Minggu, 15 Juni 2014

TERAPI REALITAS

Standard
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Deskripsi Kasus
Pada suatu ketika ada seorang ibu rumah tangga yang berusia 28 tahun, sebut saja namanya Sumi. Beliau mempunyai seorang suami bernama Joko yang berusia tak berbeda jauh darinya, yaitu 32 tahun. Mereka sudah menikah selama 12 tahun dan sudah dikarunia dua orang anak laki–laki. Putra  pertama mereka bernama Aldo yang  berusia sama dengan usia pernikahan mereka, sedangkan  Sandi berusia 8 tahun. Awal pernikahan mereka berjalan sangat harmonis dan hampir tidak pernah ada masalah.
Hanya saja, sebelum memutuskan untuk menikah, Sumi sebenarnya pacar Jono, kakak dari Joko. Namun entah mengapa akhirnya Sumi bisa menikah dengan Joko? Belum sampai sembilan bulan usia pernikahan mereka Sumi melahirkan seorang bayi laki–laki. Dari sinilah diketahui alasan Sumi dan Joko untuk memutuskan menikah. Semenjak awal menikah mereka sudah hidup mandiri dengan hijrah ke Surabaya dan mengontrak rumah. Hal tersebut berlangsung hingga dilahirkannya putra kedua mereka.
Sebagai seorang pekerja pemborong, Joko sering mendapatkan tugas proyek ke luar Jawa, sehingga mengharuskan memboyong keluarga kecilnya kembali ke desa, ke rumah sang istri agar tidak kesepian. Akhirnya mereka kembali ke desa dan tinggal bersama orang tua Sumi yang berasal dari keluarga pas–pasan. Seiring berjalannya waktu, ibunda Sumi menutup usia. Sekarang Sumi hanya tinggal bersama kedua orang anak dan Bapaknya di sebuah rumah yang hanya berdindingkan bambu.
Waktu terus berjalan tanpa henti, Joko tak kunjung pulang ke keluarganya, hanya sekali dua kali saja dia pulang dan itupun tak pernah lebih dari dua minggu dia di rumah. Selebihnya, dia beralasan bahwa pekerjaannya di Kalimantan sudah menanti. Sekarang, sudah hampir tiga tahun dia sudah tidak pernah mengunjungi anak–anaknya, bahkan sekedar untuk menelpon menanyakan kabar anaknya. Keadaan ekonomi Sumi pun makin hari makin menyedihkan, apalagi sang putra pertama akan memasukki SMP yang mengharuskan biaya masuknya dilunasi secepatnya di awal. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya dia memutuskan untuk bekerja sebagai buruh pada sebuah pabrik. Pekerjaannya ini menuntutnya untuk berangkat pagi sekitar jam 7 dan pulang cukup malam sekitar jam 8. Meskipun demikian, dia tidak pernah melupakan tugasnya sebagai seorang ibu. Sumi selalu bangun pagi untuk memasakan makanan untuk anak–anaknya , dan ketika datang larutpun dia berusaha untuk menyempatkan diri untuk membimbing anaknya belajar. Entah tuntutan pekerjaan atau bukan, Sumi seringkali berpakaian seksi ketika berangkat bekerja sehingga tak terlihat bahwa dia seorang ibu dua anak. Biasanya dia berangkat kerja dengan menggunakan celana jeans yang sangat ketat dan sebuah tanktop yang ditutupi dengan jaketnya. Sering juga ketika pulang dia diantarkan oleh seorang laki–laki. Sehingga hal ini banyak menimbulkan banyak pertanyaan oleh tetangganya. Apa sebenarnya pekerjaan Sumi? Namun, beliau sendiri pernah bercerita tak mau mengurusi omongan orang yang penting dia melakukan hal benar. Orang boleh menilai seenaknya, tapi mereka tak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Apalagi setelah diselidiki ternyata Joko di Kalimantan telah menikah lagi dan dikarunia seorang anak laki–laki. Oleh karena itu, Sumi tak pernah menghiraukan apa kata orang, meskipun banyak mengarah kepada hal yang negatif. Padahal dalam hati kecilnya sangat mengalami tekanan batin karena harus membesarkan kedua anaknya sendirian tanpa perhatian seorang suami dan nafkah lahir batin.

