BAB II
PEMBAHASAN
A.
Deskripsi
Kasus
Pada suatu ketika ada seorang ibu rumah tangga yang
berusia 28 tahun, sebut saja namanya Sumi. Beliau mempunyai seorang suami bernama Joko yang berusia tak berbeda jauh darinya, yaitu 32 tahun. Mereka
sudah menikah selama 12 tahun dan sudah dikarunia dua orang anak laki–laki.
Putra pertama mereka bernama Aldo
yang berusia sama dengan usia pernikahan
mereka, sedangkan Sandi berusia 8 tahun.
Awal pernikahan mereka berjalan sangat harmonis dan hampir tidak pernah ada
masalah.
Hanya saja, sebelum memutuskan untuk menikah, Sumi
sebenarnya pacar Jono, kakak dari Joko. Namun entah mengapa akhirnya Sumi bisa
menikah dengan Joko? Belum sampai sembilan bulan usia pernikahan mereka Sumi
melahirkan seorang bayi laki–laki. Dari sinilah diketahui alasan Sumi dan Joko
untuk memutuskan menikah. Semenjak awal menikah mereka sudah hidup mandiri
dengan hijrah ke Surabaya dan mengontrak rumah. Hal tersebut berlangsung hingga
dilahirkannya putra kedua mereka.
Sebagai seorang pekerja pemborong, Joko sering
mendapatkan tugas proyek ke luar Jawa, sehingga mengharuskan memboyong keluarga
kecilnya kembali ke desa, ke rumah sang istri agar tidak kesepian. Akhirnya
mereka kembali ke desa dan tinggal bersama orang tua Sumi yang berasal dari
keluarga pas–pasan. Seiring berjalannya waktu, ibunda Sumi menutup usia.
Sekarang Sumi hanya tinggal bersama kedua orang anak dan Bapaknya di sebuah
rumah yang hanya berdindingkan bambu.
Waktu terus berjalan tanpa henti, Joko tak kunjung pulang
ke keluarganya, hanya sekali dua kali saja dia pulang dan itupun tak pernah
lebih dari dua minggu dia di rumah. Selebihnya, dia beralasan bahwa
pekerjaannya di Kalimantan sudah menanti. Sekarang, sudah hampir tiga tahun dia
sudah tidak pernah mengunjungi anak–anaknya, bahkan sekedar untuk menelpon
menanyakan kabar anaknya. Keadaan ekonomi Sumi pun makin hari makin
menyedihkan, apalagi sang putra pertama akan memasukki SMP yang mengharuskan
biaya masuknya dilunasi secepatnya di awal. Dengan berbagai pertimbangan,
akhirnya dia memutuskan untuk bekerja sebagai buruh pada sebuah pabrik.
Pekerjaannya ini menuntutnya untuk berangkat pagi sekitar jam 7 dan pulang
cukup malam sekitar jam 8. Meskipun demikian, dia tidak pernah melupakan
tugasnya sebagai seorang ibu. Sumi selalu bangun pagi untuk memasakan makanan
untuk anak–anaknya , dan ketika datang larutpun dia berusaha untuk menyempatkan
diri untuk membimbing anaknya belajar. Entah tuntutan pekerjaan atau bukan,
Sumi seringkali berpakaian seksi ketika berangkat bekerja sehingga tak terlihat
bahwa dia seorang ibu dua anak. Biasanya dia berangkat kerja dengan menggunakan
celana jeans yang sangat ketat dan sebuah tanktop yang ditutupi dengan
jaketnya. Sering juga ketika pulang dia diantarkan oleh seorang laki–laki.
Sehingga hal ini banyak menimbulkan banyak pertanyaan oleh tetangganya. Apa
sebenarnya pekerjaan Sumi? Namun, beliau sendiri pernah bercerita tak mau
mengurusi omongan orang yang penting dia melakukan hal benar. Orang boleh
menilai seenaknya, tapi mereka tak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Apalagi
setelah diselidiki ternyata Joko di Kalimantan telah menikah lagi dan dikarunia
seorang anak laki–laki. Oleh karena itu, Sumi tak pernah menghiraukan apa kata
orang, meskipun banyak mengarah kepada hal yang negatif. Padahal dalam hati
kecilnya sangat mengalami tekanan batin karena harus membesarkan kedua anaknya sendirian tanpa
perhatian seorang suami dan nafkah lahir batin.
