                    Izza Riatna
                                    Ach. Kholil
                                   

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING  ISLAM C1
UNIVERSITAS` ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2014


 
  1. Hakikat manusia menurut analisis transaksional
Analisis transaksional berakar pada filsafat antideterministik. Banyak pengungkapan yang menegaskan arti dari filsafat antideterminitik
Pertama yang dimaksud dengan filsafat antideteminisktik adalah  bahwa manusia selaku makhluk rohaniah memiliki kehendak bebas.[1]
Dengan kata lain manusia dapat memilih kehendaknya dengan bebas. Kehendak bebas bisa kita contohkan sebagai berikut, adakah bila kakek dan nenek adalah para pejuang yang memperjuangkan Negara dengan cara aktif sebagai militer dan si individu tersebut mengingkan hal yang sama seperti apa yang dilakukan oleh kakek neneknya individu tersebut tak perlu jadi militer untuk memperjuanngkan negera tersebut, sebab selain jadi militer masih banyak cara untuk melakukan hal tersebut seperti menjadi politikus atau aktivis dan masih banyak lagi dan si individu tersebut berhak memilih dengan bebas dengan cara apa dia akan mempertahankan negaranya.
Adapun yang memaknai filsafat antideterministik tersebut dengan makna lain yaitu, “penempatan kepercayaan pada kapasitas individu untuk meningkatkan kebiasaan dan memilih tujuan tingkah laku baru.[2]
Filsafat Antideterminisme juga dapat dilihat pada Herbert Blumer. Menurut Blumer. Yang menegaskan , manusia bukan semata-mata organisme yang bergerak di bawah pengaruh stimulus, baik dari dalam maupun  dari luar,  melainkan organisme yang sadar akan dirinya.  Manusia mampu memandang diri sendiri sebagai obyek pikirannya sendiri dan berinteraksi dengan diri sendiri untuk mempermasalahkan, mempertimbangkan, menguraikan, dan menilai hal-hal tertentu yang telah ditarik ke dalam kesadarannya; dan akhirnya merencanakan serta mengorganisasikan tindakannya.  Blumer menyebut hal ini sebagai: konsep diri.[3]
Dalam analisis transaksional yang lain pula memandang bahwa manusia memiliki potensi memilih keputusan yang dibuat dan dapat diputuskan berulang-ulang. [4] disamping itu Analisis Transaksional  juga berpijak pada asumsi-asumsi bahwa manusia sanggup memahami putusan-putusan masa lampaunya dan bahwa manusia mampu memilih untuk memutuskan berulang-ulang keputusannya. [5]
Pandangan analisis transaksional yang lain tentang hakekat manusia adalah pada dasarnya manusia mempunyai keinginan atau dorongan – dorongan untuk memperoleh sentuhan atau “stroke”. Sentuhan ini ada yang bersifat jasmaniah dan rohaniah serta yang berbentuk verbal dan fisik. Yang menjadi keperibadian seseorang ialah bagaimana individu memperoleh sentuhan melalaui transaksi.[6]
Dari beberapa ungkapan diatas dapat disimpulkan bahwa manusia menurut pandangan analisis transaksional  yang berakar dari fislsafat antidetermenistik adalah manusia itu mempunyai hak memilih dan tidak tergantung pada masa lalu, meskipun masa lalu yang menentukan posisi hidup yang tidak bisa dihapus dari kehidupannya dan dalam memlih hidup manusia bisa mengulang-ulang pilihannya sampai pilihannya ini tepat bagi kehidupannya.
  1. Sejarah Analisi Transaksional