B.     Pengertian dan Sejarah Terapi Realitas
Terapi realitas adalah sebuah metode konseling dan psikoterapi perilaku-kognitif yang sangat berfokus dan interaktif, dan merupakan salah satu yang telah diterapkan dengan sukses dalam berbagai macam lingkup.Karena fokusnya pada problem kehidupan saat ini yang dirasakan konseli (realitas terbaru konseli) dan penggunaan teknik mengajukan pengajuan pertanyaan oleh terapis relitas, terapi relitas terbukti sangat efektif dalam jangka pendek, meskipun tidak terbatas pada itu saja.[1]
Pendekatan realitas dikembangkan oleh William Glasser, seorang psikolog dari California. Glasser menggunakan istilah reality therapy pada April 1964 pada manuskrip yang berjudul reality therapy : A Realistic Approach to the Young Offender. Tulisan tersebut diterbitkan pada tahun 1965 dengan judul Reality Therapy. Pada tahun 1968 Glasser mendirikan  the Institute for Reality Therapy di Los Angeles.
Dalam pendekatan ini, konselor bertindak aktif, direktif, dan didaktik. Konselor berperan sebagai guru dan sebagai model bagi konseling.disamping itu konselor juga membuat kontrak dengan konseli untuk mengubah perilakunya. Ciri yang sangat khas dari pendekatan ini adalah tidak terpaku pada kejadian-kejadian di masa lalu, tetapi lebih mendorong konseli untuk menghadapi realitas. Pendekatan ini juga tidak memberi perhatian pada motif-motif bawah sadar sebagaimana pandangan kaum psikoanalis. Akan tetapi, lebih menekankan pada pengubahan tingkah laku yang lebih bertanggung jawab dengan merencanakan dan melakukan tindakan-tindakan tersebut.