B. Pengertian
dan Sejarah Terapi Realitas
Terapi realitas
adalah sebuah metode konseling dan psikoterapi perilaku-kognitif yang sangat
berfokus dan interaktif, dan merupakan salah satu yang telah diterapkan dengan
sukses dalam berbagai macam lingkup.Karena fokusnya pada problem kehidupan saat
ini yang dirasakan konseli (realitas terbaru konseli) dan penggunaan teknik
mengajukan pengajuan pertanyaan oleh terapis relitas, terapi relitas terbukti
sangat efektif dalam jangka pendek, meskipun tidak terbatas pada itu saja.[1]
Pendekatan
realitas dikembangkan oleh William Glasser, seorang psikolog dari California. Glasser
menggunakan istilah reality therapy pada
April 1964 pada manuskrip yang berjudul reality
therapy : A Realistic Approach to the Young Offender. Tulisan tersebut
diterbitkan pada tahun 1965 dengan judul Reality
Therapy. Pada tahun 1968 Glasser mendirikan the Institute for Reality
Therapy di Los Angeles.
Dalam pendekatan
ini, konselor bertindak aktif, direktif, dan didaktik. Konselor berperan
sebagai guru dan sebagai model bagi konseling.disamping itu konselor juga
membuat kontrak dengan konseli untuk mengubah perilakunya. Ciri yang sangat
khas dari pendekatan ini adalah tidak terpaku pada kejadian-kejadian di masa lalu, tetapi lebih
mendorong konseli untuk menghadapi realitas. Pendekatan ini juga tidak memberi
perhatian pada motif-motif bawah sadar sebagaimana pandangan kaum psikoanalis. Akan
tetapi, lebih menekankan pada pengubahan tingkah laku yang lebih bertanggung
jawab dengan merencanakan dan melakukan tindakan-tindakan tersebut.
C.
Konsep
– konsep Utama
1. Pandangan tentang Manusia
Glasser
percaya bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan psikologis yang secara konstan
(terus menerus) hadir sepanjang kehidupan dan hal itu harus terpenuhi. Mengacu
pada teori hirarki kebutuhan yang dikemukakan oleh Maslow, Glasser mendasari
pandangannya tentang kebutuhan manusia untuk dicintai dan mencintai, dan
kebutuhan untuk merasa berharga bagi orang lain.
Teori
yang dikembangkan Glasser ini dengan cepat memperoleh popularitas dikalangan
konselor baik untuk kasus individual maupun kelompok dalam berbagai bidang,
seperti sekolah, lembaga kesehatan mental, dan petugas-petugas sosial lainnya.Banyak
hal yang positif dari teori konseling realitas ini, misalnya mudah dimengerti
non teknis, didasarkan atas pengetahuan masyarakat, efisien waktu, sumber daya
dan usaha-usaha yang dilakukan konselor.[2]
Secara
lebih rinci, Glasser menjelaskan kebutuhan-kebutuhan dasar psikologis manusia,
meliputi[3] :
a. Cinta
(belonging/ love)
Kebutuhan ini disebut glasser
sbagai identity society, yang menekankan pentingnya hubungan personal. Beberapa
aktifitas yang menunjukkan kebutuhan ini antara lain: Persahabatan, acara
perkumpulan tertentu, dan ketetiban dalam organisasi kemahasiswaan. Kebutuhan
ini oleh glasser dibagi dalam tiga bentuk : sosial beloging, work belonging,
dan family belonging.
b. Kekuasaan
(power)
Kebutuhan ini biasanya
diekspresikan memalui kompetisi dengan orang-orang disekitar kita, memimpin,
mengorganisir, menyelesaikan pekerjaan sebaik mungkin, menjadi tempat bertanya atau menerima pendapat orang lain.
c. Kesenangan
(fun)
Kebutuhan ini muncul sejak dini,
kemudian terus berkembang hingga dewasa.
d. Kebebasan
(freedom)
Merupakan kebutuhan untuk merasakan
kebebasan atau kemerdekaan dan tidak bergantung pada orang lain, kebutuhan
tersebut bersifat universal, tetapi dipenuhi dengan cara yang unik oleh
masing-masing manusia. Ketika seseorang berhasil memenuhi kebutuhannya, menurutglaseer orang tersebut mencapai
identitas sukses, dan jika kebutuhan psikologisnya sejak awal tidak terpenuhi,
maka seseorang tidak mendapatkan pengalaman belajar bagaimana memenuhi
kebutuhan psikologis dirinya atau orang lain.