Eric Berne (1910-1970) yang mengembangkan teori analisis transaksional. Sebelum berne turun untuk mengembangkan teori ini. Berne sebelumnya pernah bekerja di departemen peperangan yang mana pada saat itu berne meneruskan program konseling kelompok yang telah berjalan disana. Pekerjaan berne menjadi konselor kelompok membuatnya bereksperimen dengan pekerjaan sebagai konselor dalam konseling kelompok. Berne bekerja sebagai konselor konseling kelompok selama 3 tahun antara tahun 1943-1946. Setelah itu berne mencoba membuka praktik psikiatri di Carmel, California. Pembukaan psikiatri tersebut membuat berne menyimpulkan tentang struktur dan fungsi kepribadian yang berbeda dengan sebagaian psikiatris pada zamannya yang tepatnya pada tahun 1950-an. Kesimpulan berne tersebut berasumsi dari konseli-konseli / klien-klien dari hasil observasinya. Pada usia 46 tahun berne mengunduran diri sebagai anggota the Psychoanalytic Institute. Yang kemudian dia mengembangkan teori dan mulai praktek dengan Analisis Transaksional. Dan pada tahun 1946 berne menerbitkan buku yang berjudul “Games People Day” yang menjadi best seller internasional.[7]
Dusay dan Dusay (1984) mengidentifikasi 4 tahap perkembangan analisis transaksional
Tahap Pertama (1955-1962)
Pada tahap ini Eric Berne mengidentifikasi ego terdiri dari orang tua(parent), dewasa (adult), dan anak-anak(child). Ketiga keadaan ego tersebut oleh berne dinamai Ego State yang mana hal terebut memberikan prespektif berpikir, merasa, dan bertingkahlaku.
Tahap Kedua (1962-1966)
Pada tahap ini Berne lebih mononjolkan aspek transaksi dan games. Pada tahap ini, analisis transaksional lebih popular sebab penggunaan katadirektif dalam pendekatana dan permainan games dalam pendekatan ini secara langsung bisa dapat diketahui. Dan pada tahap ini analisis transaksional lebih dikenal dengan pendekatan kognitif dan hanya sedikit menyentuh aspek afektif.
  1. Perkembangan Kepribadian Yang Sehat
Ciri-ciri kepribadian yang sehat menurut Hansen (dalam Taufik, 2009;111) adalah:
1)      Individu dapat menampilkan ego statenya secara luwes sesuai dengan tempat ia berada.
2)      Individu berusaha menemukan naskah hidupnya secara bebas serta memungkinkan pula ia  memperoleh sentuhan secara bebas pula.
3)      Memilih posisi hidup revolusioner, saya OK kamu Ok.
4)      Ego statenya bersifat fleksibel tidak kaku dan tidak pul cair. 
  1. Perkembangan Kepribadian Yang Abnormal
Masih dalam buku sumber yang sama cirri kepribadian yang abnormal ialah:
1)      Kecendrungan untuk memilih posisi devolusioner, obvolusioner dan pada dirinya ada unsure tidak Ok.
2)      Kecenderungan untuk menggunakan ego state yang tunggal.
3)      Ego state yang ditampilkannya terlalu cair.
4)      Ego statenya tercemar. [8]
E.     Fungsi dan Peran Konselor dalam Teori Analisis Transaksional
Konseling analisis transaksional didesain untuk mendapatkan insight emosional dan intelektual, tetapi fokus pada bagian rasional. Hal ini berimplikasi pada peran konselor dalam proses konseling yang lebih banyak didaktik dan fokus pada pemikiran konseli. Menurut Harris (1967) peran konselor adalah sebagai guru, pelatih dan penyelamat dengan terlibat secara penuh dengan konseli.
Sebagai guru, konselor menjelaskan teknik-teknik seperti analisis struktur (structural analysis), analisis transaksi (transacsional analysis), analisis naskah hidup (script analysis), dan analisis game (game analysis). Konselor juga membantu konseli menemukan kondisi-kondisi yang tidak menguntungkan di masa lalu dan mengembangkan strategi untuk mengatasinya.
Claude Steiner menekankan bahwa penting hubungan yang egaliter antara konselor dan konseli. Konselor dan konseli bekerja sebagain partner dalam konseling. Walaupun konselor memiliki pengetahuan dan ketrerampilan konseling yang digunakan untuk membantu konseli, pengetahuan dan keterampilan tersebut tidak akan efektif tanpa ada inisiatif dari konseli (Corey, 1986, p. 157). Konselor membantu konseli menemukan kekuatan internalnya untuk berubah dengan membuat keputusan yang sesuai sekarang.[9]
Tugas konselor yang menggunakan analisis transaksional adalah mengajar bahasa dan ide-ide sistem untuk mendiagnosa transaksi dan membantu individu untuk hidup dalam ego state dewasa dengan ego lainnya berfungsi secara tepat.