C.    Konsep – konsep Utama
       1.      Pandangan tentang Manusia
Glasser percaya bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan psikologis yang secara konstan (terus menerus) hadir sepanjang kehidupan dan hal itu harus terpenuhi. Mengacu pada teori hirarki kebutuhan yang dikemukakan oleh Maslow, Glasser mendasari pandangannya tentang kebutuhan manusia untuk dicintai dan mencintai, dan kebutuhan untuk merasa berharga bagi orang lain.
Teori yang dikembangkan Glasser ini dengan cepat memperoleh popularitas dikalangan konselor baik untuk kasus individual maupun kelompok dalam berbagai bidang, seperti sekolah, lembaga kesehatan mental, dan petugas-petugas sosial lainnya.Banyak hal yang positif dari teori konseling realitas ini, misalnya mudah dimengerti non teknis, didasarkan atas pengetahuan masyarakat, efisien waktu, sumber daya dan usaha-usaha yang dilakukan konselor.[2]
Secara lebih rinci, Glasser menjelaskan kebutuhan-kebutuhan dasar psikologis manusia, meliputi[3] :
a.       Cinta (belonging/ love)
Kebutuhan ini disebut glasser sbagai identity society, yang menekankan pentingnya hubungan personal. Beberapa aktifitas yang menunjukkan kebutuhan ini antara lain: Persahabatan, acara perkumpulan tertentu, dan ketetiban dalam organisasi kemahasiswaan. Kebutuhan ini oleh glasser dibagi dalam tiga bentuk : sosial beloging, work belonging, dan family belonging.
b.      Kekuasaan (power)
Kebutuhan ini biasanya diekspresikan memalui kompetisi dengan orang-orang disekitar kita, memimpin, mengorganisir, menyelesaikan pekerjaan sebaik mungkin, menjadi tempat  bertanya atau menerima pendapat orang lain.
c.       Kesenangan (fun)
Kebutuhan ini muncul sejak dini, kemudian terus berkembang hingga dewasa.
d.      Kebebasan (freedom)
Merupakan kebutuhan untuk merasakan kebebasan atau kemerdekaan dan tidak bergantung pada orang lain, kebutuhan tersebut bersifat universal, tetapi dipenuhi dengan cara yang unik oleh masing-masing manusia. Ketika seseorang berhasil memenuhi kebutuhannya,  menurutglaseer orang tersebut mencapai identitas sukses, dan jika kebutuhan psikologisnya sejak awal tidak terpenuhi, maka seseorang tidak mendapatkan pengalaman belajar bagaimana memenuhi kebutuhan psikologis dirinya atau orang lain.  Dapat dirumuskan, pandangan Glasser tentang manusia adalah sebagai berikut:
1)      Setiap individu bertanggung jawab terhadap kehidupannya.
2) Tingkah laku seseorang merupakan upaya mengontrol lingkungan untuk memenuhi kebutuhannya.
3) Individu ditantang untuk menghadapi realita tanpa memperdulikan kejadian-kejadian dimasalalu , serta tidak memberi perhatian pada sikap dan motivasi dibawah sadar.
4)      Setiap orang memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu pada masa kini.
     2.      Konsep Dasar
Pada dasarnya setiap individu terdorong untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya, dimana kebutuhan bersifat universal pada semua individu, sementara keinginan bersifat unik pada masing-masing individu. Ketika seseorang dapat memenuhi kebutuhan apa yang diinginkan, individu tesebut akan merasakan kepuasan, namun jika apa yang diperoleh tidak sesuai keinginan, maka orang itu akan frustasi dan akan muncul perilaku baru sampai keinginannya tersampaikan dan merasa puas. Jadi perilaku yang dimunculkan adalah bertujuan untuk mengatasi hambatan antara apa yang diinginkan dengan apa yang diperoleh. Pencapaian identitas sukses ini terikat pada konsep 3R, yaitu keadaan dimana individu dapat menerima kondisi yang dihadapinya, dicapai dengan menunjukkan total behavioral (perilaku total), terdiri dari doing, thinking, felling, psycology. Oleh karena perilaku yang dimunculkan adalah bertujuan dan dipilih sendiri, maka glasser menyebutnya teori kontrol.
Konsep 3R :
-          Responbility (tanggung jawab ).
Adalah kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhnannya tanpa harus merugikan orang lain.
-          Reality (kenyataan).
Adalah kenyataan yang akan menjadi tantangan bagi individu untuk memenuhi kebutuhannya. Setiap individu harus memahami bahwa ada dinia nyata, dimana mereka harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam rangka mengatasi masalahnya. Realita yang dimaksud adalah seseuatu yang tersusun dari kenytaan yang ada dan apa adanya.
-          Right (kebenaran).
Merupakan ukuran atau norma-norma yang doterima secara umum, sehingga tingkah laku dapat diperbandingkan. Individu yang melakukan hal ini mampu mengevaluasi diri sendiri bila melakukan sesuatu melalui perbandingan tersebut dan ia merasa nyaman bila mampu bertingkah laku dalam tata cara yang diterima secar umum.[4]
      3.      Ciri-Ciri Terapi Realitas
Ciri-ciri terapi realitas :
a.       Terapi realitas menolak konsep tentang penyakit mental.
b.      Terapi realitas berfokus pada tingkah laku sekarang alih-alih pada perasaan-perasaan dan sikap-sikap.
c.       Terapi realitas berfokus pada saat sekarang bukan pada masa lampau.
d.      Terapi realitas menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai.
e.       Terapi realitas tidak menekankan transferensi.
f.       Terapi realitas menekankan aspek-aspek kesadaran bukan aspek-aspek ketidaksadaran.
g.      Terapi realitas menghapus hukuman.
h.      Terapi realitas menekankan tanggung jawab pada diri individu.[5] 

D.    Proses Konseling
Pendekatan ini melihat konseling sebagai proses rasional yang menekankan pada perilaku sekarang dan saat ini. Artinya, konseling ditekankan untuk melihat perilaku yang dapat diamati daripada motif-motif bawah sadarnya.Dengan demikian, konseling dapat mengevaluasi apakah perilakunya tersebut efektif dalam memenuhi kebutuhannya atau tidak. Perilaku yang bertanggung jawab merupakan perilaku-perilaku yang sesuai dengan kenyataan yang dihadapi. Menurut glasser hal-hal yang membawa perubahan sikap dari penolakan ke penerimaan realitas yang terjadi selama proses konseling adalah :
  1. Konseling dapat mengeksplorasikan keinginan, kebutuhan, dan apa yang dipresepsikan tentang kondisi yang dihadapi.
  2. Konseling fokus pada perilaku yang sekarang tanpa terpaku pada masalalu.
  3. Konseling mau mengevaluasi perilakunya.
  4. Konseling mulai menetapkan perubahan yang dikehendakinya dan komitmen terhadap apa yang telah direncanakan.