Dapat dirumuskan, pandangan Glasser tentang manusia adalah sebagai
berikut:
1) Setiap
individu bertanggung jawab terhadap kehidupannya.
2) Tingkah
laku seseorang merupakan upaya mengontrol lingkungan untuk memenuhi
kebutuhannya.
3) Individu
ditantang untuk menghadapi realita tanpa memperdulikan kejadian-kejadian
dimasalalu , serta tidak memberi perhatian pada sikap dan motivasi dibawah
sadar.
4) Setiap
orang memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu pada masa kini.
2. Konsep Dasar
Pada dasarnya setiap individu terdorong
untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya, dimana kebutuhan bersifat universal
pada semua individu, sementara keinginan bersifat unik pada masing-masing
individu. Ketika seseorang dapat memenuhi kebutuhan apa yang diinginkan,
individu tesebut akan merasakan kepuasan, namun jika apa yang diperoleh tidak
sesuai keinginan, maka orang itu akan frustasi dan akan muncul perilaku baru
sampai keinginannya tersampaikan dan merasa puas. Jadi perilaku yang
dimunculkan adalah bertujuan untuk mengatasi hambatan antara apa yang
diinginkan dengan apa yang diperoleh. Pencapaian identitas sukses ini terikat
pada konsep 3R, yaitu keadaan dimana individu dapat menerima kondisi yang
dihadapinya, dicapai dengan menunjukkan total behavioral (perilaku total),
terdiri dari doing, thinking, felling, psycology. Oleh karena perilaku yang
dimunculkan adalah bertujuan dan dipilih sendiri, maka glasser menyebutnya
teori kontrol.
Konsep
3R :
-
Responbility (tanggung jawab ).
Adalah kemampuan individu untuk
memenuhi kebutuhnannya tanpa harus merugikan orang lain.
-
Reality (kenyataan).
Adalah kenyataan yang akan menjadi
tantangan bagi individu untuk memenuhi kebutuhannya. Setiap individu harus
memahami bahwa ada dinia nyata, dimana mereka harus memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dalam rangka mengatasi masalahnya. Realita yang dimaksud
adalah seseuatu yang tersusun dari kenytaan yang ada dan apa adanya.
-
Right (kebenaran).
Merupakan ukuran atau norma-norma
yang doterima secara umum, sehingga tingkah laku dapat diperbandingkan.
Individu yang melakukan hal ini mampu mengevaluasi diri sendiri bila melakukan
sesuatu melalui perbandingan tersebut dan ia merasa nyaman bila mampu
bertingkah laku dalam tata cara yang diterima secar umum.[4]
3. Ciri-Ciri Terapi Realitas
Ciri-ciri terapi realitas :
a. Terapi
realitas menolak konsep tentang penyakit mental.
b. Terapi
realitas berfokus pada tingkah laku sekarang alih-alih pada perasaan-perasaan
dan sikap-sikap.
c. Terapi
realitas berfokus pada saat sekarang bukan pada masa lampau.
d. Terapi
realitas menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai.
e. Terapi
realitas tidak menekankan transferensi.
f. Terapi
realitas menekankan aspek-aspek kesadaran bukan aspek-aspek ketidaksadaran.
g. Terapi
realitas menghapus hukuman.
D. Proses
Konseling
Pendekatan ini
melihat konseling sebagai proses rasional yang menekankan pada perilaku
sekarang dan saat ini. Artinya, konseling ditekankan untuk melihat perilaku
yang dapat diamati daripada motif-motif bawah sadarnya.Dengan demikian,
konseling dapat mengevaluasi apakah perilakunya tersebut efektif dalam memenuhi
kebutuhannya atau tidak. Perilaku yang bertanggung jawab merupakan
perilaku-perilaku yang sesuai dengan kenyataan yang dihadapi. Menurut glasser
hal-hal yang membawa perubahan sikap dari penolakan ke penerimaan realitas yang
terjadi selama proses konseling adalah :
- Konseling dapat mengeksplorasikan keinginan, kebutuhan, dan apa yang dipresepsikan tentang kondisi yang dihadapi.