1.       Fungsi Konselor:
a.         Membantu klien menemukan kemampuan diri untuk mengubah dengan membuat keputusan saat sekarang.
b.        Membantu klien memperoleh alat yang digunakan untuk mencapai perubahan.
c.         Membantu klien untuk menggunakan semua status egonya secara tepat.
d.        Membantu memberikan informasi tentang pola-pola interaksi sosial sesuai dengan berbagai keadaan diri (transaction).
e.         Membantu menganalisis diri sendiri sehingga disadari keadaan diri mana yang dominan dalam perilakunya.[10]
f.         Menciptakan lingkungan yang memungkinkan klien dapat membuat keputusan-keputusan baru dalam hidupnya dan keluar dari rencana kehidupan yang menghambat perkembangannya.
2.       Peran Konselor :
a.         Sebagai guru, memperjelas teknik analisis transaksional, rencana kehidupan dan analisis rencana kehidupan, rencana analisis permainan.
b.        Sebagai pelatih, membantu klien agar terampil melaksanakan hubungan antar pribadi dengan menggunakan status ego yang tepat dan tidak salah menggunakan ego.[11]
c.         Sebagai narasumber,membantu klien menemukan apa yang diperlukan.
d.        Sebagai fasilitator,Konselor menolong klien mendapatkan perangkat yg diperlukan, menyediakan lingkungan yang menunjang untuk mencapai perubahan klien atau keseimbangan ego state klien.