1.      Tujuan Konseling
Layanan konseling ini bertujuan membantu konseli mencapai identitas berhasil. Konseli yang mengetahui identitasnya, akan mengetahui langkah-langkah apa yang akan ia lakukan di masa yang akan datang dengan segala konsekuensinya. Bersama-sama konselor, konseli dihadapkan kembali pada kenyataan hidup, sehingga dapat memahami dan mampu menghadapi realitas.[6]
2.      Fungsi dan Peran Konselor
Tugas dasar dari konselor atau terapis adalah melibatkan diri dengan konseli dan kemudian membuatnya menghadapi kenyataan. Glasser (1965) merasa bahwa, konselor menghadapi para konseli, dia memaksa mereka itu untuk memutuskan apakah mereka akan atau tidak akan menempuh “jalan yang bertanggung jawab”. Konselor tidak membuat pertimbangan-pertimbangan nilai dan putusan-putusan bagi para konseli, sebab tindakan demikian akan menyingkirkan tanggung jawab yang mereka miliki.Tugas konselor adalah bertindak sebagai pembimbing yang membantu konseli agar bisa menilai tingkah lakunya sendiri secara realistis.
Konselor diharapkan memberi pujian apabila para konseli bertindak dengan cara yang bertanggung jawab dan menunjukkan ketidaksetujuan apabila mereka tidak bertindak demikian. Para konseli membutuhkan tipe penilaian semacam itu. Menurut Glasser, konselor harus bersedia untuk berfungsi sebagai seorang guru dalam hubungannya dengan konseli. Ia harus mengajari konseli bahwa tujuan terapi tidak diarahkan kepada kebahagiaan. Konselor realitas berasumsi bahwa konseli bisa menciptakan kebahagiaanya sendiri dan bahwa kunci untuk menemukan kebahagiaan adalah penerimaan tanggung jawab. Oleh karena itu, konselor tidak menerima pengelakan atau pengabaian kenyataan, dan tidak pula menerima tindakan konseli menyalahkan apa un atau siapa pun diluar dirinya atas ketidakbahagiaanya pada saat sekarang. Tindakan yang demikian akanmelibatkan konseli dalam “kenikmatan psikiatrik” yang segera akan hilang dan mengakibatkan penyesalan.[7]
Fungsi penting lainnya dari konselor realitas adalah memasang batas-batas dalam situasi terapeutik dan bats-batas yang ditempatkan oleh kehidupan pada seseorang. Selain fungsi-fungsi dan tugas-tugas tersebut, kemampuan konselor untuk terlibat dengan konseli serta untuk melibatkan konseli dalam proses terapeutik dianggap paling utama. Fungsi ini seringkali sulit, terutama apabila konseli tidak menginginkan konseling atau apabila dia meminta “tolong” sekedar coba-coba.[8]

E.     Penerapan Konseling
      1.      Teknik-Teknik Konseling
a.  Terlibat dalam permainan peran dengan konseli.
b.  Menggunakan humor.
c.   Mengonfrontasikan konselidan menolak alasan apa pun dari konseli.
d.   Membantu konseli merumuskan rencana tindakan secara spesifik.
e.     Bertindak sebagai guru atau model.
f.       Memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi.
g. Menggunakan terapi kejutan verbal atau sarkasme yang layak untuk mengonfrontasikan konselidengan tingkah lakunya yang tidak realitas.
h.      Melibatkan diri dengan konseliuntuk mencari kehidupan yang lebih efektif.[9]
        2.      Tahap-tahap konseling
Proses konseling dalam terapi realitas berpedoman pada dua unsur utama, yaitu pneciptaan kondisi lingkungan yang kondusif dan beberapa prosedur yang menjadi pedoman untuk mendorong terjadinya perubahan pada konseli.
Secara praktis, Thompson, et. al.(2004:115-120) mengemukakan delapan tahap dalam Konseling Realita.