- Konseling fokus pada perilaku yang sekarang tanpa terpaku pada masalalu.
- Konseling mau mengevaluasi perilakunya.
- Konseling mulai menetapkan perubahan yang dikehendakinya dan komitmen terhadap apa yang telah direncanakan.
1. Tujuan
Konseling
Layanan
konseling ini bertujuan membantu konseli mencapai identitas berhasil. Konseli
yang mengetahui identitasnya, akan mengetahui langkah-langkah apa yang akan ia
lakukan di masa yang akan datang dengan segala konsekuensinya. Bersama-sama
konselor, konseli dihadapkan kembali pada kenyataan hidup, sehingga dapat
memahami dan mampu menghadapi realitas.[6]
2.
Fungsi
dan Peran Konselor
Tugas dasar dari
konselor atau terapis adalah melibatkan diri dengan konseli dan kemudian
membuatnya menghadapi kenyataan. Glasser (1965) merasa bahwa, konselor
menghadapi para konseli, dia memaksa mereka itu untuk memutuskan apakah mereka
akan atau tidak akan menempuh “jalan yang bertanggung jawab”. Konselor tidak
membuat pertimbangan-pertimbangan nilai dan putusan-putusan bagi para konseli,
sebab tindakan demikian akan menyingkirkan tanggung jawab yang mereka miliki.Tugas
konselor adalah bertindak sebagai pembimbing yang membantu konseli agar bisa
menilai tingkah lakunya sendiri secara realistis.
Konselor
diharapkan memberi pujian apabila para konseli bertindak dengan cara yang
bertanggung jawab dan menunjukkan ketidaksetujuan apabila mereka tidak
bertindak demikian. Para konseli membutuhkan tipe penilaian semacam itu.
Menurut Glasser, konselor harus bersedia untuk berfungsi sebagai seorang guru
dalam hubungannya dengan konseli. Ia harus mengajari konseli bahwa tujuan
terapi tidak diarahkan kepada kebahagiaan. Konselor realitas berasumsi bahwa
konseli bisa menciptakan kebahagiaanya sendiri dan bahwa kunci untuk menemukan
kebahagiaan adalah penerimaan tanggung jawab. Oleh karena itu, konselor tidak
menerima pengelakan atau pengabaian kenyataan, dan tidak pula menerima tindakan
konseli menyalahkan apa un atau siapa pun diluar dirinya atas
ketidakbahagiaanya pada saat sekarang. Tindakan yang demikian akanmelibatkan
konseli dalam “kenikmatan psikiatrik” yang segera akan hilang dan mengakibatkan
penyesalan.[7]
Fungsi penting
lainnya dari konselor realitas adalah memasang batas-batas dalam situasi
terapeutik dan bats-batas yang ditempatkan oleh kehidupan pada seseorang.
Selain fungsi-fungsi dan tugas-tugas tersebut, kemampuan konselor untuk
terlibat dengan konseli serta untuk melibatkan konseli dalam proses terapeutik
dianggap paling utama. Fungsi ini seringkali sulit, terutama apabila konseli
tidak menginginkan konseling atau apabila dia meminta “tolong” sekedar
coba-coba.[8]
E.
Penerapan
Konseling
1. Teknik-Teknik Konseling
a. Terlibat
dalam permainan peran dengan konseli.
b. Menggunakan
humor.
c. Mengonfrontasikan
konselidan menolak alasan apa pun dari konseli.
d. Membantu
konseli merumuskan rencana tindakan secara spesifik.
e. Bertindak
sebagai guru atau model.
f. Memasang
batas-batas dan menyusun situasi terapi.
g. Menggunakan
terapi kejutan verbal atau sarkasme yang layak untuk mengonfrontasikan
konselidengan tingkah lakunya yang tidak realitas.
h. Melibatkan
diri dengan konseliuntuk mencari kehidupan yang lebih efektif.[9]
2.
Tahap-tahap konseling
Proses konseling dalam terapi realitas berpedoman
pada dua unsur utama, yaitu pneciptaan kondisi lingkungan yang kondusif dan
beberapa prosedur yang menjadi pedoman untuk mendorong terjadinya perubahan
pada konseli.