      F.     Teknik-Teknik Yang Digunakan Dalam Teori analisis Transaksional
Tipe-tipe analisis :
            Teori analisis transaksional tentang manusia dan hubungan manusia di dapat dari pengumpulan data melalui empat tipe analisis yaitu :
1.      Analisis struktur (structural analysis)
            Menurut analisis transaksional, analisis struktural adalah melihat kepribadian individu yang terdirir dari tiga ego state yaitu orang tua (parent), dewasa (adult), dan anak-anak (child). Ego state mempresentasikan orang yang sebenarnya (real respon) yang hidup sekarang, pernah hidup dan memiliki identitas pribadi. Dengan demikian, konflik diantara mereka seringkali disebabkan karena ketidak konsistenan dan fleksibilita dalam diri individu.
            Analisis struktur adalah alat yang digunakan individu untuk membantu individu menjadi sadar atas isi dan fungsi ego statenya (orang tua, dewasa dan anak). Konseli belajar mengidentifikasi ego state mereka. Analisis struktur membantu konseli mengatasi bentuk ego state yang membuatnya terhambat dan membantu menemukan ego state yang mendasari tingkah laku sehingga konseli dapat menentukan pilihan-pilihan hidupya.
            Dua masalah dalam kepribadian yang dapat di pertimbangkan dalam analisis struktur yaitu : pencemaran atau kontaminasi dan eksklusi. Kontaminasi terjadi ketika isi dari satu ego state bercampur dengan ego state yang lain. Kontaminasi terjadi bila ego state anak dan orang tua memasuki ego state dewasa sehingga mengganggu kejernihan pikiran dan fungsi ego state dewasa.
Contoh :
Kontaminasi ego state orang tua
“jangan bergaul dengan orang yang bukan berasal dari golongan kita”
“setiap orang selalu ingin mencari keuntungan dari saya dan tidak ada seorangpun yang memperlakukan saya dengan baik”
Kontaminasi ego state anak
“apa yang saya inginkan harus saya dapat sekarang”
Pencemaran oleh ego orang tua secara khas dimanifestasikan melalui gagasan-gagasan dan dan sikap-sikap prasangka. Pencemaran oleh ego anak meyertakan persepsi-persepsi yang di distorsi tentang kenyataan.
            Sementara eksklusi terjadi bila satu ego state memblokade ego state yang lain dan tidak memperbolehkan perpindahan antara satu ego state dengan ego state yang lain. Ego state anak yang mengeksklusi ego state orang tua dan dewasa bertindak tanpa menggunakan suara hati, tidak berpikir , tidak bertanggung jawab dan bergantung kepada orang lain. Ego state dewasa yang mengeksklusi ego state orang tua dan ego state anak biasanya berikap objektif tapi seperti robot dn sedikit perasaan dan tidak memiliki spontanitas.
            Ego orang tua yang konstan menyisihkan ego orang dewasa, dan ego anak bisa ditemukan pada orang yang begitu terikat pada tugas dan berorientasi pada pekerjaan, tetapi tugas dan pekerjaan itu tidak bisa dilaksanakannya. Orang semacam ini bisa bersifat menghakimi, moralis, dan menuntut terhadap orang lain. Dia sering bertindak dengan cara mendominasi dan otoriter.
2.      Analisis transaksi (transactional analysis)
            Traansaksi di definisikan sebagai sebuah unit dalam komunikasi manusia atau sebagai hubungan stimulus respon antara dua orang ego state. Analisis transaksi adalah deskripsi dari apa yang dilakukan dan dikatakan oleh dirinya dan orang lain (ktika pesan disampaikan dan respon diberikan). Analisis transaksional terdiri dari tiga kategori :
1.      Transaksi komplementer (complementary transaction), oleh Berne di definisikan sebagai bentuk nyata hunbungan antar manusia yang sehat (the natural order of healhty human relationship), ketika stimulus dan respon datang dari ego state yang di inginkan. Transaksi ini terjadi ketika pesan disampaikan dari satu ego state dan mendapatkan respon dari ego state spesifik seperti yang dihrpkan dari orang lain. Contoh :
Sue : Billy, kamu lihat buku saya?
Billy : ya. Ada di loker kelas kamu. Biku itu tertinggal ketika kamu dengan terburu-buru segera meninggalkan kelas.
2.      Transaksi bersilang (crossed transaction), terjadi ketika pesan disampaikan dari satu ego   state dan mendapatkan respon dari ego state yang tidak di harapkan. Contoh :
              Sue : “Billy, kamu mau tidak membantu aku mencari sepeda?”
              Billy : “kamu tidak lihat, saya sedang nonton acara TV favorit       saya”
3.      Transaksi terselubung (ulterior atau covert transaction), ialah transaksi yang kompleks yang melibatkan dua atau lebih ego state dan pesan yang disampaikan tidak jelas. Contoh :
Sue : “Billy, mengapa kamu tidak membantu saya menemukan sepeda saya supaya kita   bisa bermain bersama”
              Billy : “Oke, cuaca hari ini cocok sekali untuk bersepeda”
4.      Analisis naskah hidup (script analysis)
Menurut Berne, naskah hidup (life script) adlah rencana hidup yang di pilih oleh anak pada masa awal kehidupannya berasarkan pesan yang diterima oleh anak dari orang tua. Menurut Berne bahwa naskah hidup memiliki lima komponen yaitu : (1) arahan dari orang tua, (2) perkembangan kepribadian yang berhubungan dengan individu, (3) keputusan masa kanak-kanak yang dissuaikan dengan diri dan kehidupannya, (4) ketertarikan pada kesuksesan atau kegagalan, dan (5) bentuk tingkah laku. Nalisi naskah hidup adalah bagian dari proses terapi dimana pola-pola hidup yang diyakini individu di identifikasi. Konseli dibantu untuk mengidentifikasi naskah hidup, dan menyadari naskah hidp serta posisi hidupnya kemudian diminta untuk mengubah programnya. Analisis naskah hidup dapat dilakukan dengan menggunakan daftar cek naskah hidup yang berisi item-item yang berhubungan dengan posisi hidup, rackets, games sebagai keseluruhan fungsi kunci dari naskah hidup seseorang.