            Tahap 1 : konselor menunujukkan keterlibatan pada konseli (be friend )
Pada tahap ini, konselor mengawali pertemuan dengan sikap otentik, hangat dan menaruh perhatian pada hubungan yang sedang dibangun. Hubungan yang terbangun antar konseling dan konselor sangat penting, sebab konseling akan terbuka dan bersedia menjalani proses konseling jika dia mearasa bahwa konselornya terlibat dan dapat dipercaya. Oleh karna itu penerimaan yang positif adalah sangat esensial agar proses konseling berjalan efektif. Selain itu konselor perlu menunjukkan sikap bersahabat, pada tahap awal umumnya tidak membutuhkan bantuan konselor terlebih bila konselitidak datang secara sukarela. Meskipun konselimenunjukkan tidak senang terhadap konselor tetapi konselor harus tetap menghadapi dengan tentang, sopan, dan tidak mengintimidasi konseli, respon yang diungkapkan juga tidak mengekspresikan apa yang sedang dilakukan oleh konselipada saat itu, konselor juga harus menunjukkan bahwa ia bertekad membantu konseli, konseling realitas selalu berpedoman bahwa perilaku total hampir selalu dipilih. Karenannya tingkah laku yang lebih efisien dan lebih membantu diperlukan bagi konseli yang sedang menghadapi masalah.
Dalam kasus di atas, konselor berusaha meyakinkan ibu Sumi bahwa ia bisa membantunya dalam menyelesaikan masalah yang menimpanya asal bu Sumi bersedia untuk mendiskusikan tentang masalahnya.
Melalui proses konseling, konseli harus belajar bahwa mental yang sehat dan kehidupan akan menjadi lebih baik jika relasi antar manusia didasari saling keterbukaan dan apa adanya daripada bersikap pura-pura. 

Tahap2 : fokus pada perilaku sekarang
Setelah konseli dapat melibatkan diri kepada konselor, maka konselor menanyakan kepada konseli apa yang akan dilakukan sekarang. Tahap kedua merupakan eksplorasi diri pada konseli. Konseli mengungkapkan ketidaknyamanan yang ia rasakan dalam menghadapi permasalahannya. Lalu konselor meminta konseli mendeskrisipkan hal-hal apa saja yang telah dilakukan dalam menghadapi kondisi tersebut. Secara rinci, melalui tahap berikut :
a.       Eksplorasi “picture album” (keinginan)
b.      Menanyakan keinginan konseli
c.       Menanyakan benar-benar apa yang diinginkan
d.      Menanyakan apa yang telah terfikir oleh konselitentang yang diinginkan orng lain dari dirinya dan menanyakan bagaimana konselimelihat tersebut.
Pada tahap kedua ini konselor perlu mengatakan kepada konseliapa yang dapat dilakukan konselor dan membuat komitmen antara konselor dan konseli.
Ibu Sumi menceritakan kepada konselor tentang masalah yang menimpanya. Dia bercerita panjang lebar semenjak suaminya tidak pernah ada kabar dia merasakan betapa sulitnya mencari biaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, apalagi anak-anaknya sudah memasuki dunia sekolah, sehingga dia memutuskan untuk menjadi buruh di sebuah pabrik. Sejak kerja itulah dia mengubah penampilan sehingga menjadi bahan gunjingan tetangga sekitar. Sumi mengalami tekanan batin.Dari tekanan itu dia merasa tidak nyaman dalam menjalani hidupnya, oleh karenanya dia berharap bantuan dari konselor.