Secara praktis, Thompson, et. al.(2004:115-120)
mengemukakan delapan tahap dalam Konseling Realita.
Tahap 1 : konselor menunujukkan keterlibatan pada konseli
(be friend )
Pada tahap ini, konselor mengawali pertemuan dengan
sikap otentik, hangat dan menaruh perhatian pada hubungan yang sedang dibangun.
Hubungan yang terbangun antar konseling dan konselor sangat penting, sebab
konseling akan terbuka dan bersedia menjalani proses konseling jika dia mearasa
bahwa konselornya terlibat dan dapat dipercaya. Oleh karna itu penerimaan yang
positif adalah sangat esensial agar proses konseling berjalan efektif. Selain
itu konselor perlu menunjukkan sikap bersahabat, pada tahap awal umumnya tidak
membutuhkan bantuan konselor terlebih bila konselitidak datang secara sukarela.
Meskipun konselimenunjukkan tidak senang terhadap konselor tetapi konselor
harus tetap menghadapi dengan tentang, sopan, dan tidak mengintimidasi konseli,
respon yang diungkapkan juga tidak mengekspresikan apa yang sedang dilakukan
oleh konselipada saat itu, konselor juga harus menunjukkan bahwa ia bertekad
membantu konseli, konseling realitas selalu berpedoman bahwa perilaku total
hampir selalu dipilih. Karenannya tingkah laku yang lebih efisien dan lebih
membantu diperlukan bagi konseli yang sedang menghadapi masalah.
Dalam
kasus di atas, konselor berusaha meyakinkan ibu Sumi bahwa ia bisa membantunya
dalam menyelesaikan masalah yang menimpanya asal bu Sumi bersedia untuk
mendiskusikan tentang masalahnya.
Melalui proses konseling, konseli harus belajar
bahwa mental yang sehat dan kehidupan akan menjadi lebih baik jika relasi antar
manusia didasari saling keterbukaan dan apa adanya daripada bersikap pura-pura.
Tahap2 : fokus pada perilaku sekarang
Setelah konseli dapat melibatkan diri kepada
konselor, maka konselor menanyakan kepada konseli apa yang akan dilakukan
sekarang. Tahap kedua merupakan eksplorasi diri pada konseli. Konseli mengungkapkan
ketidaknyamanan yang ia rasakan dalam menghadapi permasalahannya. Lalu konselor
meminta konseli mendeskrisipkan hal-hal apa saja yang telah dilakukan dalam
menghadapi kondisi tersebut. Secara rinci, melalui tahap berikut :
a. Eksplorasi
“picture album” (keinginan)
b. Menanyakan
keinginan konseli
c. Menanyakan
benar-benar apa yang diinginkan
d. Menanyakan
apa yang telah terfikir oleh konselitentang yang diinginkan orng lain dari
dirinya dan menanyakan bagaimana konselimelihat tersebut.
Pada tahap kedua ini konselor perlu mengatakan
kepada konseliapa yang dapat dilakukan konselor dan membuat komitmen antara
konselor dan konseli.
Ibu Sumi menceritakan kepada konselor
tentang masalah yang menimpanya. Dia bercerita panjang lebar semenjak suaminya
tidak pernah ada kabar dia merasakan betapa sulitnya mencari biaya untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, apalagi anak-anaknya sudah memasuki dunia sekolah,
sehingga dia memutuskan untuk menjadi buruh di sebuah pabrik. Sejak kerja
itulah dia mengubah penampilan sehingga menjadi bahan gunjingan tetangga
sekitar. Sumi mengalami tekanan batin.Dari tekanan itu dia merasa tidak nyaman
dalam menjalani hidupnya, oleh karenanya dia berharap bantuan dari konselor.
Tahap
3 : mengeksplorasi total behavior konseli
Menanyakan apa yang dilakukan konseli (doing), yaitu
konselor menanyakan secara spesifik apa saja yang dilakukan konseli, cara
pandang dalam konseling realita, akar permasalahan konseli bersumber pada
perilakunya bukan pada perasaan, dalam pandangan konseling realita yang harus
diatasi bukan kecemasan konseli, tetapi hal-hal apa saja yang telah dilakukan
untuk menghadapi ujian.