3.      Analisis game (game analysis)
            Menurut analisis transaksional individu dapat memahami dialog internal antara ego state orang tua dan anak-anak. Mereka dapat mendengar dan memahami hubungan mereka dengan orang lain. Individu dapat menyadari ketika mereka terbuka atau tidak jujur pada orang lain. Dengan menggunakan prinsip-prinsip analisis transaksional individu dapat menyadari bentuk stroke yang mereka terima, mereka dapat mengganti respons stroke dari negatif ke positif. Analisis transaksional berpandangan bahwa games adalah pertukaran strokes yang mengganti perasaan yang tidak menyenangkan dan meningkatkan naskah hidup. Games dapat memberikan bentuk intimasi, tetapi individu yang terlibat dalam transaksi games menciptakan games yang menciptakan jarak diantara mereka. Games yang bisa dimainkan antara lain : kasihan saya (poor me); (martyr); iya, tapi (yes, but); bila ini bukan untuk kamu (if it werent’t for you); (look what you made me do! Harried); (uproar), dan (wooden leg).
            Dalam melakukan anlisis games konselor memperhatikan rackets (perasaan yang tidak menyenagkan yang dialami individu setelah bermain games. Hal ini berupa perasaan kronis yang yang dipertahankan oleh individu, karena perasaan ini kerap kali dirasakan bersama dengan orang tua karena perasaan yang individu dapat (dari stroke yang diterimma)ketika masa kecil. Seperti gams, racket mendukung keputusan awal dan merupakan bagian dari naskah hidup.
            Analisis games dan rackets adalah aspek penting dalam memahami transaksi dengan orang lain. Payoff dalam banyak game adalah adalah perasaan tidak senang yang dialami oleh pemain. Hal ini penting untuk di observasi dan dipahami mengapa games dimainkan, apa hasil payoff,apa stroke diterima, dan bagaimana games ini mempertahankan jarak dan mengintervensi intimasi. Selain itu memahami racket yang dimiliki individu dan bagimana racket berhubungan dengan games, keputusan dan naskah hidup merupakan proses penting dalam anlisis transaksional.
Dalam melakukan analisis games, dapat digunakan dua cara yaitu formula G dan segitiga Drama Karpman (The Karpman Triangle). Analisis dengan Formula Game (Formula G) dilakukan dalam enam langkah, yaitu:
·         Con= stimulus yang memancing orang lain untuk ikut main
·         Gimmick= tanggapan dari orang lain untuk ikut main game
·         Respon= rangkaian transaksi psikologis terselubung dan transaksi sosial
·         Switch= penjungkirbalikan sikap dari kedua pihak
·         Cross up= saat kebingungan kedua pihak akibat switch
·         Pay off= merupakan racket feeling (perasaan tidak enak) kedua pihak di akhir game
Cara yang kedua adalah Segitiga Drama Karpman (The Karpmman Drama Triangel) adalah alat yang berguna untuk membantu individu memahami games. Metode ini di kembangkan Stephan Karpman. Dalam segitiga terdiri dari penuduh atau orang yang menyakiti (persecutor) penolong (rescuer), dan korban (victim) (Corey, 1986, p. 155-156) Persecutor memiliki posisi hidup I’m OK, you’re not OK, rescuer, I’m Oke you’re OK, dan victim, I’m not OK, you’re OK.