Tahap 3 : mengeksplorasi total behavior konseli
Menanyakan apa yang dilakukan konseli (doing), yaitu konselor menanyakan secara spesifik apa saja yang dilakukan konseli, cara pandang dalam konseling realita, akar permasalahan konseli bersumber pada perilakunya bukan pada perasaan, dalam pandangan konseling realita yang harus diatasi bukan kecemasan konseli, tetapi hal-hal apa saja yang telah dilakukan untuk menghadapi ujian.
Konselor berusaha mengeksplorasi ibu Sumi mengenai hal-hal pribadinya, dia bercerita sebenarnya tak mau mengurusi omongan orang, dia masih beranggapan bahwa yang dia lakukan masih wajardan benar. Orang boleh menilai seenaknya, tapi mereka tak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Sebenarnya, ada semacam rasa frustasi yang dirasakan bu Sumi, karena dia sempat mendengar kabar bahwa suaminya (Joko) di Kalimantan telah menikah lagi dan dikarunia seorang anak laki – laki.Bu Sumi berusaha tak menghiraukan apa kata orang, meskipun banyak mengarah kepada hal yang negatif. Dalam hati kecilnya sangat mengalami tekanan batin karena harus membesarkan kedua anaknya sendirian tanpa perhatian seorang suami dan nafkah lahir batin.Bu Sumi juga menceritakan bahwa dia mengubah penampilannya karena pelampiasan emosi dan tekanan hidupnya yang begitu berat, dan juga karena dampak dari pergaulan dengan teman-teman di tempat kerjanya.

Tahap 4 : konseli menilai diri sendiri atau mengevaluasi diri
Tahap keempat ini konselor menanyakan pada konseli apakah pilihan perilakunya itu disadari oleh keyakinan bahwa hal itu baik baginya. Fungsi konselor tidak untuk menilai benar atau salah perilaku konseli, tetapi membimbing konseliuntuk menilai perilakunya saat ini. Beri kesempatan pada konseli untuk mengevaluasi, apakah ia cukup terbantu dengan pilihannya tersebut. Dan menanyakan komitmen konseli untuk mengikuti proses konseling.
Disatu sisi, Bu Sumi sangat menyadari bahwa yang dia lakukan sangat bertentangan dengan nalurinya sabagai wanita yang harus mengurusi dua anaknya tanpa perhatian dari seorang suami, apalagi dia hidup di kalangan masyarakat yang mau tidak mau bahwa dia akan selalu mendapat penilaian dari tetangganya, meskipun dia berusaha meredamnya dengan bertingkah seakan-akan dia tidak peduli dengan penilaian orang lain. Bu Sumi mulai berharap untuk dibantu keluar dari masalahnya dan dia menyatakan siap mengikuti proses konseling.

Tahap 5 : merencanakan tindakan yang bertanggung jawab
Tahap ketika konseli mulai menyadari bahwa perilakunya tidak menyelesaikan masalah, dan tidak cukup menolong keadaan dirinya, dilanjutkan dengan membuat perencanaaan tindakan yang lebih bertanggung jawab.Rencana yang disusun sifatnya spesifik dan konkret. Hal-hal apa yang akan dilakukan konseliuntuk keluar dari permasalahan yang sedang dihadapinya.
Dalam tahap ini, dengan bantuan konselor bu Sumi akan berusaha merubah perilakunya. Bu sumi akan merubah kembali penampilannya layaknya wanita pada umumnya, serta akan berusaha menfilter dirinya dai pergaulan yang kurang baik. Selain itu, dia juga berencana untuk mencari tahu langsung tentang keberadaan suaminya untuk memperjelas berita-berita miring yang dia dengar tentang suaminya.

Tahap 6 : membuat komitmen
Konselor mendorong konseliuntuk merealisasikan rencana yang telah disusunnya bersama konselor sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan.
Bu Sumi memberi target perubahan dirinya selama 3 bulan, sedangkan untuk mencari tahu kabar tentang suaminya dia menargetkan 6 bulan bahkan sampai 1 tahun, karena dia juga harus menyiapkan biaya, mental dan hal-hal lain yang diperlukan.