Konselor
berusaha mengeksplorasi ibu Sumi mengenai hal-hal pribadinya, dia bercerita sebenarnya tak mau mengurusi omongan orang,
dia masih beranggapan bahwa yang dia lakukan masih wajardan benar. Orang boleh menilai seenaknya, tapi mereka tak
tahu apa yang terjadi sebenarnya. Sebenarnya, ada semacam rasa frustasi yang
dirasakan bu Sumi, karena dia sempat mendengar kabar bahwa suaminya (Joko) di
Kalimantan telah menikah lagi dan dikarunia seorang anak laki – laki.Bu Sumi berusaha
tak menghiraukan apa kata orang, meskipun banyak mengarah kepada hal yang
negatif. Dalam hati kecilnya sangat mengalami tekanan batin karena harus
membesarkan kedua anaknya sendirian tanpa perhatian seorang suami dan nafkah
lahir batin.Bu Sumi juga menceritakan bahwa dia mengubah penampilannya karena
pelampiasan emosi dan tekanan hidupnya yang begitu berat, dan juga karena
dampak dari pergaulan dengan teman-teman di tempat kerjanya.
Tahap
4 : konseli menilai diri sendiri atau mengevaluasi
diri
Tahap keempat ini konselor menanyakan pada konseli apakah
pilihan perilakunya itu disadari oleh keyakinan bahwa hal itu baik baginya. Fungsi
konselor tidak untuk menilai benar atau salah perilaku konseli, tetapi
membimbing konseliuntuk menilai perilakunya saat ini. Beri kesempatan pada
konseli untuk mengevaluasi, apakah ia cukup terbantu dengan pilihannya
tersebut. Dan menanyakan komitmen konseli untuk mengikuti proses konseling.
Disatu
sisi, Bu Sumi sangat menyadari bahwa yang dia lakukan sangat bertentangan
dengan nalurinya sabagai wanita yang harus mengurusi dua anaknya tanpa
perhatian dari seorang suami, apalagi dia hidup di kalangan masyarakat yang mau
tidak mau bahwa dia akan selalu mendapat penilaian dari tetangganya, meskipun
dia berusaha meredamnya dengan bertingkah seakan-akan dia tidak peduli dengan
penilaian orang lain. Bu Sumi mulai berharap untuk dibantu keluar dari
masalahnya dan dia menyatakan siap mengikuti proses konseling.
Tahap
5 : merencanakan tindakan yang bertanggung jawab
Tahap ketika konseli mulai menyadari bahwa
perilakunya tidak menyelesaikan masalah, dan tidak cukup menolong keadaan
dirinya, dilanjutkan dengan membuat perencanaaan tindakan yang lebih
bertanggung jawab.Rencana yang disusun sifatnya spesifik dan konkret. Hal-hal
apa yang akan dilakukan konseliuntuk keluar dari permasalahan yang sedang
dihadapinya.
Dalam
tahap ini, dengan bantuan konselor bu Sumi akan berusaha merubah perilakunya.
Bu sumi akan merubah kembali penampilannya layaknya wanita pada umumnya, serta
akan berusaha menfilter dirinya dai pergaulan yang kurang baik. Selain itu, dia
juga berencana untuk mencari tahu langsung tentang keberadaan suaminya untuk memperjelas
berita-berita miring yang dia dengar tentang suaminya.
Tahap
6 : membuat komitmen
Konselor mendorong konseliuntuk merealisasikan
rencana yang telah disusunnya bersama konselor sesuai dengan jangka waktu yang
ditetapkan.
Bu
Sumi memberi target perubahan dirinya selama 3 bulan, sedangkan untuk mencari
tahu kabar tentang suaminya dia menargetkan 6 bulan bahkan sampai 1 tahun,
karena dia juga harus menyiapkan biaya, mental dan hal-hal lain yang
diperlukan.