          G.    Teknik-Teknik Teori Analisis Transaksional
       1. Metode didaktik. karena analisis transaksional menekankan pada domain kognitif, prosedur    mengajar dan belajar merupakan dasar dari pendekatan ini.
      2.  Bermain peran (role playing). Bermain peran biasanya digunakan dalam konseling kelompok dimana melibatkan orang lain. Anggota kelompok lain dapat berperan sebagai ego state yang bermasalah dengan konseli. Dalam kegiatan ini konseli berlatih dengan anggota kelompok untuk bertingkah laku sesuai dengan apa yang akan di uji coba di dunia nyata. Variasi dapat dilakukan dengan melebih-lebihkan karakteristik ego state tertentu untuk melihat reaksi tingkah laku saat ini terhadap ego state tertentu.[12]
        3.  Model keluarga atau penokohan keluarga. Teknik ini bertujuan bahwa konseli (subyek) diminta untuk membayangkan skenario yang melibatkan banyak pribadi penting mulai dari masa kanak-kanak yang dapat di ingat, termasuk membayangkan dirinya sendiri. Konseli mendifinisikan situasi dan merancang tahap-tahao anggota kelompok sebagai aktor pemeran beberapa anggota keluarga (orang-orang yang berpengaruh). Mereka diposisikan menurut memori konseli tentang situasi yang dikehendaki. Konseli menjadi sutradara, aktor dan produser. Proses ini bisa mempertinggi kesadarn konseli tentang suatu situasi spesifik dan makna-makna pribadi yangmasih berlaku pada konseli.[13]
       4.      Kursi kosong. Teknik ini menguraikan dua kursi sebagai alat yang efektif untuk membantu klien dalam memecahkan konflik masa lampau dengan orang tuanya atau dengan orang lain yang ada dilingkungan tempat dia dibesarkan. Umpamanya seorang konseli mengalami kesulitan dalam menghadapi boss-nya (ego orang tua). Klien diminta untuk membayangkan bahwa seseorang tengah duduk disebuah kursi di hadapannya dan mengajaknya berdialog. Prosedur ini memberikan kesempatan kepada konseli untuk menyatakan pikiran, perasan dan sikap-sikapnya selama dia menjalankan peran-peran perwakilan egonya. Konseli tidak hanya mempertajam kesadarannya, dalam kasus ini ego orang tuanya, tetapi juga kedua ego lainnya (ank dan orang dewasa) yng biasanya memiliki ciri-ciri tertentu dalam hubungannya dengan keadaan yang di bayangkan. Teknik kursi kosong bisa digunakan oleh orang-orang yang mengalami konflik-konflik internal yang hebat guna memperoleh fokus yang lebih tajam dan pegangan yang kongkret bagi upaya pemecahan.[14]




DAFTAR PUSTAKA

Surya, Mohamad, 2003, Teori-teori Konseling, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy).
W.S Winkel dan Hastuti,Sri, Edisi Revisi, Psikokterapi dan Konseling, (Yogyakarta: Media Abadi).
Komalasari,Gantina dan Wahyuni,Eka dan Karsih, 2011, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta: PT Indeks).
Corsini, Raymond, 2003, Psikoterapi Dewasa Ini, (Surabaya: Ikon Teralitera).
Corey, Gerald, 2013, Teori Dan Praktek Konseling Dan Psikoterapi, Cet VII, (Bandung : Refika Aditama).




[1] http://filsafatilmukomunikasi.blogspot.com/2012/11/46-antideterminisme-ada-kehendak-bebas.html
[2]Dra.Komalasari Gantina, M.Psi. Wahyuni Eka, S.pd.,M.A.A.P.D., Karsih, M.Pd., Teori dan Teknik Konseling, PT Indeks (Jakarta: 2011), hal.92
[3] http://filsafatilmukomunikasi.blogspot.com/2012/11/46-antideterminisme-ada-kehendak-bebas.html
[4] Mappiere Andi AT., Pengantar Konseling dan Terapi, PT Raja Grafindo Persada (Jakarta: Januari 20010)
[5] Corey Gerald, Koesrawa. E, Teori dan Praktik Koseling dan Psikoterapi, PT ERESCO (Bandung: 1988)
[6]
[7] Dra.Komalasari Gantina, M.Psi. Wahyuni Eka, S.pd.,M.A.A.P.D., Karsih, M.Pd., Teori dan Teknik Konseling, PT Indeks (Jakarta: 2011), hal.89-90
[8] http://azmawaddah.blogspot.com/2013/01/pendekatan-analisis-transaksional.html
[9] Gantina Komalasari dan Eka Wahyuni dan Karsih, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta: PT Indeks, 2011), hal. 128
[10]W.S Winkel dan Sri Hastuti, M.Si, Psikoterapi dan Konseling, (Yogyakarta: Media Abadi, edisi revisi), hal 455.
[11] Mohamad Surya, Teori-teori Konseling, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2003), hal 45.
[12] Gantina Komalasari dan Eka Wahyuni dan Karsih, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta: PT Indeks, 2011), hal. 117-130.

[13] Raymond Corsini, Psikoterapi Dewasa Ini, (Surabaya: Ikon Teralitera, 2003),hal. 343
[14] Gerald Corey, Teori Dan Praktek Konseling Dan Psikoterapi, Cet VII, (Bandung : Refika Aditama, 2013), hal. 180

0 komentar:

Posting Komentar