Tahap 7 : tidak menerima permintaan maaf atau alasan konseli
Pada tahap ini konselor menanyakan perkembangan perubahan perilaku konseli. Apabila konseli tidak atau belum berhasil melakukan apa yang telah direncanakannya, permintaan maaf konseli atas kegagalannya tidak untuk dipenuhi konselor. Sebaliknya, konselor mengajak konseli untuk melihat kembali rencana tersebut dan mengevaluasi mengapa konselitidak berhasil, konselor selanjutnya membantu konseli merencanakan kembali hal-hal  yang belum berhasil ia lakukan. Pada tahap ini sebaiknya konselor menghindari pertanyaan dengan kata “mengapa” sebab kecenderungan konseliakan bersikap defensif dan mencari alasan. Proses konseling yang efektif antara lain ditunjukkan dengan seberapa besar kegigihan konselor untuk membantu konseli. Ada kalanya konseli mengharapkan konselor menyerah dengan sikap pasif, kooperatif, apatis, namun pada tahap inilah konelor dapat menunjukkan bahwa ia benar-benar terlibat dan ingin membantu konselimengatasi permasalahannya. Kegigihan konselor dapat memotivasi konseliuntuk bersama-sama memecahkan masalah.
1 bulan berjalan, bu Sumi belum sepenuhnya barubah, karena terkadang masih saja pakaiannya tetap seperti dulu.Disinilah tugas konselor untuk tetap menguatkan komitmen serta niat bu Sumi untuk berubah.Bu Sumi berat mewujudkannya, namun konselor tetap berusaha mendorong bu Sumi untuk mematuhi komitmen yang telah disusunnya.

Tahap 8 : tindak lanjut
Merupakan tahap terakhir dalam konseling, konselor dan konseli mengevaluasi perkembangan yang dicapai, konseling dapat berakhir atau dilanjutkan jika tujuan yang telah ditetapkan delum tercapai.
Konseling ini bertujuan membantu individu mencapai identitas berhasil, yaitu individu yang akan datang dengan segala konsekuensi, bersama-sama konselor, konselidihadapkan kembali pada kenyataan hidup, sehingga dapat memahami dan mampu menghadapi realita kehidupannya.
Tahap ini dilakukan setelah proses bu Sumi berjalan selama 2 bulan. Bu Sumi bercerita bahwa 99% sudah bisa melakukan perubahan dirinya,  dia mengakui bahwa hatinya  seringkali mulai goyah, namun dia menyadari bahwa hidup yang dia jalani setelah melakukan proses itu mengalami peningkatan, mulai dari ketentraman jiwanya, perlakuan para tetangganya serta masalah ekonominya. Bahkan dia sudah menyisihkan uang untuk mencari tahu tentang suaminya, yang semula dia targetkan 6 – 12 bulan, kini dia meyakinkan bahwa di bulan ke-7 dia akan berangkat mencari suaminya untuk memperjelas statusnya, dia juga cerita kalau dia sudah menemukan teman yang bias mengantarkan dia ke tempat suaminya.



DAFTAR PUSTAKA

Corey, Gerald, Teori Dan Praktek Konseling Dan Psikoterapi, Bandung : PT. Refika Aditama, 2005
Komalasari, Gantina, dkk., Teori dan Teknik Konseling, Jakarta : PT INDEKS, 2011
Laela, FaizahNoer, Bimbingan Konseling Sosial, Surabaya : UIN SunanAmpel Press, 2014
Lubis, Namora Lumangga, Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori Dan Praktik, Jakarta: KENCANA,2011.
Palmer, Stephen (Ed.), Introduction to conselling and  psychotherapy, diterjemah oleh Haris H. Setiadjid, Konseling dan psikoterapi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011.

[1] Stephen Palmer (Ed.), Introduction to conselling and  psychotherapy, diterjemah oleh Haris H. Setiadjid, Konseling dan psikoterapi, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011), h. 525
[2]Faizah Noer Laela, Bimbingan Konseling Sosial, (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2014),  h. 59
[3]Gantina Komalasari,Teori dan Teknik Konseling,(Jakarta : PT INDEKS, 2011), h. 236-239
[4]Gantina Komalasari, dkk, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta: PT. Indeks, 2011), h. 239-242.
[5] Gerald Corey, Teori Dan Praktek Konseling Dan Psikoterapi, (Bandung : PT. Refika Aditama, 2005), h. 265-269
[6]Gantina Komalasari, dkk, Teori dan Teknik Konseling, h. 252.
[7] Gerald Corey, Teori Dan Praktek Konseling Dan Psikoterapi, h. 270
[8]Ibid, h. 272
[9] Namora Lumangga Lubis,Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori Dan Praktik,(Jakarta: KENCANA,2011), h. 189.

1 komentar:

  1. Play baccarat online - Borgata in New Jersey
    Baccarat 바카라 is one of the most 샌즈카지노 popular gambling games in America. 메리트 카지노 쿠폰 It is a casino game that offers high payouts and a player's first win on a single card.

    BalasHapus