Tahap
7 : tidak menerima permintaan maaf atau alasan konseli
Pada tahap ini konselor menanyakan perkembangan
perubahan perilaku konseli. Apabila konseli tidak atau belum berhasil melakukan
apa yang telah direncanakannya, permintaan maaf konseli atas kegagalannya tidak
untuk dipenuhi konselor. Sebaliknya, konselor mengajak konseli untuk melihat
kembali rencana tersebut dan mengevaluasi mengapa konselitidak berhasil,
konselor selanjutnya membantu konseli merencanakan kembali hal-hal yang belum berhasil ia lakukan. Pada tahap
ini sebaiknya konselor menghindari pertanyaan dengan kata “mengapa” sebab
kecenderungan konseliakan bersikap defensif dan mencari alasan. Proses
konseling yang efektif antara lain ditunjukkan dengan seberapa besar kegigihan
konselor untuk membantu konseli. Ada kalanya konseli mengharapkan konselor
menyerah dengan sikap pasif, kooperatif, apatis, namun pada tahap inilah
konelor dapat menunjukkan bahwa ia benar-benar terlibat dan ingin membantu
konselimengatasi permasalahannya. Kegigihan konselor dapat memotivasi
konseliuntuk bersama-sama memecahkan masalah.
1
bulan berjalan, bu Sumi belum sepenuhnya barubah, karena terkadang masih saja
pakaiannya tetap seperti dulu.Disinilah tugas konselor untuk tetap menguatkan
komitmen serta niat bu Sumi untuk berubah.Bu Sumi berat mewujudkannya, namun
konselor tetap berusaha mendorong bu Sumi untuk mematuhi komitmen yang telah
disusunnya.
Tahap
8 : tindak lanjut
Merupakan tahap terakhir dalam konseling, konselor
dan konseli mengevaluasi perkembangan yang dicapai, konseling dapat berakhir
atau dilanjutkan jika tujuan yang telah ditetapkan delum tercapai.
Konseling ini bertujuan membantu individu mencapai
identitas berhasil, yaitu individu yang akan datang dengan segala konsekuensi,
bersama-sama konselor, konselidihadapkan kembali pada kenyataan hidup, sehingga
dapat memahami dan mampu menghadapi realita kehidupannya.
Tahap
ini dilakukan setelah proses bu Sumi berjalan selama 2 bulan. Bu Sumi bercerita
bahwa 99% sudah bisa melakukan perubahan dirinya, dia mengakui bahwa hatinya seringkali mulai goyah, namun dia menyadari
bahwa hidup yang dia jalani setelah melakukan proses itu mengalami peningkatan,
mulai dari ketentraman jiwanya, perlakuan para tetangganya serta masalah
ekonominya. Bahkan dia sudah menyisihkan uang untuk mencari tahu tentang suaminya,
yang semula dia targetkan 6 – 12 bulan, kini dia meyakinkan bahwa di bulan ke-7
dia akan berangkat mencari suaminya untuk memperjelas statusnya, dia juga
cerita kalau dia sudah menemukan teman yang bias mengantarkan dia ke tempat
suaminya.
DAFTAR PUSTAKA
Corey, Gerald, Teori Dan Praktek Konseling Dan
Psikoterapi, Bandung : PT.
Refika Aditama, 2005
Komalasari, Gantina, dkk., Teori dan Teknik Konseling, Jakarta
: PT INDEKS, 2011
Laela,
FaizahNoer, Bimbingan Konseling Sosial, Surabaya : UIN SunanAmpel Press,
2014
Lubis, Namora
Lumangga, Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam
Teori Dan Praktik, Jakarta:
KENCANA,2011.
Palmer, Stephen (Ed.), Introduction
to conselling and psychotherapy,
diterjemah oleh Haris H. Setiadjid, Konseling dan psikoterapi, Yogyakarta
: Pustaka Pelajar, 2011.
[1] Stephen Palmer (Ed.), Introduction
to conselling and psychotherapy,
diterjemah oleh Haris H. Setiadjid, Konseling dan psikoterapi,
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011), h.
525
[2]Faizah
Noer Laela, Bimbingan Konseling Sosial, (Surabaya : UIN Sunan Ampel
Press, 2014), h. 59
[5] Gerald Corey, Teori Dan Praktek Konseling Dan Psikoterapi, (Bandung : PT. Refika Aditama, 2005), h. 265-269
[6]Gantina Komalasari, dkk, Teori dan Teknik Konseling, h. 252.
[9] Namora
Lumangga Lubis,Memahami
Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori Dan Praktik,(Jakarta: KENCANA,2011), h. 189.
Play baccarat online - Borgata in New Jersey
BalasHapusBaccarat 바카라 is one of the most 샌즈카지노 popular gambling games in America. 메리트 카지노 쿠폰 It is a casino game that offers high payouts and a player's first win on a single card.